tag:blogger.com,1999:blog-65425210989962282242024-03-05T10:59:12.374-08:00Statistics and Business Research Assistancesmartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.comBlogger48125tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-86453549433046722922012-09-23T02:06:00.001-07:002012-09-23T02:06:54.509-07:00Cara Menulis Daftar Pustaka<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyKySuQQfpt3nteyJ_OB_0roqYiLYp5B3qfp0Qt510_jHCGf3AFTk_Px-slhvS5wrYxPVYcxrBh0i_y_g4YzGn-JJsfL626_SILVbTV7-sImZikDoAY-64IIND4_COWFlBty0bY-Uj65-p/s1600/0_citation3.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="165" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyKySuQQfpt3nteyJ_OB_0roqYiLYp5B3qfp0Qt510_jHCGf3AFTk_Px-slhvS5wrYxPVYcxrBh0i_y_g4YzGn-JJsfL626_SILVbTV7-sImZikDoAY-64IIND4_COWFlBty0bY-Uj65-p/s320/0_citation3.JPG" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Cara Menulis Daftar Pustaka</b> –
adalah sebuah pengetahuan yang harus dimiliki oleh siapa saja yang
bergerak di bidang akademik, khususnya bagi mereka yang sedang atau akan
menuliskan sebuah tulisan ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau
jurnal-jurnal penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Ada bagian penting yang harus diketahui yaitu <i>cara menulis daftar pustaka</i>.
Sebagaimana yang diketahui bahwa daftar pustaka diharuskan ada sebagai
syarat sebuah penulisan, sebab tulisan yang dibuat sudah seharusnya
merujuk pada teori-teori sebelumnya.<br />
<br />
Adapun contoh <u>cara menulis daftar pustaka</u> kali ini dibedakan berdasarkan sumber pustaka yang diambil. Contohnya sebagai berikut:<br />
<h3 style="text-align: justify;">
Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari JURNAL:<br />
<strong></strong></h3>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: red;">Jamet, R., Guillet, B., Robert, M., Ranger, J., Veneau, G.,</span> 1996. <span style="color: blue;">Study of current dynamics of soils from a podzol–oxisol sequence in Tahiti (French polynesia) using the testmineral technique.</span> <em><span style="color: green;">Geoderma</span></em> <span style="color: #ff6600;">73</span>, <span style="color: purple;">107–124</span>.</strong></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Keterangan Warna:</div>
<div style="text-align: justify;">
Merah : Nama Penulis/Penyusun Jurnal<br />
Hitam : Tahun<br />
Biru : Judul Tulisan<br />
Hijau : Nama Jurnal (dimiringkan)<br />
Orange : Volume Jurnal<br />
Ungu : Halaman Tulisan di Dalam Jurnal</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari BUKU:</h3>
<blockquote>
<h3 style="text-align: justify;">
<span style="color: red;">Yazid, E. dan Nurjanti,L.</span> 2006. <span style="color: blue;">Penentuan Praktikum Biokimia</span>. <span style="color: #ff6600;">Penerbit Andi.</span> <span style="color: purple;">Yogyakarta.</span></h3>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Keterangan Warna:</div>
Merah : Nama Penulis/Penyusun Buku<br />
Hitam : Tahun<br />
Biru : Judul Buku<br />
Orange : Penerbit Buku<br />
Ungu : Kota Tempat Buku Diterbitkan<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
NB: Untuk buku, silakan cantumkan edisi,
volume atau editor jika buku tersebut menyediakan hal seperti itu
dengan meletakkannya pada posisi setelah penulisan judul buku.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari Internet</h3>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: red;">Prabawati</span>, Sulusi., 2008.
<span style="color: blue;">Mengembalikan Pamor Sagu sebagai Pangan Papua</span>. <span style="color: lime;">(http:www.
bb_pascapanen@litbang.deptan.go.id</span>, <span style="color: purple;">diakses 18 Agustus 2008 pukul 20.13
WIB)</span></strong></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Keterangan Warna:</div>
Merah : Nama Penulis<br />
Hitam : Tahun<br />
Biru : Judul Tulisan<br />
Hijau : URL tulisan<br />
Ungu : Tanggal dan Jam Akses Tulisan di Internet (baik itu hanya membaca atau mengunduh tulisan)<br />
<h3 style="text-align: justify;">
Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari Skripsi, Tesis, Disertasi atau Laporan Tugas Akhir</h3>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: red;">Kartini, dkk.,</span> 2004. <span style="color: blue;">Pemanfaatan Tepung Sagu Untuk Produksi Senyawa Prebiotik Pada Ternak DOC (Daily Old Chicken)</span>. <span style="color: green;">Laporan Tugas Akhir</span>. <span style="color: purple;">Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.</span></strong></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Keterangan Warna:</div>
Merah : Nama Penulis/Penyusun<br />
Hitam : Tahun<br />
Biru : Judul Tulisan<br />
Hijau : Jenis Tulisan<br />
Ungu : Instansi yang mengeluarkan tulisan tersebut<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
NB: Penulis yang lebih dari 3 orang,
sebaiknya digunakan (dkk-Indonesia atau et.al-Inggris) dengan
mengutamakan ketua sekaligus penggagas ide dari penulisan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian cara menulis daftar pustaka yang telah saya lakukan selama ini
dari berbagai sumber dan bimbingan dari orang-orang yang berkompeten
mengenai daftar pustaka ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
sumber: http://chemistrahmah.com/cara-menulis-daftar-pustaka.html</div>
<div style="text-align: justify;">
gambar: http://semangatyanghidup.blogspot.com </div>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-71326664614125687622012-09-22T04:37:00.000-07:002012-09-22T04:39:47.613-07:00Tips Bimbingan Skripsi<div id="detil-box-news">
<div id="isi-detil-box-news">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifTzdG53T-1YF7TpLSvqC-_k-trGEtwnPvxcRiwAMnXt_zSqVMHfuYgA0dIxIHmRSMHiNfL9XfvE30wRNZUzFL1nK29To5tq9U3qd0jJBVg8PcFORj6Ye3nOzJSjzPLLHwHXhtz1VEziAO/s1600/bimbingan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifTzdG53T-1YF7TpLSvqC-_k-trGEtwnPvxcRiwAMnXt_zSqVMHfuYgA0dIxIHmRSMHiNfL9XfvE30wRNZUzFL1nK29To5tq9U3qd0jJBVg8PcFORj6Ye3nOzJSjzPLLHwHXhtz1VEziAO/s1600/bimbingan.jpg" /></a></div>
<div class="tgl-judul-detil-news">
<br /></div>
<div class="tgl-judul-detil-news">
<br /></div>
<div class="tgl-judul-detil-news">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Berbagai </b>tantangan
harus dihadapi untuk menjadi sarjana. Banyak mahasiswa yang mengatakan
bahwa tantangan terbesar adalah ketika dalam proses penulisan skripsi.
Namun, kita bisa menyiasatinya, sehingga bimbingan skripsi bisa jadi
lancar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Skripsi Lancar</b><br />
Memilih
tema, menentukan judul, sampai membuat outline jadi aspek penting saat
membuat skripsi. Supaya nggak terjebak dan bingung sendiri, jangan
sungkan minta bantuan dosen pembimbing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Usahakan untuk memilih waktu di
sela-sela jam mengajar beliau–walaupun sebentar, supaya kita nggak
ketinggalan jauh. Mesti rela juga tahan lapar kalau dosen memberi waktu
bimbingan saat waktu makan siang. Namanya juga kita yang butuh, apapun
harus rela dikorbankan, dong?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Ambil Hati Dosen</b><br />
Susahnya
ketemu dosen–apalagi kalau beliau terkenal killer. Ajak beliau untuk
memberi bimbingan skripsi di kafe, jangan lupa traktir segelas kopi dan
kue. Suasana santai bikin dosen lebih nyaman memberikan bimbingan
skripsi, kita juga nggak akan segan-segan untuk berkonsultasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Gunakan Teknologi</b><br />
Saat
ini bimbingan skripsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mahasiswa
tidak harus bertatap muka secara langsung tetapi bisa juga menggunakan
media elektronik untuk berkomunikasi seperti handphone dan internet.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi mahasiswa dapat melakukan bimbingan
skripsi melalui sms, telepon atau chatting di internet. Selain itu,
untuk menghemat pengeluaran, terutama untuk menekan biaya yang digunakan
untuk mengeprint draft skripsi, mahasiswa dapat mengirimkan file
skripsi mereka melalui email. Namun tentu saja tidak semua dosen
pembimbing bersedia memberikan bimbingan dengan cara tersebut. Anda
harus pandai-pandai melobi dosen anda untuk mempermudah penyelesaian
skripsi anda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Siapkan Materi</b><br />
Untuk
memperlancar proses penyusunan skripsi anda, pada saat bimbingan
skripsi anda harus siap dengan materi yang akan anda konsultasikan,
serta perkembangan dari hasil kerja anda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan sampai anda datang ke dosen
pembimbing anda tanpa membawa materi apapun. Tentu saja dosen anda bisa
marah besar. Agar bimbingan skripsi anda efektif, anda dapat membuat
janji dengan dosen pembimbing minimal tiga kali seminggu. Anda harus
bisa menunjukkan bahwa anda bersungguh-sungguh dalam mengerjakan skripsi
anda. Semakin sering anda melakukan bimbingan skripsi, maka akan
semakin cepat pula proses penyusunan skripsi anda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Anti Cemas</b><br />
Skripsi
hampir beres, sidang skripsi tinggal selangkah lagi, nih. Daripada
cemas sampai nggak bisa tidur, segera konsultasi dengan dosen
pembimbing. Tanyakan seperti apa jalannya sidang skripsi dan apa saja
yang harus dipersiapkan–mulai dari materi skripsi, fisik, sampai mental.
