Sabtu, 14 Mei 2011

Cara Merujuk

Cara rujuk bisa dikatakan dengan cara pengutipan langsung dari penulis untuk mempertegas argument dari peneliti. Namun, hal ini selalu menjadi kendala bagi para peniliti awal khusunya pada penulisan karya ilmiah, skripsi, artikel dll.Nah, terkadang kebanyakan mahasiswa S1 selalu bermasalah dalam hal pengutipan menjadi objek revisi, sehingga kebingungan bagaimana caranya pengutpan. Padahal, melihat kurikulum pengajaran di universitas tidak membahas bagaimana cara pengutipan yang baik dalam karya ilmiah dan kadang cara pengutipan tersebut tahu saat memulai laporan TA, skripsi, laporan Jobtrain.Beruntung bagi anda Universitas mempunyai sitematis penulisan Laporan TA, dan Skripsi.
Berikut ini saya akan menjelaskan bagaimana cara pengutipan dan daftar rujukan sehingga argument kita pada karya ilmiah bisa mempertegas dan objektif.
Kerangka dalam pengutipan secara langsung :
Intoduce (argument) peneliti - Kutipan - Pembahasan/kesimpulan

a. Kutipan kurang dari 40 kata
Kutipan yang berisi dari 40 kata atau kurang dari 4 baris, ditulis diantara tanda kutip (“…”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks utama, dan dikuti dengan nama penulis, tahun dan nomor halaman.
Contoh :

Suharrno (1995:124) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”.

Contoh :

Simpulan penelitian tersebut adalah “ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”(Suharno,1995:124)

Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal (‘……’).

Contoh :

Simpulan penelitian tersebut adalah “terdapat kecenderungan makin banyak ‘campur tangan’ pimpinan perusahaan makin rendah tingkat partisipasi karyawan di daerah perkotaan”(Sutomo, 2000:160).

b. Kutipan lebih dari 40 kata
Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih, ditulis secara terpisah dari teks yang mendahuluinya (tanpa tanda kutipan), ditulis 1 cm dari garis tepi sebagai kiri dan kanan, dan diketik dengan jarak tunggal. Nomor halaman juga ditulis.
Contoh :

Hanafi (2004 : 38) menarik simpulan sebagai berikut :

Patriarki mengkonstruksikan psike laki-laki dan perempuan,perempuan akan terus menjadi sub-ordinat laki-laki. Patriarki adalah suatu sistemyang dapat berproduksi secara mandiri yang memberikan kendali atas komponen-komponen penting dari alat produksidan reproduksi, kepada laki-laki.Dalam patriarki, ayah adalah kepala keluarga dan laki-laki adalahpenguasa.

Jika dalam kutipan terdapat paragraph baru lagi, lagi garis barunya dimulai 1,2 cm dari tepi kiri garis dan kutipan.


- Menulis Daftar Pustaka
a.Rujukan dari Buku
Tahun penerbitan ditulis setelah nama penulis, diakhiri dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring (italic), dengan huruf katipal pada setiap awal kata, kecuali kata hubungan atau kata tugas. Tempat penerbitan dan nama penerbt dipisahkan dengan titik dua (:).

Althusser, Louis.2004.Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Jalasutra: Yogyakarta.

b.Rujukan dari Buku yang berisi kumpulan Artikel (ada editornya)


Penulisan seperti menulis rujukan dari buku ditambah dengan tulisab (Ed). Baik untuk satu maupun lebih editor, di antara nama penulis dan tahun penerbitan.
Aminuddin (Ed). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.Malang : HISKI Komisariat Malang dan YA3.

c.Rujukan dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya)


Hasan, M.Z. 1990. “karakteristik Penelitian Kaulitatif”. Dalam Aminuddin (Ed.), Pengembangan penelitian kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25). Malang:HISKI Komisariat Malang dan YA3.

d.Rujukan dari Artikel dalam Majalah dan Koran

Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. Perempuan punya Cerita, 7 Juli, hlm. 13.

e.Rujukan dari Artikel dalam Jurnal

Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. MediaTor, Vol.5 No.2.

f.Rujukan dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM

Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. MediaTor, Vol.5 No.2.(CD-ROM : Mediator Digital, 2006).

g.Rujukan dari Koran Tanpa Penulis

KOMPAS, 7 Juli 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”,hlm. 13.

h.Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintahan yang Diterbitkan oleh Suatu Penerbit tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sstem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

i.Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung:Yrama Widya.

j.Rujukan Berupa Karya Terjemahan

Althusser, Louis.2004.Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Terjemahkan oleh Bagus Takwin. 2005. Jalasutra: Yogyakarta.

k.Rujukan dari Skipsi

Gustaman, Rizal. 2011. “Representasi Budaya Patriarki Pada Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer”. Skripsi.Bandung : Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung.

l.Rujukan dari Makalah yang disajikan dalam Seminar, Penataran, atau Lokakarya.