Jangan lupa minta dukungan dari beliau yang saat sidang nanti juga akan
mendampingi kita. Jika saat sidang nanti kita mentok dan nggak bisa
menjawab, beliau pasti turun tangan, deh. <b>(*/hijrah) </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>sumber:http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=24647 </b></div>
</div>
</div>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-62432186270586976642012-09-18T04:42:00.000-07:002012-09-18T04:42:13.455-07:004 Tips Menyelesaikan Skripsi untuk Mahasiswa Penakut<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggcqcttmtN96uzEvb45ZEcI9P2JBX2nykQQT8D73vA0q291cMX6n2XprQ5WkBewvVGXVDlMQxhSoAZfQonyietOu2N7yefsJHZCrq1x_WCxQ7LUYbnl6kN2lm_WLSEYgDOYz3qViMcTejE/s1600/skripsi-mahasiswa.jpg" /></div>
<br />
Bermacam masalah biasanya mewarnai perjalanan mahasiswa dalam
perjuangannya pada fase akhir studi yang digeluti. Masalah dalam
penyelesaian skripsi bisa datang dari banyak aspek, biasanya dari
penentuan rumusan masalah, kelengkapan literatur, sampai dengan dosen
yang mengawasi mahasiswa dalam pengerjaan skripsi yang biasa kita kenal
sebagai dosen pembimbing.<br />
<br />
<h2>
<span style="font-size: small;">1) Usahakan noticeable</span></h2>
<h2>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;">Kamu bukan mahasiswa terkenal, kutu buku, atau seorang yang introvert?
Enggak perlu risau. Yang perlu kamu lakukan cukup menjadi 'noticeable'
atau dikenal. Caranya mudah, perkenalkan namamu, jurusan yang kamu ambil
dan topik skripsi yang akan kamu angkat. Pastikan pekenalan ini dimulai
pada timing yang tepat. Sebelum dosen mulai mengajar, setelah makan
siang, atau saat awal bimbingan. Biasanya pembimbing akan lebih
memperhatikan skripsi mahasiswa yang dia kenal cukup baik.</span></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: small;">2) Jalin Komunikasi</span></h2>
<h2>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;">Mintalah nomor kontak lengkap dosen pembimbingmu, dari nomor ponsel,
nomor telepon rumah, alamat email hingga alamat rumah dan kantornya.
Percaya, deh, pasti kamu akan butuh menghubunginya di luar jam kuliah
atau bimbingan.</span><br style="font-weight: normal;" /><span style="font-weight: normal;">
</span><br style="font-weight: normal;" /><span style="font-weight: normal;">
Dosen pembimbing bisa dikatakan cukup sibuk karena dia tak hanya
mengurusi skripsimu. Cari waktu yang tepat untuk ngobrol topik lain,
biasanya saat dosen tidak sedang mengajar atau menunggu jam bimbingan.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;"> </span></span></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: small;">3) Prinsip "Putus Urat Malu"\</span></h2>
<h2>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;">Berani bertanya untuk kelengkapan data skripsimu, semisal literatur
rujukan, teknis pengumumpulan data, pemilihan sampel, sampai dengan
prosedur penelitian. Jika merasa yakin dengan data atau argumentasimu,
kemukakan saja, minta kritik dan sarannya. Catat semua kritik dan
sarannya, hal itu berguna saat sidang. Bawakan dosenmu buah atau kudapan
saat jam bimbingan, kalaupun tidak dimakan atau bahkan dimarahi, cuek
saja.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;"> </span></span></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: small;">4) Selesaikan Cepat dan Tepat</span></h2>
<h2>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;">Jika kamu bisa mengerjakan skripsimu lebih awal dari yang dijadwal, itu
bagus. Kamu akan punya waktu lebih banyak dengan pembimbingmu untuk
berdiskusi mengenai kekuranganmu. Akan tetapi lebih baik lagi jika kamu
mengerjakannya dengan tepat, baik data maupun teknis penulisan.</span><br style="font-weight: normal;" /><span style="font-weight: normal;">
</span><br style="font-weight: normal;" /><span style="font-weight: normal;">
Ingat, pekerjaan dosen bukan hanya mengurusi skripsimu, jadi jika kamu
bisa menyelesaikan dengan cepat dan tepat itu akan meringankan bebannya.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikapnya, bukan hanya padamu,
tetapi juga pada skripsimu.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;"> </span></span></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: small;"><br /></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: small;"><span style="font-weight: normal;">sumber: http://www.ronywijaya.web.id/2011/07/4-tips-menyelesaikan-skripsi-untuk.html</span></span></h2>
<h2>
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-weight: normal;"> </span></span></h2>
<h2>
<br /></h2>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-41347868216927897762012-09-17T02:37:00.003-07:002012-09-17T02:37:47.522-07:00Peran Teori dalam Penelitian<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJ0LdnpeyRwo_OYx_p2lvboQBYf3d628qiRAduz1FAfUOwSUZKQSzD3oGuxqDGD-UKUBgV06ftHuwGFSsYV1kd5Sm0etbeIy76ytMUD4oFOOE5QmCUHkkLk2WGBdOiVNTPd4a7cLFX5SCd/s1600/Foto4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJ0LdnpeyRwo_OYx_p2lvboQBYf3d628qiRAduz1FAfUOwSUZKQSzD3oGuxqDGD-UKUBgV06ftHuwGFSsYV1kd5Sm0etbeIy76ytMUD4oFOOE5QmCUHkkLk2WGBdOiVNTPd4a7cLFX5SCd/s200/Foto4.jpg" width="200" /></a></div>
<br />
<br />
Salah satu poin penting dalam penelitian ialah dasar teori yang
digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian. Lalu apakah ‘teori’ itu?
Apa yang tidak termasuk dalam teori? Apa saja contoh-contoh teori dalam
penelitian? Untuk apa teori dalam penelitian?<br />
<br />
Teori adalah suatu kumpulan pernyataan yang secara bersama
menggambarkan (describe) dan menjelaskan (explain) fenomena yang menjadi
fokus penelitian.<br />
<br />
Perlu dipahami bahwa literature review, daftar pustaka, data penelitian, grafik, hasil penelitian sebelumnya, adalah <span style="text-decoration: underline;">bukan</span> termasuk dalam definisi teori.<br />
<br />
Contoh teori yang digunakan dalam beberapa area penelitian di lingkup ilmu sosial misalnya:<br />
- pendidikan: teori perkembangan moral siswa, teori siklus karir guru<br />
- psikologi: teori attribusi (attribution), teori penguatan (reinforcement), teori pembelajaran, dan teori konstruk pribadi.<br />
- sosiologi: teori acuan kelompok, teori stratifikasi sosial, teori kepribadian vocational.<br />
- management: teori kepemimpinan, resource-based view, teori reseource-dependence, teori absorptive capacity.<br />
- akuntansi: teori keagenan (agency theori), teori stewardship.<br />
<br />
Lalu apa peran dari teori? Apakah setiap penelitian harus menggunakan teori?<br />
Sebelum membahas ini, perlu dipahami dua jenis penelitian: penelitian
deskriptif (description) dan penelitian penjelasan (explanation).<br />
<br />
Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengumpulkan, menyusun dan
meringkas informasi tentang hal yang menjadi fokus penelitian. Deskripsi
disini ialah untuk menggambarkan apa yang telah terjadi, atau bagaimana
sesuatu terjadi, atau seperti apakah suatu peristiwa, orang atau
kejadian itu.<br />
<br />
Penelitian penjelasan (explanation) dilakukan untuk menjelaskan dan
mempertimbangkan informasi deskriptif. Ini dilakukan untuk mencari
alasan atas sesuatu, menunjukkan mengapa dan bagaimana sesuatu itu.<br />
Dari sini dapat dilihat jika penelitian penjelasan (explanation) bisa
mencakup penelitian deskriptif. Namun, penelitian deskriptif tidak
mencakup penelitian penjelasan (explanation).<br />
<br />
Dalam konteks penelitian penjelasan (explanation), satu atau lebih
teori dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian penjelasan berkenaan
dengan menguji atau memverifikasi teori atau menghasilkan teori, atau
bisa keduanya. Sedangkan dalam penelitian deskriptif tidak dibutuhkan
teori, karena penelitian hanya bertujuan untuk menggambarkan hal-hal
yang menjadi fokus studi.<br />
<br />
Baik penelitian deskriptif atau explanation dibutuhkan dalam
penelitian. Tidak ada yang lebih baik satu dibandingkan dengan lainnya.
Lebih pada tujuan penelitian dan tingkat perkembangan penelitian dalam
area penelitian terkait.<br />
<br />
Untuk area penelitian yang relatif baru (misalnya, bagaimana peran
Internet dalam menunjang proses belajar-mengajar di dalam kelas),
penelitian deskriptif dapat digunakan. Untuk area penelitian yang telah
berkembang (misal hubungan antara tingkat kelas sosial dengan prestasi
siswa) digunakan penelitian yang bersifat penjelasan (explanation).<br />
<br />
Peran teori dalam penelitian ialah memberi justifikasi pemilihan dan
penggunaan variabel dalam model penelitian dalam menjawab pertanyaan
penelitian. Lebih jauh, fungsi dari teori ialah menggambarkan dan
menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.<br />
<br />
Demikian. Semoga ada manfaatnya.<br />
<br />
sumber: http://syaifulali.wordpress.com/2010/01/24/apa-peran-teori-dalam-penelitian/ <br />
gambar: <span class="rg_ctlv"><span id="rg_hr">desintesis.blogspot.com</span></span>smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-29009416501582296852012-09-16T01:51:00.001-07:002012-09-16T01:51:44.328-07:00Diagram Tulang Ikan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYmX0SZ7QqsolrtlCmkxfeMw6Pi7BNg4AyBYmvy9cQWxyMg8no_CZLIHH4IIkMktCa8C8mOY9yP4gcihacNwmnIy36lBEJSvgXd4EjQwzWgoPzRqfSiQhRRV6ggzYDksPTQj2hrCIAqAFo/s1600/fishbone11.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="188" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYmX0SZ7QqsolrtlCmkxfeMw6Pi7BNg4AyBYmvy9cQWxyMg8no_CZLIHH4IIkMktCa8C8mOY9yP4gcihacNwmnIy36lBEJSvgXd4EjQwzWgoPzRqfSiQhRRV6ggzYDksPTQj2hrCIAqAFo/s320/fishbone11.jpg" width="320" /></a></div>
<h3>
<span style="font-size: small;"><i>Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode / tool di dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan cause effect diagram. Khusus di dalam kasus penyusunan rencana penelitian, rekan-rekan mahasiswa sering kesulitan di dalam memformulasikan perencanaan urutan serta metode penelitiannya ke dalam ilustrasi skema kerangka penelitian. Dengan demikian, teknik diagram tulang ikan ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.</i></span></h3>
<br />
<b>Diagram Tulang Ikan</b><br />
<br />Penemu diagram tulang ikan adalah seorang ilmuwan jepang pada tahun 60-an bernama Dr. Kaoru Ishikawa, kelahiran 1915 di Tokyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo. Karena itulah sering juga diagram tulang ikan ini disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan data verbal (<i>non-numerical</i>) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga diperkirakan sebagai orang pertama yang memperkenalkan tujuh alat atau metode pengendalian kualitas (7 tools). Yakni<i> fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, </i>dan <i>flowchart.</i><br />
Kenapa di sebut sebagai diagram tulang ikan? Karena bentuknya menyerupai tulang ikan yang bagian moncong kepalanya menghadap ke kanan. Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. <b>Efek atau akibat</b> dituliskan sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh<b> sebab-sebab </b>sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Umumnya penggunaan <i>fishbone </i>adalah untuk disain produk dan mencegah kualitas produk yang jelek (<i>defect</i>). Mekanisme penggunaan metoda diagram tulang ikan ini adalah melalui pengklasifikasian sesuai dengan sebab-sebab, berikut adalah beberapa pendekatannya.<br />
• Pendekatan <i>The 4 M’s </i>(digunakan untuk perusahaan manufaktur) :<br />• <i>Machine (Equipment), Method (Process/Inspection), Material (Raw,Consumables etc.), Man power.</i>• Pendekatan <i>The 8 P’s </i>(digunakan pada industri jasa) :<br />• <i>People, Process, Policies, Procedures, Price, Promotion, Place/Plant, Product<br />•</i> Pendekatan <i>The 4 S’s </i>(digunakan pada industri jasa) :<br />• <i>Surroundings , Suppliers, Systems, Skills<br />•</i> Pendekatan 4 P (pendekatan manajemen pemasaran)<br />• <i>Price , Product, Place, Promotion</i><br />
<br />
<br />
Langkah-langkah untuk belajar dan menerapkan diagram tulang ikan adalah :<br />
1. Fokuskan pada satu hal akibat yang diamati, di ruang lingkup yang lebih kecil dahulu. Kemudian hal yang besar jika sudah terlatih.<br />2. Sebab lebih dari satu. Sehingga jangan berhenti untuk bertanya mengapa? Penentuan sebab-sebab juga bisa dengan <i>branstorming.</i><br />3. Buatlah usulan perbaikan jangka pendek dan jangka panjang dari sebab-sebab permasalahan.<br />4. Kerja tim dan dukungan kepemimpinan adalah hal penting.<br />5. Teruslah berlatih.<br />
<br />
Sebagai gambaran sebuah diagram tulang ikan misalnya adalah mengenai pencarian solusi mengapa produk sebuah mobil di industri manufaktur tidak bisa berjalan. Sebab-sebabnya dipilah sesuai dengan pendekatan jenis kelamin operator perakitan (pria atau wanita), lingkungan, metode dan bahan. Semakin dekat garis sebab dengan akibat, semakin perlu diperhatikan. Faktor lingkungan dipilah lagi menjadi dua sub bagian. Yakni faktor temperatur dan cahaya. Diperkirakan cahaya terlalu banyak dan temperatur terlalu rendah. Demikian seterusnya dilakukan analisis yang sama terhadap sebab-sebab yang ada. Kemudian setelah diketahui betul sebab-sebab yang ada, maka dapat dibuat kerangka pemecahan masalahnya dan diakhiri dengan adanya perbaikan lingkungan kerja, metode dan bahan.<br /><br />Diagram ini memang lebih banyak diterapkan oleh departemen kualitas di perusahaan manufaktur atau jasa. Tapi di sektor lain sebenarnya juga bisa, seperti pelayanan masyarakat, sosial dan bahkan politik. Karena sifat metode ini mudah dibuat dan bersifat visual. Walaupun kelemahannya ada pada subjektivitas si pembuat.<br /><br />Dari pengertian di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain bisa digolongkan dalam beberapa bagian: material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat, ketika sudah ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”<br />
<br /><b>Diagram Sebab Akibat</b><br /><br />Bagian yang penting berikutnya adalah Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan dalam menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kebiasaan untuk mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang dihadapi boleh diikuti dimana brainstorming mengenai permasalahan yang sedang dihadapi sangatlah penting. Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.<br /><br />Ini tentu bisa dimaklumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh. Masalah-masalah klasik di industri manufaktur seperti:<br />• keterlambatan proses produksi<br />• tingkat defect (cacat) produk yang tinggi<br />• mesin produksi yang sering mengalami trouble<br />• output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi<br />• produktivitas yang tidak mencapai target<br />• complain pelanggan yang terus berulang <br />dan segudang masalah besar dan rumit lainnya, perlu ditangani dengan benar.<br />
<br />Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif. Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali. Oleh sebab itu menggali masalah harus sampai ke akarnya sehingga masalah dituntaskan. (<i>Wir</i>) <br /><i> </i><br />
<i>sumber: vibizmanagement.com </i><br />
<br />smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-57013905142477898742012-09-15T00:31:00.006-07:002012-09-15T09:36:48.237-07:00STRATEGI TINGKATAN BISNIS – BUSINESS LEVEL STRATEGY (BLS)<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<br />
<span style="font-size: 130%; font-weight: bold;">BLS (</span><span style="font-size: 130%; font-style: italic; font-weight: bold;">Business Level Str</span><span style="font-size: 100%;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijsxonAps3kt7q8xIpZL_jBeO5z-YC2hiqQXg15nKfYZe6RQX-iiiToxIPMHNmNz-XCSXp8PQs_6nfI4tIZcomYxn-mBwXbksVw_D3mcgDSHIdFwfbBrq_AfI5O5ixdB2-B858O2Au0Fj6/s1600/generic-business-strategy.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5788311082710767330" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijsxonAps3kt7q8xIpZL_jBeO5z-YC2hiqQXg15nKfYZe6RQX-iiiToxIPMHNmNz-XCSXp8PQs_6nfI4tIZcomYxn-mBwXbksVw_D3mcgDSHIdFwfbBrq_AfI5O5ixdB2-B858O2Au0Fj6/s320/generic-business-strategy.jpg" style="float: left; height: 202px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 293px;" /></a></span><span style="font-size: 130%; font-style: italic; font-weight: bold;">ategy</span><span style="font-size: 130%; font-weight: bold;">) </span><span style="font-size: 130%;">adalah langkah yang ditempuh oleh para manager dalam memanfaatkan sumberdaya dan kompetensi perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif terhadap pesaing di dalam suatu industri. Dasar perumusan BLS ialah kebutuhan pelanggan (apa yang diinginkan), kelompok pelanggan (siapa yang membutuhkan), dan </span><span style="font-size: 130%; font-style: italic;">distinctive competencies</span><span style="font-size: 130%;"> (kompetensi yang menonjol) untuk merespons kebutuhan pelanggan.</span><br />
<br />
<br />
<b>1. Diferensiasi Produk berdasarkan Kebutuhan Pelanggan</b><br />
<br />
Kebutuhan pelanggan adalah keinginan pelanggan yang dapat dipuaskan dengan barang atau jasa. Diferensiasi produk adalah proses penciptaan keunggulan kompetitif melalui disain produk atau jasa; setiap perusahaan sampai batas tertentu harus berupaya memproduksi produk dalam berbagai bentuk, mutu, disain dsb. sesuai keinginan berbagai kelompok<br />
masyarakat yang tingkat pendapatan dan seleranya berbeda-beda.<br />
<br />
<b>2. Segmentasi Pasar yg muncul oleh adanya Kelompok Pelanggan</b><br />
<br />
Segmentasi pasar adalah pengelompokan pelanggan berdasar kebutuhan atau preferensi (keinginan). Ini diadopsi dalam strategi penciptaan keunggulan kompetitif. Misalnya, General Motors mengelompokkan pelanggan berdasar income dan membuat mobil sesuai dengan<br />
income tersebut.<br />
<br />
Pada dasarnya terdapat 3 strategi untuk segmentasi pasar<br />
(a) Mengabaikan perbedaan kebutuhan pelanggan, semua pelanggan sama.<br />
(b) Mengelompokkan pasar dan membuat produk untuk setiap kelompok.<br />
(c) Memperhatikan kelompok pelanggan dan memilih satu kelompok sebagai target.<br />
<br />
<b>3. <span style="font-style: italic;">Distinctive competencies </span></b>adalah kompetensi menonjol dan unik yang dimiliki perusahaan, dan dapat dimanfaatkan untuk memenangkan persaingan dalam memuaskan pelanggan. Kompetensi ini meliputi efisiensi, mutu, inovasi, dan respon pada pelanggan.<br />
<br />
<span style="font-size: small; font-weight: bold;">"Memilih BLS Generik"</span><br />
<span style="font-weight: bold;"><br /></span><b>1. Strategi keunggulan biaya (<span style="font-style: italic;">cost leadership</span>)</b><br />
<br />
Memproduksi sesuatu lebih murah dibanding pesaing Menjual lebih murah tetapi menghasilkan laba yang sama. Bila persaingan meningkat, akan lebih unggul karena dapat menurunkan harga dan masih menghasilkan laba. Bagaimana mencapai <span style="font-style: italic;">cost leadership</span> ?<br />
- Memfokus pada kompetensi manufaktur dan manajemen material yang efisien.<br />
- Mengurangi perhatian pada diferensiasi produk dan segmentasi pasar.<br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Cost leadership </span>dalam konteks <span style="font-weight: bold;">Porter's 5 Forces Model</span> :<br />
- Relatif aman dari pesaing dan dari gangguan <span style="font-style: italic;">supplier, buyers</span> dan substitut.<br />
- Kelemahannya adalah : pesaing dapat memproduksi murah, dan selera pelanggan dapat berubah.<br />
<br />
<b>2. Strategi Diferensiasi</b><br />
<br />
Menciptakan keunggulan kompetitif dengan produk yang unik dan sesuai selera pelanggan. Keunikan dapat diciptakan melalui: mutu, inovasi, dan respon pelanggan. Diferensiasi umumnya dilakukan sesuai segmentasi pasar, yaitu membuat produk yang unik di setiap segmen. <span style="font-style: italic;">Broad differentiator</span>, hanya melayani segmen tertentu sesuai kompetensi yang dimiliki perusahaan. Misalnya Sony membuat 24 model TV untuk berbagai segmen; harganya di setiap segmen; selalu lebih mahal dibanding TV lain. Mercedez tidak berminat mengisi semua segmen pasar. <span style="font-style: italic;">Distinctive competency</span> dari diferensiator bersumber pada inovasi dan teknologi karena itu R & D di sini sangat penting di samping fungsi sales.<br />
<br />
Kelebihan strategi diferensiasi :<br />
- <span style="font-style: italic;">Brand loyalty</span> melindunginya dari pesaing<br />
- Supliers dan buyers umumnya bukan ancaman<br />