Dwiloka, B. 2003.“ Metodolgi Penelitian, Sebuah Pengantar”. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Metodelogi Penelitian bagi dosen-Dosen Senior STIE Surakarta. Surakarta, 13 Juli.

m.Rujukan dari Internet Berupa Karya Individu

Yuris, Andre. 2008. “Study Analisis Wacana Kritis”, (Online), (http://andreyuris.wordpress.com/, diakses 2 Juni 2010).

Metode Korelasional

Metode korelasional sebenarnya kelanjutn dari metode deskriptif. Dengan metode deskriptif, kita menghimpun data, menyusun secara sistematis, factual dan cermat (Isaac dan Michael, 1981:46).Metode deskriptif tidak menjelaskan hubungan di antara variable, tidak menguji hipotesis atau melakukan prediksi. Survai majalah Tempo menghimpun ketrangan tentang responden yang meliputi usia, pendidikan, status sosial ekonomi, terpaan radio, dan sebagainnya. Jumlah responden untuk setiap klasifikasi variable dihitung frekuensinya.

Kita mulai memasuki metode korelasi bila kita mencoba meneliti hubungan di anatara variable-variabel. Misalnya, kita ingin mengetahui hubungan anatara usia dengan ruang yang diminatinya : apakah pembaca yang lebih tua cenderung menyenangi tajuk rencana, apakah esponden yang lebih mudah cenderung menyukai pokok dan tokoh. Guru tentu ingin mengetahui apakah ada hubungan anatara kecerdasan dengan prestasi akademis, pengusaha ingin memperoleh keterangan apakah ada hubungan antara pendidikan pegawai dengan poduktivitas kerja mereka. Hubungan yang dicari itu disebut korelasi. Metode korelasi bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktpr lain. Kalau dua variable saja yang kita hubungkan, korelasinya disebut korelasi sederhana (simple correlation). Lebih dari dua, kita menggunakan korelasi ganda (multiple correlation).

1.Koefisien Korelasi.
Pada akhir abad XIX, Karl Pearson, beradarkan teori Sir Fancis Galton, mengembangkan indeks untuk mengukur hubungan dantara variable.Dikenal dengan istilah Pearson product coefficient correlations, indeks ini disingkat dengan huruf kecil r. ada beberapa koefisien yang lain, ini diambil sebagai contoh.Dalam contoh, r menunjukkan bilangan di antara + 1.00 dan – 1.00. bila tidak ada hubungan di anatara variable sama seklai, nilai r sama dengan nol. Bila hubungan di antara variable bertambah, nilai r bertambah dari nol ke plus atau minus satu. Bila tanda r positif, variable-variabel dikatakan berkorelasi secara positif.Artinya, bila skor pada variable X bertambah, skor pada variable a pun bertambah pula.Korupsi, misalnya berkolerasi secara positif dengan pembelian barang-barang mewah. Makin banyak korupsi, makin cenderung oang membeli barang mewah (contoh; kurang nyaman!). Bila tanda r negatif, variable dikatakan berkorelasi secara negatif , skor yang tinggi pada pengubah 9variabel) yang satu berkaitan dengan skor yang rendah pada variable yang lain. Frekuensi skizorpenis, misalnya.Berkorelasi negatif dengan status sosial ekonomi.Makin tinggi status sosial, makin rendah freukuensi skizoprenia. Konsep diri berkorelasi negatif dengan perilaku untuk menarik perhatian .makin tinggi konsep diri seseorang, makin kurang orangitu berperilaku untuk menarik perhatian orang lain.

2.Menafsirkan Koefisien Korelasi
Korelasi dan Kausalitas. Bila dilakukan dikatakan variable kecerdasan berkaitan dengan variable indeks prestasi pada koefisien korelasi r 5 0,80, apakah artinya? Informasi apakah yang dapat kita peroleh dari sebuah nilai r?untuk memahami nilai r kita harus mempertimbangkan tiga hal. Pertama, besaran korelasi yang berkisar dari 0 (berarti tingkat tidakada korelasi sam sekali) sampai I (korelasi yang sempurna). Kedua, arah korelasi yang ditunjukkan dengan tanda positif atau negatif. Korelasi positif tidak berarti baik, tetapi hanya menunjukkan bahwa makin tinggi nilai pada variable X, makin tinggi pula nilai pada variable Y. Ketiga, persoalan apakah r yang diperoleh itu signifikan secara statistik.

Korelasi yang signifikan secara statistic tidak boleh diartikan signifikan secara substantif atau signifikan secara teoritis.Missalkan, kita mempunya penelitian yang meneliti pengaruh program nutrisi pada pengurangan pada berat badan.Hipotesis penelitian kita diuji secara statistic untuk mengetahui program mana yang lebih efektif. Jika kita mempertanyakan apaah keuntungan mengikuti program X dibandingkan dengan program yang lain kita mempertanyakan signifikasi substansif. Jika ingin mempertanyakan apakah pengetahun kita tentang hasil penelitian ini membantul kita untuk memahami konsep diri, sosialisasi masa kecil, atau perkembangan sosiokultural, kita berhubungan dengan signifikasi teoritis. Bila kita bertanya, apakah perbedaan diantara dua kelompok yang ditelitiitu kebetulan atau memang karena program nutrisi yang berlainan, atau berapa kemungkinan kesalahan kita kalau kita mengenaeralisasikan hasil dai sampel itu pada seluruh populasi, kita berhubunga dengan signifikasi statistik(Champion, 1981:128). Jadi, korelasi yang sangat signifikan hendaknya tidak diartikan hubungan sebab-akibat yang kuat.Memang, korelasi tidak selalu menunjukkan hubungan kausalitas. Kausalitas terjadi bila dipenuhi syarat : asosiasi, prioritas waktu, hubungan sebenarnya, dan rasional. Asosisasi menunjukkan kaitan diantara variable seperti yang sering diperoleh dengan teknik korelasi.

Berbicara tentang tinggi-rendahnya korelasi, apa pedoman yang dapat kita pergunakan?walaupun amat bergantung pada jenis data yang yang dinali dan tes stastik yang digunakan, koefisien korelasi diartikan oleh Guilford (1956:145) secaa kasar sebagai berikut :
Kurang dari - 0,20 hubungan rendah sekali
0,20 - 0,40 hubungan rendah tetapi pasti
0,40 - 0,70 hubungan yang cukup berarti
0,70 - 0,90 hubungan yang tinggi, kuat
Lebih dari - 0,90 hubungan ssangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan.

Koefisien korelasi ditinjau dari ragam PRE (Proportional Reduction in Error) bila sebuah penelitian menunjukkan korelasi 0,80 anatara keceradan dengan indeks pretasi akademis, kia dapat menyatakan bahwa menyatakan bahwa kebanyakan skor yan tinggi pada kecerdasan berkaitan dengan skor yang tinggi pada indeks presentasi. Dengan perkataan lain, perbedaan individual (disebut ragam atau varians) pada indeks prestasi berkaitan dengan perbedaan ragam pada kecerdasan. Tetapi untuk menjelaskan beberapa ragam suatu pada satu variable djelaskan denag ragam pada variable lain, yang digunakan bukan r tetapi r2.pada contoh diatas, 64% (0,802) ragam pada ideks prestasi berkaitan dengan dengan kcerdasan. Tidak semua koefisien korelasi memiliki sifat seperti r2. Koefisin korelasi dapat juga dijelaskan dengan melihat kemampuan prediksinya, lazim disebut PRE(Proportional Reduction in Error).