- Ancaman substitut tergantung pada derajat keunikan substitut yang dapat mengancam brand loyalty, dan perbedaan harga<br />
Kelemahan strategi diferensiasi : Kemampuan mempertahankan keunikan di alam kemajuan teknologi; bila keunikan pada penampilan fisik, mudah ditiru. Keunikan yang intangibles (tidak berwujud) lebih kuat.<br />
<br />
<b>3. Strategi <span style="font-style: italic;">Cost-Leadership </span>dan Diferensiasi</b><br />
<br />
Kemajuan teknologi produksi seperti FMT memungkinkan perusahaan mengadopsi strategi <span style="font-style: italic;">cost leadership </span>dan diferensiasi sekaligus. Artinya, memproduksi beragam model dengan biaya yang relatif murah. Misalnya penggunaan robot mengurangi biaya produksi meski volume relatif kecil. Reduksi biaya di Chrysler dilakukan dengan dengan menerapkan standardisasi banyak component parts. Industri mobil juga menyediakan opsi berupa paket. Juga penerapan JIT dalam logistik.<br />
<br />
<b>4. Strategi Fokus</b><br />
<br />
Memfokus pada segmen pasar tertentu; perusahaan melakukan spesialisasi. Misalnya<br />
pasar "orang kaya", petualang, vegetarian, mobil balap, mobil pedesaan, dll.<br />
Setelah memilih segmen pasar yang diinginkan, strategi fokus diimplementasikan melalui<br />
pendekatan diferensiasi atau cost leadership. Pada hakekatnya perusahaan dengan strategi fokus adalah <span style="font-style: italic;">cost leader</span><span style="font-style: italic;"> </span>atau diferensiator khusus.<br />
Bila perusahaan menggunakan pendekatan <span style="font-style: italic;">low-cost, </span>berarti bersaing dengan <span style="font-style: italic;">cost leader.</span> Misalnya memfokus pada <span style="font-style: italic;">small-volume custom products </span>yang memiliki keunggulan biaya dan membiarkan <span style="font-style: italic;">large-volume </span>pada <span style="font-style: italic;">cost leader</span>.<br />
Bila memakai pendekatan diferensiasi maka akan bersaing dengan diferensiator. Misalnya Porche bersaing dengan GM di segmen pasar mobil sport.<br />
Kelebihan strategi focus, adalah aman terhadap buyers, substitut, maupun pesaing karena keunikan produk dan brand loyalty tapi agak lemah terhadap supplier karena membeli inputs dalam volume kecil. Kelemahan lain adalah, harga produk selalu tinggi dan bila selera dan preferensi pelanggan berubah, sangat sulit berpindah segmen.<br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Stuck-in-the-middle </span>terjadi jika perusahaan telah memilih produk / pasar sedemikian rupa<br />
tapi kemudian dengan perubahan lingkungan pasar ternyata tidak mampu menciptakan atau mempertahankan keunggulan kompetitif. Contoh: Holiday Inn pada tahun 1980-an, tapi dengan strategi baru, bisa keluar dari kemelut ini. Semula <span style="font-style: italic;">focuser </span>kemudian menjadi broad <span style="font-style: italic;">differentiator</span>. Misalnya perusahaan penerbangan People Express (murah, niche sempit) tapi tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, ditelan oleh Texas Air.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">"Strategi Investasi pada Business Level"</span><br />
<span style="font-weight: bold;"><br /></span>Strategi investasi adalah langkah-langkah alokasi sumberdaya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan terkait erat dengan BLS. Besar investasi untuk berbagai strategi berturut-turut ialah : <span style="font-style: italic;">cost leadership & differentiation, differentiation, cost l</span><span style="font-style: italic;">eadership, dan focus.</span><br />
<br />
Dua faktor yang menetukan strategi investasi: posisi perusahaan dalam industri dan siklus hidup<span style="font-style: italic;"> (life-cycle) </span>industri dimana perusahaan bersaing.<br />
<br />
<br />
(a) Posisi kompetitif<br />
- Posisi bersaing perusahaan dapat dilihat dari 2 hal yaitu <span style="font-style: italic;">market share</span> dan sifat<span style="font-style: italic;"> distinctive competencies </span>yang dimiliki.<br />
- Makin besar pangsa pasar, makin kuat posisi bersaing, investasi semakin menjanjikan.<br />
- Keunikan, kekuatan, dan banyaknya <span style="font-style: italic;">distinctive competencies </span>yang dimiliki perusahaan membuat posisi bersaingnya kuat dan investasinya lebih menjanjikan.<br />
<br />
(b) Efek <span style="font-style: italic;">Life-cycle Industri</span><br />
Setiap fase industri memiliki lingkungan industri yang berbeda dan peluang serta ancaman yang berbeda. Persaingan paling kuat terjadi pada fase shakeout dan yang paling kecil persaingan pada fase embrionik. Karena itu setiap fase industri memiliki implikasi investasi yang berbeda.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">"Memilih Strategi Investasi pada Berbagai Fase Dalam <i>Lifecycle </i>Perusahaan"</span><br />
<span style="font-weight: bold;"><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHet_n5tir8-dCftpPsxXpnVz3OqJ5AWGqDiBrFNSfE4M1mKVuWOpQxXQumMls5mPHnDP1jQk4WwLNBwzqyyETUZxGm6DOSwlFceR-oZuiFOb1uPIDO3UulrV8y37kCxxKhWfN-U23aHxs/s1600/Untitled+picture.png"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5788307691720980162" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHet_n5tir8-dCftpPsxXpnVz3OqJ5AWGqDiBrFNSfE4M1mKVuWOpQxXQumMls5mPHnDP1jQk4WwLNBwzqyyETUZxGm6DOSwlFceR-oZuiFOb1uPIDO3UulrV8y37kCxxKhWfN-U23aHxs/s320/Untitled+picture.png" style="float: left; height: 172px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 424px;" /></a><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
(a) Fase embrionik<br />
Kebutuhan investasi tinggi karena diperlukan untuk membentuk keunggulan kompetitif<br />
strategi investasi yang sesuai ialah share-building strategy. Sasaran utama ialah membangun market share dan menciptakan keunggulan kompetitif yang unik dan stabil. Memerlukan sumberdaya besar untuk membangun kompetensi R & D dan marketing.<br />
<br />
(b) Fase pertumbuhan<br />
Tugas utama perusahaan ialah melakukan konsolidasi dan menciptakan basis kuat untuk survive. Strategy investasi yang sesuai ialah growth strategy. Sasaran utama ialah mempertahankan / meningkatkan posisi bersaing karena banyak pesaing ingin masuk.<br />
Untuk menjadi diferensiator diperlukan investasi untuk R & D.<br />
Cost leadership memerlukan investasi untuk pengembangan state-of-the-art machinery.<br />
Perusahaan yang memiiki posisi bersaing rendah akan menganut market concentration strategy; mereka melakukan spesiaisasi tertentu atau menganut strategi fokus untuk konsolidasi dan mengurangi investasi.<br />
<span style="font-weight: bold;"><br /></span>(c) Fase <span style="font-style: italic;">shakeout</span><br />
Karena persaingan yang semakin ketat perusahaan yang kuat butuh <span style="font-style: italic;">share-increasing strategy</span> untuk menarik pelanggan dari perusahaan lemah atau yang keluar. Bagi <span style="font-style: italic;">cost leader</span>, butuh investasi untuk cost control. Bagi diferensiator. investasi perlu untuk marketing dan after sales service. Perusahaan lemah akan menganut <span style="font-style: italic;">market concentration strategy</span> (spesialisasi di segmen atau produk tertentu); perusahaan yang akan keluar menganut <span style="font-style: italic;">harvest</span> atau <span style="font-style: italic;">liquidation</span><br />
<span style="font-style: italic;">strategy.</span><span style="font-style: italic; font-weight: bold;"></span><br />
<span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><br /></span>
(d) Fase <span style="font-style: italic;">maturity</span><br />
Di sini strategy investasi sangat tergantung pada situasi persaingan yang terjadi. Bila persaingan ketat, perusahaan perlu investasi untuk mempertahankan posisi atau <span style="font-style: italic;">hold-andmaintain</span><span style="font-style: italic;"> strategy</span>. Diferensiator mungkin akan investasi untuk meningkatkan <span style="font-style: italic;">after sales service.</span><span style="font-style: italic;"> Cost leader </span>mungkin akan melakukan investasi dalam penerapan teknologi mutakhir. Banyak juga perusahaan yang sudah merasa mapan dan mengadopsi profit strategy yaitu berupaya memaksimalkan laba dari investasi sebelumnya dan investasi relatif kecil.<br />
<br />
(e) Fase <span style="font-style: italic;">decline</span> (menurun)<br />
Ketika <span style="font-style: italic;">demand</span> mulai menurun. perusahaan mulai melakukan <span style="font-style: italic;">market concentration strategy </span>yaitu konsolidasi produk dan pasar. Ada juga perusahaan yang menganut <span style="font-style: italic;">asset reduction strategy</span> (<span style="font-style: italic;">harvest strategy</span>), membatasi dan mengurangi investasi, dan mengambil semaksimal mungkin hasil dari investasi sebelumnya. Perusahaan bersiap-siap keluar dari industri.<br />
Perusahaan yang posisinya lemah mungkin menganut <span style="font-style: italic;">turnaround strategy </span>(strategi “balik”,<br />
atau mengubah sama sekali starteginya) mencari strategi baru yang lebih mantap berdasarkan perhitungan biaya. Bila turnaround tidak mungkin, perusahaan biasanya melakukan <span style="font-style: italic;">liquidation </span>dan<span style="font-style: italic;"> divesture</span> yakni keluar dari industri melalui likuidasi asset atau menjual bisnis. <span style="font-style: italic;">(Wir)</span><br />
<br />
<span style="font-style: italic;"> </span>______________________<span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="font-size: 78%;"> </span></span><br />
<span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="font-size: 78%;">Buku teks utama:<br />Charles W J Hill & Gareth R Jones: Strategic Management Theory, An Integrated<br />Approach. Houghton Mifflin Company, Boston, New York. Fourth<br />Edition (1998); Fifth Edition (2001)<br />Instructor: Prof. Rudy C Tarumingkeng, PhD</span></span><br />
<br />
<br />
<br />smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-4174205294354209192012-09-14T16:38:00.002-07:002012-09-14T17:16:48.318-07:00Perumusan Masalah dan Penentuan Metode Penelitian<div align="center"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7VnTQ8v5HgfKLbS05_H8Je-DS2L4zsMGQTzj8lXN2WboygRtSWM03cd1MW2pWBxi401gj1-uk6pVNoFC2EeGFTnfdihBsVnqBJJnLAgKyO2uUGR_vTQnafl7XluHAgDmvbK6WMxGxwDRw/s1600/metode-penelitian-sosial.jpg"><img style="float: left; margin: 0px 10px 10px 0px; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7VnTQ8v5HgfKLbS05_H8Je-DS2L4zsMGQTzj8lXN2WboygRtSWM03cd1MW2pWBxi401gj1-uk6pVNoFC2EeGFTnfdihBsVnqBJJnLAgKyO2uUGR_vTQnafl7XluHAgDmvbK6WMxGxwDRw/s320/metode-penelitian-sosial.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5788190158692183778" height="194" width="258" border="0" /></a><br /></div><span style="font-size:130%;"><i><span style="font-weight: normal;"></span></i></span><span style="font-size:130%;"><i><span style="font-weight: normal;">Salah satu komponen yang sangat penting dan menentukan kualitas sebuah penelitian ilmiah adalah rumusan masalah. Dalam hal ini yang dimaksud masalah adalah masalah ilmiah penelitian (scientific research problems). Masalah penelitian inilah yang akan dipecahkan atau dicarikan solusinya melalui suatu proses penelitian ilmiah.<br /><br /></span></i></span><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size:130%;"><i><br /></i></span>Berbeda dengan rumusan-rumusan masalah pada umumnya, seperti laporan-laporan proyek, dalam penelitian ilmiah dituntut untuk memenuhi beberapa kriteria, antara lain masalah dirumuskan dengan kalimat tanya, sebaiknya hindari kata tanya “sejauh manakah” atau “seberapa besarkah”, dsb. Kriteria lain adalah setiap rumusan masalah minimal terdapat dua faktor atau variabel yang dihubungkan atau dibedakan, dan terakhir adalah variabel-variabel tersebut harus dapat diukur dan di-manage (measurable and managable).<br /></span></span><h3 style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Agar dapat diukur maka variabel-variabel tersebut harus konseptual, artinya variabel tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan. Variabel dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.<br /></span></span></h3><h3 style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Hal lain yang perlu diperhatikan peneliti adalah dalam menentukan atau memilih variabel. Berdasarkan namanya, variabel memiliki ciri harus bervariasi. Insentif disuatu perusahaan atau institusi untuk golongan yang sama bukan variabel, tetapi fakta karena besarnya sama untuk golongan atau jenjang (level of job) yang sama. Kinerja (performances) adalah variabel karena setiap orang memiliki level of perfomances yang berbeda, demikian juga motivasi kerja atau kepuasan kerja, jelas dapat dipakai sebagai variabel karena tiap orang memiliki variabel tersebut yang bervariasi.