3. Penggunaan Metode Korelasional
Metode korelasional digunakan untuk : (1) mengukur hubungan diantara berbagai variable. (2) mermalkan variable tak bebas dari pengetahuan kita tentang variable bebas, dan (3) meratakan jalan untuk membuat rancangan penelitian eksperimental.
Seperti yang dijelaskan di muka, metode korelasional meneliti hubungan di anatara berbagai variable.Dalam penelitian sosial kita seing berhubungan dengan variable atribut, yakni variable yang tidak dapat kita kendalikan.Metode ekspremental jelas tidak mungkin dibunakan. Kita tidak dapat menetapkan jenis kelamin proa hari ini dan wanita esoknya yang dapat kita lakukan ialah mengumpulkan sejumlah pria dan wanita memberikan test emosional dan mebandingkan skor pria dan wanita melalui teknik-teknik analisis korelasional.

Satu lagi catatan terakhir penggunaan korelasi.Studi korelasi sering digunakan untuk mengukur realibilitas dan validitas.Membandingkan hasil tes pertama dan kedua, hasil test penguji pertama dan kedua atau jumlah responden item test bernomor ganjil dengan item tes bernomor genap memerlukan korelasi. Begitu pula untuk menilai validitas, kita dapat membandingkan satu ukuran dengan pengukuran lain (validitas prediktif), atau menghitung korelasi berbagai variable yang menjadi komponen konstruk 9validitas konstruk)

Sabtu, 07 Mei 2011

Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diatikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu kredibelitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.Tringulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda mendapatkan data dari wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Tringulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Dalam hal tringulasi, Susan Stainback (1988) menyatakan bahwa “the aim is no to determine the truth about some social phenomenom, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari tringulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Selanjutnya Bogdan menyatakan “what the qualitative researcher is interested in is not truth per se, but rather perspectives. Thus, rather trying to determinate the “truth” of people’s perceptions, the purpose of corroboration is to help researching increase their understanding and the probability that their finding will be seen as credible or worthy of concideration by order”
Tinjauna penelitian kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin apa yang dikemukakan informasi salah, karena tidak sesuai dengan teori, tidak sesuai dengan hukum. Selanjutnya Mathison (1988) mengemukakan bahwa “the value of triangulation lies ini providing evidence-whether convergent, inconsistent, or contracdictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangulasi Patton (1980) menyatakan “can build on the strengths of each type of data collection while minizing the weakness in any single approach”. Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan hanya satu pendekatan.

Copyright from Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV.ALFABETA.

Metode Kualitatif

Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.

Sasaran kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan menyeluruh, sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial.
Pendekatan kualitatif mencangkup berbagai metodelogi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannnya (subject of matter). Oleh karena itu, dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.

Menurut Budi Iawanto (2001:1) menjelaskan “studi yang menggunakan pendekatan kualitatif khazanah dari fenomena empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, life history, wawancara, observasi, sejarah, interaksi dan teks visual maupun konten pesan yang menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna kehidupan individu”. Menurut Craswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memperhatikan interpretasi. Ketiga, penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, penelitian kualitatif menggambarkan bahwa pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar. Kelima, proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membuat konsep, hipotesa dan teori didasarkan data lapangan yang diperoleh serta terus mengembangkan di lapangan dalam proses “jatuh-bangun”.

a. Desain Penelitian Kualitatif
1. Hal-hal umum yang perlu dipahami dalam membuat desain penelitian komunikasi dengan format kualitatif.
a) Rumusan permasalahan
Dalam penelitian kualitatif rumusan permasalahan mempunyai karakteristik tidak terukur, menganggap teori yang mempunyai kemungkinan tidak cocok, tidak akurat, tidak betul dan cenderung bias, berusaha mengeksplorasi dan menggambarkan fenomena dan membangun teori baru.
b) Peranan penelitian
Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif sehingga bias, nilai, dan prasangka penelitian dinyatakan secara emplisit dalam laporan penelitian. Berlandaskan hal tersebut, maka peranan peneliti dalam penelitian kualitatif terbagi menjadi dua elemen seperti berikut : - menggunakan pengalaman masa lalu sesuai dengan topik penelitian – setting lapangan.

2. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data memuat langkah-langkah membuat batasan penelitian, pengumpulan informasi melalui wawancara, dokumen yang tersedia serta gambar-gambar yang berkaitan, serta membuat langkah-langkah memasukkan data.
a) Identifikasi batasan-batasan pengumpulan data. Batasan data yang dikumpulkan harus memperhatikan tempat penelitian, siapa yang akan diteliti dan wawancarai, tema apakah yang akan menjadi topik wawancara, serta pemahaman asli orang yang akan di wawancarai terhadap topik penelitian.
b) Membuat alasan pemilihan prosedur pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif prosedur pengumpulan data terbagi dalam beberapa metode penting, yaitu : observasi, wawancara, pengumpulan dokumen, visual citra, analisis isi dan focus group discussion (FGD). Dalam penelitian kualitatif juga dimungkinkan menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan data, yang disebut dengan metode ganda, maupun trianggulasi.
Copyright from Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi di Masyarakat. Jakarta : Kencana.

Representasi

Dalam politik, representasi berarti beberapa orang yang dipilih oleh rakyat dan berpihak kepada masyarakat secara keseluruhan sebagai ‘perwakilan’ mereka dalam kongress atau parlemen. Hal yang sama berlaku dalam bahasa, media, dan komunikasi, representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas.

Representasi merupakan bentuk konkrit (penanda) yang berasala dari konsep abstrak. Beberapa di antaranya dangkal atau tidak kontroversial - sebagai contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena hujan yang sebenernya sulit ditangkap oleh mata kamera dan susah diproduksi. Akan tetapi beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan budaya dan politik, sebagai contoh : gender, usia, kelas, dst. Karena representasi tidak terhindarkan untuk terlibat dalam proses seleksi, sehingga beberapa tanda tertentu lebih istimewa daripada yang lain, ini terkait dengan bagaimana konsep tersebut direpresentasikan dalam media berita, film, atau bahkan dalam percakapan sehari-hari. Faktanya, Dyer (1993:1) mengklaim bagaimana “kita terlihat menentukan sebagian bagaimana kita diperlakukan ; bagaimana kita memperlakukan orang lain didasarkan bagaimana kita melihat mereka (dan) penglihatan semacam itu datang dari representasi”. Hal ini itu seharusnya hadir bukan sebagai hal yang mengejutkan, kemudian mengenai bagaimana cara representasi diatur melalui pelbagai macam media, genre, dan dalam pelbagai macam wacana memerlukan perhatian yang menyeluruh.

Ras dan gender merupakan contoh bagaimana analisis seharusnya menumbangan tradisi yang terlihat masuk ke dalam representasi yang tidak akurat. Menuut Bogle (1989) “analisis representasi ras dalam sinema memperlihatkan bagaimana rasisme secara implisit dapat ditemukan”. Dalam kasus gender, banyak studi menemukan citra perempuan yang begitu rendah dan beberapa berpendapat bahawa mungkin saja untuk membalikkan hal tersebut dengan menggantikkan representasi negatif ini dengan “citra positif”(Artel dan Wengraf, 1990). Representasi yang jelas datang bersama kuasa budaya, tetapi permintaan akan ‘citra positif’ tidak berjalan terlalu jauh karena tidak semua orang setuju mengenai apa yang disebut represenasi ‘negatif’ dan ‘positif’. Seperti yang diungkapkan oleh Lumby (1997:4): “apakah sesuatu yang universal dimana setiap orang dengan kesadaran feminis yang tepat bisa melihatnya merupakan citra seksis dan merendahkan? ‘Apakah citra ‘gadis nakal’ memiliki citra positif atau negatif? Mencari sesuatu untuk mengembalikan kondisi yang tidak seimbang dengan memproduksi representasi perempuan yang lebih positif juga merupakan suatu hal yang sia-sia jika kondisi materi yang mendasarinya kemudian menjadi kaku-citra negatif mungkin tepat, dalam kata lain.

Ketika mempertimbangkan representasi media, daripada mencari ketetapan, mungkin lebih berguna untuk memahami wacana yang mendukung citra tersebut. Lebih jauh lagi, seseorang tidak bisa menganggap bahwa semua orang membaca sebuah representasi dengan cara yang sama. Analisis apapun seharusnya berhati-hati untuk tidak menuduh sebuah citra sebagai sesuatu yang terlalu mendominasi atau merendahkan, karena penilaian semacam itu berbicara atas nama kelompok yang tidak merasakan hal yang sama.

Copyright from Hartley, Jon. 2004.Communications, Cultural, & Media Studies. Diterjemahkan : Kartika Wijayanti. Yogyakarta : Jalasutra.