</span></span></h3><br /><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Namun ada juga peneliti kadang keliru menyebut misalnya kebijakan sebagai variabel sebab kebijakan disuatu perusahaan atau lembaga tidak akan dan tidak pernah bervariasi. Jadi dalam hal ini para peneliti harus secara logis menentukan berkaitan dengan apa yang hendak diukur terhadap kata kebijakan tersebut atau apa yang bervariasi terhadap kebijakan itu, seperti mungkin persepsi karyawan terhadap kebijakan atau penilaian atau pemahaman karyawan, jadi dalam hal ini yang bervariasi tentu persepsinya, penilaiannya atau pemahamannya terhadap kebijakan tersebut.</span></span></h3><br /><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Oleh karena itu, apabila ditanya apa variabelnya maka jawabannya adalah persepsi atau pemahaman, sehingga peneliti dituntut untuk mencari teori-teori tentang persepsi atau pemahaman terhadap kebijakan. Jadi variabelnya bukan kebijakan, karena kebijakan tidak bervariasi. Faktor the naming variable sangat mempengaruhi peneliti dalam menentukan teori-teori yang akan diterapkan dalam sebuah karya ilmiah baik itu skripsi, tesis bahkan disertasi. Demikian juga contoh-contoh lain seperti budaya organisasi, iklim organisasi, konpensasi, rekrutmen, gaji, pemberdayaan, dsb.<br /></span></span></h3><h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Dalam penelitian ilmiah, variabel pada umumnya ada dua yaitu variabel bebas (independent variable) yang dapat mempengaruhi atau lebih dulu terjadi terhadap variabel lain yang disebut variabel terikat (dependent variable). Variabel terikat inilah yang menentukan the main topic seorang peneliti yang mencerminkan spesialisasinya.<br /></span></span></h3><h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Berdasarkan pengalaman membimbing mahasiswa, khususnya mahasiswa program doktor, banyak ditemukan adanya ketidakkonsistenan antara rumusan masalah dengan penentuan metode penelitian. Sebagai contoh, bagaimanakah hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan? Ternyata metode yang dipilih peneliti survei dengan analisis regresi korelasi, jadi jenis penelitiannya kuantitatif padahal penelitian merumuskan masalah menggunakan kata tanya bagaimanakah yang mencerminkan adanya suatu proses yang ingin dipecahkan peneliti. Dalam hal ini jenis penelitian yang tepat adalah kualitatif.<br /></span></span></h3><h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Apabila kata tanya bagaimanakah diganti dengan apakah sehingga menjadi apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan, maka jenis penelitiannya kuantitatif dengan metode survei dan analisisnya regresi korelasi yang bersifat non kausal.<br /></span></span></h3><br /><div style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">Contoh lain sebagai berikut:</span><br /><span style="font-weight: normal;"> </span></span><br /></div><div style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">1. Bagaimanakah mengembangkan model instruksional dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika untuk anak SD kelas IV? Jenis penelitian ini dapat berupa developmental research atau R and D yang dilanjutkan dengan pengujian keefektifan model yang telah dikembangkan tersebut melalui eksperimen.</span><br /><span style="font-weight: normal;"> </span></span><br /></div><div style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">2. Bagaimanakah cultural cohesiveness dapat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan di institusi X? Jenis penelitian yang dipilih adalah kualitatif dengan langkah-langkah yang lengkap termasuk triangulasi dengan menekankan pada observasi yang unobtrusive, sampai ditemukan sesuatu yang unique. Tanpa uniqeness dan observasi terhadap proses maka penelitian kualitatif hanya sebuah ilusi.</span><br /><span style="font-weight: normal;"> </span></span><br /></div><div style=" text-align: justify;font-family:Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">3. Apakah komitmen berpengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi? Contoh ini berkaitan dengan studi kausal non eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif, metode survei dengan analisis jalur (path analysis) untuk menguji model.</span><br /><span style="font-weight: normal;"> </span></span><br /></div><span style="font-size:small;"><span style="font-weight: normal;">4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar genetika antara yang diajar dengan alat peraga dan siswa lain yang diajar dengan ceramah, apabila motivasi belajar siswa dikontrol? Masalah seperti ini harus dipecahkan melalui penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Apabila the main effect memiliki dua level demikian juga simple effect dengan dua level, maka disain ekespeimennya adalah 2 x 2 factorial. Eksperimen yang dipilih karena variabel bebasnya dapat dimanipulasi menjadi beberapa level, sehingga memungkinkan peneliti melakukan treatment. Analisnya menggunakan ANOVA two way.<br /><br /><br />sumber: http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2010/01/perumusan-masalah-dan-penentuan-metode.html<br /></span></span><span style="font-size:130%;"><i><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size:78%;">sumber gambar: anneahira.com</span></span></i></span><br />smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-87789910081905286542012-09-13T03:20:00.003-07:002012-09-13T03:20:55.582-07:00Tips sukses menghadapi sidang skripsi<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzqy53xSh6E1nY4WBkWbaC3WnLfEz8P6jE4ZObzVtsnq_W7kJkFXkQfVwGrAj5MZyuSWaV5KR6X0SLu3pTnL37OP58IU4UGTw0gfrEZswHQdtVsxZakWsRnEJFEaqEonZ4YYhOmE1PdXVm/s1600/stress.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzqy53xSh6E1nY4WBkWbaC3WnLfEz8P6jE4ZObzVtsnq_W7kJkFXkQfVwGrAj5MZyuSWaV5KR6X0SLu3pTnL37OP58IU4UGTw0gfrEZswHQdtVsxZakWsRnEJFEaqEonZ4YYhOmE1PdXVm/s400/stress.jpg" width="400" /></a><br />
<div style="background-color: white; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: left;">
<strong style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">1. Pelajari Materi <span class="hl3" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Sidang</span>.</strong><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">Pelajari mata kuliah yang berhubungan dengan</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span class="hl4" style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">skripsi</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">Anda. Pertanyaan dari penguji pasti tidak jauh-jauh dari</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span class="hl4" style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">skripsi</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">Anda. Selama tenang, Anda pasti bisa menjawab semua pertanyaan dari mereka. Siapkan bahan pembuka sebagus mungkin yang mencakup kesimpulan isi</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span class="hl4" style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">skripsi</span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;"> </span><span style="color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">Anda. Jangan lupa latihan di depan cermin sebelum maju.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<strong style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">2. Pertahankan Argumentasi.</strong> Cobalah untuk mempertahankan argumentasi, karena dosen bisa melihat apakah Anda benar-benar melakukan penelitian atau tidak. Tapi jangan sampai bersikap defensif. Karena hal tersebut bisa membuat suasana <span class="hl3" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">sidang</span> menjadi ‘panas’ karena perdebatan. Ada kalanya Anda menerima pendapat mereka sebagai masukan <span class="hl4" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">skripsi</span> Anda.</div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<strong style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">4. Sportif. </strong>Sikap sportif tidak hanya ada pada kamus olahraga, pada <span class="hl3" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">sidang</span> <span class="hl4" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">skripsi</span> pun Anda harus dapat bersikap sportif. Kalau Anda tidak bisa menjawab, jujur saja Anda sampaikan bahwa Anda memeng tidak tahu. Yang penting tetap tenang, karena sekalinya Anda tegang dan grogi, Anda bisa blank di depan para dosen penguji.</div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<strong style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">3. Cairkan Suasana.</strong> Tanya senior Anda tentang karakteristik dosen penguji yang terlibat dalam <span class="hl4" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">skripsi</span> Anda. Untuk mencairkan suasana, Anda bisa membawa camilan atau kue-kue kecil untuk para dosen penguji ketika <span class="hl3" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">sidang</span> berlangsung. Secara personal, beberapa dosen penguji menyukai hal tersebut dan akan menilai ‘keluwesan’ Anda. Tapi jangan sampai hal ini seakan-akan masuk dalam ‘gratifikasi’.</div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
Saat ini telah banyak penyedia jasa bimbingan penyusunan skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian yang menawarkan jasa pendampingan dan asistensi selama anda melaksanakan penyusunan, pengolahan data dan penulisan penelitian. Untuk itu seleksi dan pelajari terlebih dahulu dengan cermat konsultan yang jasanya akan anda gunakan. Tanyakan kepada teman, saudara, atau kakak angkatan yang juga pernah menjadi kliennya mengenai profesionalisme kerjanya, fasilitas apa saja yang diberikan, hingga harga dan after-sales-service (garansi dan pelayanan tambahan) yang akan anda dapatkan apabila menggunakan jasa konsultan bimbingan tugas akhir tersebut. Pilihlah jasa konsultan tugas akhir yang menyediakan slot waktu untuk simulasi sidang dan garansi revisi setelah sidang. </div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
Demikian beberapa tips yang bisa anda implementasikan di dalam menghadapi sidang skripsi mmaupun disertasi. </div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
Semoga sukses!</div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #030303; font-family: Arial, Verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
(WIR; diolah dari sumber : tipsanda.com</div>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-85063185999541289372012-09-11T00:18:00.004-07:002012-09-11T00:18:38.335-07:00Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif <!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:8.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:107%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184;">
<tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 100.0%;" width="100%"></td><td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 100.0%;" width="100%"><br /></td><td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 100.0%;" width="100%"><br /></td>
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 100.0%;" width="100%"><br /></td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184;">
<tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="top"><br /></td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 1;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="top"><br /></td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 2; mso-yfti-lastrow: yes;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="top">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Salah satu pertanyaan penting
dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang melakukan
penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum memahami
makna dan tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya
penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul
persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan,
tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan
disertasi. Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki
pemahaman yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah
triangulasi perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya.
Berikut uraian ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman
penulis selama ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena
yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat
tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal
dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat
kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek
kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut
pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias
yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Sebagaimana diketahui dalam
penelitian kualitatif peneliti itu sendiri merupakan instrumen
utamanya. Karena itu, kualitas penelitian kualitatif sangat tergantung pada
kualitas diri penelitinya, termasuk pengalamannya melakukan penelitian
merupakan sesuatu yang sangat berharga. Semakin banyak pengalaman seseorang
dalam melakukan penelitian, semakin peka memahami gejala atau fenomena yang
diteliti. Namun demikian, sebagai manusia, seorang peneliti sulit terhindar
dari bias atau subjektivitas. Karena itu, tugas peneliti mengurangi
semaksimal mungkin bias yang terjadi agar diperoleh kebenaran utuh. Pada
titik ini para penganut kaum positivis meragukan tingkat ke’ilmiah’an
penelitan kualitatif. Malah ada yang secara ekstrim menganggap
penelitian kualitatif tidak ilmiah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Sejarahnya, triangulasi
merupakan teknik yang dipakai untuk melakukan survei dari tanah daratan dan
laut untuk menentukan satu titik tertentu dengan menggunakan
beberapa cara yang berbeda. Ternyata teknik semacam ini terbukti mampu
mengurangi bias dan kekurangan yang diakibatkan oleh pengukuran dengan satu
metode atau cara saja. Pada masa 1950’an hingga 1960’an, metode tringulasi
tersebut mulai dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk
meningkatkan pengukuran validitas dan memperkuat kredibilitas temuan
penelitian dengan cara membandingkannya dengan berbagai pendekatan yang
berbeda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Karena menggunakan terminologi
dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik (kuantitatif),
seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang perdebatan cukup
panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri. Alasannya, selain
mirip dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode yang berbeda-beda
memang dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda, tetapi toh juga
akan menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi perdebatan
sengit, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin
lazim dipakai dalam penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi
bias dan meningkatkan kredibilitas penelitian.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Dalam berbagai karyanya,
Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau
kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling
terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini,
konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang.
Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi
metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut
penjelasannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">1. Triangulasi metode dilakukan
dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda.
Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode
wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang
handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa
menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti
menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang
berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai
perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati
kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau
informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan
kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa
teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu
dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">2. Triangulasi antar-peneliti
dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan
analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai
informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa
orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman
penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru
merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">3. Triangulasi sumber data
adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (<i>participant obervation</i>),
dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara
itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya
akan memberikan pandangan (<i>insights</i>) yang berbeda pula mengenai
fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan
pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">4. Terakhir adalah triangulasi
teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau
<i>thesis statement</i>. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual
peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi
teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu
menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang
telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut
memiliki <i>expert judgement </i>ketika membandingkan temuannya dengan
perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan
hasil yang jauh berbeda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt;">Mengakhiri tulisan ini, saya
ingin menyatakan bahwa triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian
kualitatif, kendati pasti menambah waktu dan beaya seta tenaga. Tetapi harus
diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik
mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul.
Bagaimana pun, pemahaman yang mendalam (<i>deep understanding</i>) atas
fenomena yang diteliti merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh
setiap peneliti kualitatif. Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk
menangkap arti (<i>meaning</i>) atau memahami gejala, peristiwa, fakta,
kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai peristiwa sosial dan
kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan bukan untuk
menjelaskan (<i>to explain</i>) hubungan antar-variabel atau membuktikan
hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Kedalaman
pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif
digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena
itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh berbeda.
Selamat mencoba!</span></div>
</td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">http://www.mudjiarahardjo.com/beranda/270.html?task=view<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=6542521098996228224" name="_GoBack"></a> </span></div>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-67791620204112230292012-09-10T02:01:00.000-07:002012-09-10T02:01:23.173-07:00Apakah Metode Penelitian Kualitatif Ilmiah? <!--[if gte mso 9]><xml>
<o:DocumentProperties>
<o:Version>15.00</o:Version>
</o:DocumentProperties>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="false"
DefSemiHidden="false" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="371">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of figures"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope return"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="line number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of authorities"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="macro"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="toa heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Closing"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Message Header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Salutation"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Date"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Note Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Block Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="FollowedHyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Document Map"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Plain Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="E-mail Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Top of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Bottom of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal (Web)"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Acronym"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Cite"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Code"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Definition"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Keyboard"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Preformatted"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Sample"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Typewriter"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Variable"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Table"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation subject"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="No List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Contemporary"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Elegant"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Professional"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Balloon Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Theme"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" QFormat="true"
Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" QFormat="true"
Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" QFormat="true"
Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" QFormat="true"
Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" QFormat="true"
Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" QFormat="true"
Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="41" Name="Plain Table 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="42" Name="Plain Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="43" Name="Plain Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="44" Name="Plain Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="45" Name="Plain Table 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="40" Name="Grid Table Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="Grid Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="Grid Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="Grid Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="List Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="List Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="List Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 6"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:8.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:107%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-font-kerning:1.0pt;
mso-ligatures:standard;
mso-fareast-language:EN-US;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184;">
<tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="top">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">(Bahan Kuliah Metpen, Program S1, S2, dan S3)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Kendati
metode penelitian kualitatif sudah dipakai sejak tahun 1960’an di berbagai
bidang seperti pendidikan, politik, psikologi, sejarah, antropologi, ekonomi,
komunikasi, studi media dan ilmu-ilmu humaniora (bahasa, sastra, seni,
filsafat dan agama) dan terbukti handal untuk menjawab masalah yang tidak
bisa dijangkau oleh metode penelitian kuantitatif, pertanyaan sebagaimana
judul di atas tetap saja muncul hingga saat ini. Sebagai peminat metodologi
penelitian, pada saat ujian disertasi untuk menyelesaikan studi doktor saya
pun pernah ditanya ‘mengapa anda hanya meneliti empat orang sebagai subjek
penelitian dan apakah hasilnya bisa digeneralisasikan, dan apakah model
penelitian semacam itu ilmiah?’. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Pertanyaan
semacam itu sudah saya duga sebelumnya, sehingga dengan gampang saya
menjawabnya. Saya memulai dengan memberikan argumen tentang nalar dasar
metode penelitian kualitatif di bawah payung paradigma interpretif (maaf,
bukan interpretatif – sebagaimana yang sering saya baca dan dengar dari para
mahasiswa dan dosen). Interpretif dan interpretatif merupakan dua istilah
yang maknanya jauh berbeda. Interpretif merupakan istilah dalam filsafat ilmu
untuk menggambarkan cara pandang yang kontras dengan positivistik, sedangkan
interpretatif, menurut Given (2008: 458), merupakan proses memberi
makna temuan penelitian menjadi bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Sepertinya
tidak puas dengan jawaban yang saya sampaikan, penguji melanjutkan dengan
pertanyaan ‘bukankah analisis data anda sebenarnya hanya hasil pikiran anda
yang subjektif, sehingga sulit disebut ilmiah?’. Lagi-lagi saya menjawabnya
juga dengan berpedoman pada nalar dasar penelitian kualitatif, bahwa peneliti
memang instrumen utama penelitian. Sebagai instrumen utama, dia yang mencari
tema, menyusun desain, membaca teori yang relevan, merumuskan fokus dan
tujuan, mengumpulkan data, menganalisis data hingga membuat kesimpulan.