Etnogafi

Etnografi merupakan metode penelitian yang berkembang dari ranah antropologi. Etnografi mengkaji suatu kelompok ‘dari dalam’. Dalam antropologi, teknik ini telah digunakan sebagai alat untuk memahami ritus, budaya, dan cara bertahan hidup masyarakat non-Barat. Dalam penelitian komunikasi, etnografi memusatkan perhatiannya pada pemahaman audiens media. During (1993:20) berpendapat bahwa “pendekatan ini telah diadaptasi dalam cultural studies sebagai cara yang mengatasi wacana teoritis”.
Dalam penelitian komunikasi, dimungkinkan untuk mengidentifikasi tiga tipe audiens (During, 1993:21). Bordieu (1984) menjelaskan “penelitian kuatitantif melibatkan survei dengan skala besar dengan tujuan melacak trend atau pola tertentu di antara partisipan” (dalam Benett dkk, 1999). Tipe kedua, Morley menjelaskan “penelitian kualitatif, menggunakan wawancara mendalam (in-depth) atau terfokus untuk mengidentifikasi pola yang sama”(dalam Morrisson, 1998). Kedua metode penelitian ini menyerupai aspek riset pemasaran dan digunakan dalam industri media untuk melacak rating TV. Tipe terakhir dari penelitian ini adalah “etnografi yang mendasarkan dari pada observasi partisipan”(Hobson, 1982). Etnogarfi muncul langsung dari pendekatan antropologi. Etnografi meliputi penelitian yang melibatkan diri dan masuk ke dalam kelompok yang hendak diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan atas pilihan dan sikap mereka (sebagai contoh, cara pandang plihan dan praktek).
Krtitik penelitian etnografi mempertanyakan apakah mungkin untuk meraih sudut pandang objektif atas budaya hanya dengan mengobservasinya. Pada kasus tertentu, individu yang terlibat dalam observasi partisipan mungkin dipengaruhi oleh kehadiran si observer. Dengan demikian mempengaruhi hasil penelitian. Dapatkah partisispan bertindak dan berbicara ‘secara alami’ dengan adanya kehadiran peneliti? Apakah partisipan menunjukkan secara terus menerus peran yang mereka percaya bahwa itulah yang ingin didengar atau dilihat oleh peneliti? “Kehadiran peneliti dalam kelompok terpilih tidak dapat menjamin akses tanpa batas akan realitas yang dihidupi oleh kelompok tersebut, hanya ‘kebenaran parsial’”.(Clifford, 1986).

Terdapat pula perhatian atas peran penelitian dalam etnografi. Sebagai koleksi data penting terasosiasi dengan metode ini diakui dalam penjelasan etnografis, perhatian kecil dibuat atas proses penulisan aktual. Seperti yang dikemukakan oleh Clifford (1986), etnografi sering “mereflesikan ketekunan atas klaim transparasi ideologi representasi dan kesiapan pengalaman”. Dia menyarankan pentingnya mengenali subjektivitas peneliti sendiri dan apa yang mereka bawa dalam penelitian. Peneliti, seperti halnya kelompok yang dianalisis, juga akan menjadi subjek ideologi dan wacana yang akan mempengaruhi kesimpulan yang diambil. Peneliti, seperti halnya objek kajian dalam etnografi, seharusnya dipahami sebagai bagian dari teks yang mungkin membatasi penemuan dari proyek yang tengah berlangsung.

Menurut Jenkins (1992) disitir oleh Brooker (2002) “perkembangan dalam penelitian etnografi audiens yang menghindari isu objektivitas merupakan cultural studies penggemar yang dilakukan oleh peneliti yang memandang diri mereka sendiri sebagai bagian dari kolektivitas yang sama”. Di sini, peneliti tidak membuat klaim apapun atas objektivitas, malahan menawarkan pengetahuan dari kelompok tertentu. Pendekatan subjektif ini menyediakan dua teks peran dan asumsi bahwa peneliti dan temuan pemeriksaan. Pendekatan ini menjungkir-balikkan kebutuhan untuk bicara atas nama sesuatu dan menawarkan kemungkinan dari “transmisi informasi dua arah”.(During, 1993:22)

Copyright from Hartley, Jon. 2004.Communications, Cultural, & Media Studies. Diterjemahkan : Kartika Wijayanti. Yogyakarta : Jalasutra.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More