Bahkan dia sendiri pula yang menentukan bahwa datanya sudah cukup dan
penelitiannya sudah selesai atau belum. Tetapi perlu disadari bahwa melakukan
semua tahapan dan proses penelitian secara sendiri tidak berarti
melakukan sesuatu dengan semau dan sendirinya. Ada rambu-rambu dan pedoman
yang harus dijadikan pegangan sebagaimana kegiatan ilmiah yang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Rambu dan
pedoman itu sudah dikembangkan oleh para penggagas metode penelitian
kualitatif sejak awal metode tersebut dipakai oleh para pakar di lingkungan
aliran Chicago (<i>school of Chicago</i>) --- sekarang menjadi Universitas
Chicago. Semula metode ini hanya dipakai dalam bidang antropologi dan
sosiologi. Rambu-rambu yang dimaksud meliputi cara pandang (<i>paradigm)</i>,
hakikat, tujuan dan proses serta prosedur yang dilalui. Kesemuanya memang
berbeda sangat tajam dengan metode penelitian kuantitatif yang sudah ada jauh
sebelumnya. Saya sadar bahwa penguji yang menyampaikan pertanyaan kepada saya
pada saat ujian disertasi memang berasal dari fakultas kedokteran dan selama
ini bergelut dalam dunia positivistik. Para penanya itu tidak salah, tetapi
mereka memang berada dalam alam pikiran yang berbeda dengan yang saya
lakukan. Karena itu, adalah tugas saya sebagai orang yang diuji untuk
menjelaskan dengan cara yang arif.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Kembali ke
judul tulisan di atas ‘apakah metode penelitian kualitatif ilmiah?’. Jika
yang dimaksudkan ilmiah adalah ketersediaan data yang konkret atau empirik
dan dapat diukur dengan angka dalam rumus statistik, jelas metode penelitian
kualitatif tidak ilmiah. Sejak awal kelahirannya, metode penelitian
kualitatif dimaksudkan untuk menangkap arti secara mendalam dari suatu
peristiwa, gejala, fakta, realitas dan masalah tertentu. Justru untuk
memperoleh arti yang mendalam itu tidak mungkin dilalui hanya dengan melihat
yang tampak (empirik) lewat kuesioner dan uji laboratorium dan analisis
statistik. Kedalaman makna hanya bisa dilalui dengan wawancara mendalam dan
obervasi menyeluruh pada peristiwa yang diteliti.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Selanjutnya
jika yang dimaksud ilmiah adalah bahwa hasil penelitian bisa
digeneralisasikan, maka metode penelitian kualitatif tidak bisa
digolongkan sebagai karya ilmiah. Sebab, tujuan penelitian kualitatif memang
tidak untuk membuat generalisasi dari temuan yang diperoleh. Istilah
generalisasi (<i>generalization</i>) tidak dikenal dalam penelitian
kualitatif. Sebagai padanannya dikenal istilah transferabilitas (<i>transferability</i>)
dalam penelitian kualitatif. Tetapi maknanya sangat berbeda. Jika
generalisasi merupakan rumusan atau temuan penelitian yang dapat berlaku dan
diperlakukan secara umum bagi semua populasi yang diteliti, maka
transferabilitas artinya adalah hasil penelitian kualitatif bisa berlaku dan
diberlakukan di tempat lain manakala tempat lain yang dimaksudkan itu
memiliki ciri-ciri yang mirip atau kurang lebih sama dengan tempat atau
subjek penelitian diteliti. Selain itu, menurut Jensen (dalam Given, 2008:
886), transferabilitas juga diartikan sebagai proses menghubungkan temuan
yang ada dengan praktik kehidupan dan perilaku nyata dalam konteks yang lebih
luas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Dalam
penelitian kuantitatif yang jumlah populasi atau partisipannya besar
biasanya peneliti menggunakan sampel. Karena itu, sampel yang dipilih harus
memenuhi syarat keterwakilan agar hasilnya dapat berupa generalisasi. Semakin
sampelnya representatif, maka semakin tinggi peluang generalisasi yang
dihasilkan, dan sebaliknya. Dengan demikian, pertanyaan berapa jumlah
populasi dan sampel yang diteliti sangat wajar dan seharusnya memang begitu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Sebaliknya,
transferabilitas dapat diperoleh jika peneliti bisa menggali kedalaman
informasi dan mampu mengabstraksikan temuan substantif menjadi temuan formal
berupa <i>thesis statement. </i>Sebagaimana pernah dikupas dalam
tulisan-tulisan sebelumnya, yang dimaksudkan dengan temuan substantif
adalah rumusan yang diperoleh peneliti sebagai jawaban atas fokus penelitian
yang diajukan di awal. Dengan demikian, ketika peneliti kualitatif sudah
berhasil merumuskan temuan sebenarnya penelitian belum bisa dikatakan
selesai. Sebab, ia masih harus menyelesaikan satu tahapan --- yang
justru sangat penting ---, yakni merumuskan temuan substantif menjadi
temuan formal. Bagi penelitian untuk kepentingan penulisan disertasi, rumusan
temuan formal wajib dilakukan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Ada dua hal
yang mesti diperhatikan oleh peneliti kualitatif untuk meningkatkan
transferabilitas, yaitu: (1) seberapa dekat subjek yang diteliti atau
informan yang diwawancarai dengan konteks atau tema yang diteliti, dan
(2) batasan kontekstual (<i>contextual boundaries</i>) dari temuan. Menurut
Jensen (dalam Given, 2008: 886), ada dua strategi yang bisa dipakai peneliti
untuk meningkatkan derajad transferabilitas, yakni: (1) ketersediaan data
yang memadai (<i>thick description of data</i>), dan (2) pemilihan subjek
atau partisipan yang dipilih secara purposif. Yang dimaksud dengan deskripsi
data yang memadai (<i>thick</i>) jika peneliti bisa menyediakan informasi
yang lengkap mengenai konteks, partisipan (subjek dan informan), dan desain
penelitian yang jelas sehingga pembaca bisa membuat kesimpulan mengenai
transferabilitas yang dihasilkan. Untuk memenuhi harapan itu, pilihlah
informan yang menguasai tema yang diteliti. Dengan demikian, pertanyaan
berapa banyak subjek dan informan dalam penelitian kualitatif --- sebagaimana
saya alami --- sama sekali tidak relevan. Yang menjadi persoalan bukan
jumlah subjek dan informan penelitiannya, melainkan kedalaman informasi yang
diperoleh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Berikutnya
lagi terkait dengan teori. Jika yang dimaksud ilmiah ialah ketiadaan
pembuktian teori, maka metode penelitian kualitatif jelas tidak ilmiah.
Sebab, metode kualitatif memang tidak dimaksudkan untuk membuktikan dan
menguji teori, melainkan mengembangkan teori. Mengembangkan tidak
berarti membuat teori yang baru sama sekali. Menghaluskan teori atau
konsep yang sudah ada sebelumnya oleh peneliti terdahulu bisa disebut sebagai
pengembangan teori.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Setelah
teori pertanyaan lainnya menyangkut hipotesis. Jika yang dimaksudkan ilmiah
ialah ketersediaan hipotesis, maka jelas pula bahwa metode penelitian
kualitatif tidak tergolong kerja ilmiah. Berbeda dengan metode penelitian
kuantitatif yang harus dilengkapi dengan hipotesis untuk selanjutnya
dibuktikan, maka metode penelitian kualitatif sebagaimana dinyatakan Devis
(dalam Given, 2008: 408) tidak memerlukan hipotesis. Kalaupun ada,
hipotesis itu bukan untuk dibuktikan, melainkan sebagai panduan agar
penelitian bisa fokus ke tema atau isu tertentu. Semakin peneliti bisa
terfokus pada isu tertentu, semakin dia memperoleh pemahaman yang mendalam.
Sekadar mengingatkan, hipotesis adalah dugaan sementara atau atau pernyataan
tentatif mengenlzaimai hubungan antarvariabel, antara variabel bebas dan
variabel terikat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Istilah
‘variabel’ pun sebenarnya tidak begitu relevan dipakai dalam metodologi
penelitian kualitatif karena topik atau masalah yang diangkat di dalam
penelitian kualitatif tidak bisa dipisah-pisah menjadi bagian-bagian yang
lazimnya disebut ‘variabel’ dalam tradisi positivistik.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Yang
terakhir menyangkut proses dan prosedur penelitian. Jika yang dimaksud ilmiah
adalah proses penelitian harus berlangsung secara linier, maka jelas
penelitian kualitatif tidak bisa disebut ilmiah. Sebab, proses penelitian
kualitatif tidak berlangsung secara linier, melainkan siklus. Siklus artinya
tahapan-tahapan penelitian mulai identifikasi masalah, pengumpulan data,
hingga analisis dan penyimpulan data bisa berlangsung tidak berurutan.
Misalnya, ketika peneliti sampai pada tahap analisis data dan ternyata
informasi terkait data tersebut tidak lengkap, atau lengkap tetapi tidak
jelas, maka peneliti bisa melakukan pengumpulan data kembali. Fokus
penelitian pun bisa diubah ketika di lapangan peneliti menemukan isu yang
lebih penting dan menarik untuk diangkat. Bahkan saya teringat ada judul
penelitian disempurnakan setelah semua selesai untuk disesuaikan dengan hasil
akhir penelitian dan untuk kepentingan publikasi yang lebih luas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 0pt; mso-ligatures: none;">Saya ingin
mengakhiri tulisan ini dengan mengajukan kembali pertanyaan sebagaimana judul
di atas, tetapi menyerahkan jawabannya kepada para pembaca, termasuk menilai
apakah tulisan ini ilmiah atau tidak. </span></div>
</td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sumber: <a href="http://www.mudjiarahardjo.com/beranda/273.html?task=view">http://www.mudjiarahardjo.com/beranda/273.html?task=view</a>
</div>
smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-53171675641620275212011-10-18T00:37:00.000-07:002011-10-18T00:38:14.225-07:00Perilaku Konsumen<b><b><b><br /><p style="line-height:150%;">Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan.</p> <p style="line-height:150%;">Konsumen dapat merupakan seorang individu ataupun organisasi, mereka memiliki peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.</p> <p style="line-height:150%;">Dalam upaya untuk lebih memahami konsumennya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, perusahaan dapat menggolongkan konsumennya ke dalam kelompok yang memiliki kemiripan tertentu, yaitu pengelompokan menurut geografi, demografi, psikografi, dan perilaku.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Perilaku Konsumen sebagai Sebuah Studi </b></p> <p style="line-height:150%;">yaitu lebih spesifik lagi bidang pemasaran. Studi tentang perilaku konsumen merupakan integrasi antara berbagai bidang ilmu, yaitu ekonomi, sosiologi, antropologi, dan psikologi. Seiring dengan perkembangan zaman, studi perilaku konsumen ini juga makin berkembang.</p> <p style="line-height:150%;">Studi perilaku konsumen muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, di mana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen yang menjadi target pasar.</p> <p style="line-height:150%;">Pemahaman tentang konsumen ini diperoleh pemasar melalui penelitian-penelitian perilaku konsumen sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenaran informasi yang terima dan digunakan dalam penyusunan strategi pemasaran.<br /><b>Perilaku Konsumen dan Strategi </b> </p> <p style="line-height:150%;">Perilaku konsumen terkait dengan strategi pemasaran, di mana pemasaran harus mampu menyusun kriteria pembentukan segmen konsumen, kemudian melakukan pengelompokan dan menyusun profil dari konsumen tersebut. Kemudian, pemasar memilih salah satu segmen untuk dijadikan pasar sasaran. Dan setelah itu, pemasar menyusun dan mengimplementasikan strategi bauran pemasaran yang tepat untuk segmen tersebut.</p> <p style="line-height:150%;">Studi tentang perilaku konsumen juga tidak terlepas pada masalah riset pemasaran. Riset pemasaran adalah salah satu perangkat dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM), yang melakukan pengumpulan informasi tentang sikap, motivasi, keinginan, dan hal-hal lainnya tentang konsumen. Informasi ini digunakan sebagai dasar bagi pembentukan karakteristik dari segmen konsumen sehingga konsumen dapat dikelompokkan dan diidentifikasikan, dan dapat dibedakan dari segmen lainnya.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Motivasi</b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="23"></a>Motivasi sebagai tenaga dorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="24"></a>Untuk memahami kebutuhan manusia, Teori Maslow dan McClelland menggambarkan bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan pemasar untuk mendorong konsumsi suatu produk dan atau jasa.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Persepsi</b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="26"></a><a name="3"></a>Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia, yaitu proses “bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita”. Stimuli ini diterima oleh alat pancaindra manusia. Stimuli mana yang akan diproses tergantung dari apakah stimuli dapat masuk ke dalam proses untuk menginterpretasikannya. Untuk dapat masuk ke dalam proses interpretasi suatu stimuli harus mampu mengekspos manusia (mendapat perhatian) melalui indra penerimaan, artinya harus diperhatikan ambang penerimaan stimuli manusia. Setelah stimuli diterima maka proses interpretasi dapat dilakukan yang terkait dengan faktor individu</p> <p style="line-height:150%;"><b>Sikap</b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="33"></a>Terdapat beberapa pengertian sikap yang disampaikan oleh para ahli. Intinya sikap adalah perasaan dari konsumen (positif dan negatif) dari suatu objek setelah dia mengevaluasi objek tersebut. Semakin banyak objek yang dievaluasi akan semakin banyak sikap yang terbentuk.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="34"></a>Sikap memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, ego defensive, ekspresi nilai, dan pengetahuan. Untuk lebih memahami sikap perlu dipahami beberapa karakteristik sikap, diantaranya memiliki objek, konsisten, intensitas dan dapat dipelajari.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Model dan Teori Sikap </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="36"></a>Perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, di mana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Model tiga komponen dan model ABC menyatakan bahwa sikap konsumen dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan konatif (perilaku atau kecenderungan untuk berperilaku). Teori kongruitas menggambarkan pengaruh antara dua jenis objek, di mana kekuatan satu sama lain dapat saling mempengaruhi persepsi konsumen. Dan model terakhir adalah model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan objek terkait dengan atribut dan intensitas dari kepercayaan tersebut. Model Fishbein ini kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Pembentukan Sikap </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="38"></a>Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="39"></a>Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan, yang cenderung menimbulkan usaha untuk menciptakan keseimbangan antara ketiganya. Adanya disonansi antara elemen sikap dan perilaku dapat direduksi dengan menghilangkan, menambah atau mengubah keduanya (teori disonansi kognitif). Teori persepsi diri menyatakan bahwa sikap dapat ditentukan dari perilaku yang diobservasi. Adanya penerimaan dan penolakan pesan berdasarkan standar yang dibentuk dari sikap sebelumnya terdapat dalam teori penilaian sosial.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Perubahan Sikap </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="311"></a><a name="4"></a>Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan konsumen yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari konsumen yang diharapkan oleh pemasar. Kredibilitas dari sumber pesan menjadi fokus dari komunikasi persuasif. Dalam mengelola pesan, yang harus diperhatikan adalah struktur, urutan, dan makna yang terkandung dalam pesan. Karakteristik dari penerima pesan, yang meliputi kepribadian, mood, dan jenis kepercayaan yang dimiliki juga menjadi faktor penentu keberhasilan komunikasi persuasif.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Kepribadian </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="43"></a>Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="44"></a>Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="45"></a>Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="46"></a>Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single- trait personality.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="47"></a>Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="48"></a>Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Konsep Diri </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="410"></a>Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri yang kadang-kadang akan berbeda dari pandangan orang lain. Konsep diri konsumen terbagi ke dalam 4 dimensi, yaitu bagaimana mereka sesungguhnya melihat dirinya sendiri, bagaimana mereka ingin melihat diri mereka sendiri, bagaimana sesungguhnya orang lain melihat diri mereka, dan bagaimana mereka ingin orang lain melihat diri mereka.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="411"></a>Bagaimana konsumen memandang diri mereka dapat menjadi dorongan yang kuat pada perilaku mereka di pasar sehingga pemasar dapat menggunakan konsep diri ini dalam merancang strategi pemasaran, misalnya dalam menciptakan merek atau produk baru.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="412"></a>Extended self merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil, tetapi dapat berupa benda-benda kecil, seperti pigura. Penelitian memperlihatkan, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="413"></a>Pemasar sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu memiliki beberapa kemiripan.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Gaya Hidup </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="415"></a>Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="416"></a>Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="417"></a>Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="418"></a>Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Psikografi</b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="420"></a>Psikografi adalah variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur gaya hidup. Bahkan sering kali istilah psikografi dan gaya hidup digunakan secara bergantian. Beberapa variabel psikografi adalah sikap, nilai, aktivitas, minat, opini, dan demografi. Analisis terhadap variabel-variabel psikografis telah banyak membantu pemasar untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan tertentu. Hal ini akan membantu penetapan strategi pemasaran agar sesuai dengan target konsumen.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="421"></a>Pengukuran psikografi dapat dilakukan dalam tingkat kespesifikan yang berbeda-beda. Pada satu sisi ekstrem terdapat pengukuran yang bersifat umum yang menyangkut cara-cara umum dalam menjalani kehidupan. Pada satu sisi ekstrem lainnya adalah pengukuran terhadap variabel secara spesifik.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="422"></a>Kebanyakan pengukuran yang dilakukan terhadap psikografis menggunakan variabel-variabel sikap, nilai, demografis dan geografis untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu. Pengelompokan yang dilakukan terhadap wanita Inggris menurut gaya hidup yang dicerminkan dari kosmetik yang digunakan, tempat membeli, usia serta kelas sosial menghasilkan 6 kelompok konsumen yaitu self aware, fashion-directed, green goodness, conscience-stricken, dan dowdies. Pengelompokan lainnya dikenal dengan sistem VALS (6 kelompok), MONITOR Mindbase Yankelovich (8 kelompok), Analisis Geo-Demographis (PRIZM) (8 kelompok), dan Global Scan (5 kelompok).<br /><b>Konsep Dasar Kelompok </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="53"></a>Kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya selama periode waktu tertentu untuk suatu kebutuhan atau tujuan bersama.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="54"></a>Untuk dapat memahami karakteristik kelompok, perlu dipahami beberapa hal yang terkait dengan kelompok, yaitu status, norma, peran, sosialisasi, dan kekuasaan yang ada di dalam kelompok.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="55"></a>Kekuasaan yang mempengaruhi kelompok ini dapat mempengaruhi perilaku anggotanya, diantaranya kekuasaan karena pemberian penghargaan/hadiah (reward power), kekuasaan karena paksaan melalui hukuman/sangsi (coercive power), kekuasaan yang sah (legitimate power), kekuasaan karena keahlian (expert power), dan kekuasaan karena perasaan/keinginan untuk menjadi anggota kelompok (referent power).</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Pengaruh Kelompok terhadap Perilaku Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="57"></a>Kelompok referensi/acuan adalah individu/kelompok nyata atau khayalan yang memiliki pengaruh evaluasi, aspirasi, bahkan perilaku terhadap orang lain. Kelompok acuan (yang paling berpengaruh terhadap konsumen) mempengaruhi orang lain melalui norma, informasi, dan melalui kebutuhan nilai ekspresif konsumen.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="58"></a>Pemasar harus dapat mengidentifikasi peran seseorang di dalam kelompoknya dalam pengambilan keputusan, dan harus menekankan pada si pengambil keputusan. Penyesuaian dilakukan hanya untuk sekadar menyesuaikan diri agar diterima oleh kelompok atau penyesuaian yang mengubah kepercayaan. Orang butuh untuk menilai opini dan kemampuan mereka dengan membandingkannya dengan opini dan kemampuan orang lain. Dalam polarisasi kelompok, perbedaan pandangan antara kelompok dengan individu, dan kelompok dapat berubah pandangannya dikarenakan informasi dan budaya yang ada.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="59"></a>Kelompok acuan dapat berbentuk organisasi formal yang besar, terstruktur dengan baik, memiliki jadwal pertemuan rutin, dan karyawan-karyawan yang tetap. Di lain pihak, kelompok acuan juga dapat berbentuk kelompok kecil dan informal. Kelompok acuan terdiri dari orang-orang yang dikenal secara mendalam (seperti keluarga atau sahabat) atau orang-orang yang dikenal tanpa ada hubungan yang mendalam (klien) atau orang-orang yang dikagumi (tokoh atau artis). Karena orang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kemiripan, mereka sering kali terpengaruh dengan mengetahui bagaimana orang lain menginginkan mereka menjalani hidup.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="510"></a>Kecenderungan orang untuk menjadi bagian dari kelompok acuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keakraban, ekspos terhadap seseorang (Mere Exposure), dan kepaduan kelompok.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="511"></a>Terdapat beberapa bentuk kelompok acuan yang dapat mempengaruhi konsumen dalam perilaku konsumsi, yaitu kelompok pertemanan, kelompok belanja, kelompok kerja, komunitas maya dan kelompok aksi konsumen.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="512"></a><a name="6"></a>Seorang pemberi opini ini adalah orang yang sering kali mampu mempengaruhi sikap atau perilaku orang lain. Opinion leader memiliki sumber informasi yang berharga. Yang biasanya menjadi opinion leader adalah artis, ahli atau pakar di bidang tertentu, orang awam (biasa), pimpinan perusahaan, dan karakter</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Keluarga</b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="63"></a>Rumah tangga (a household) terdiri dari anggota yang terkait dengan keluarga (family) dan semua orang-orang yang tidak terkait yang berada dalam suatu unit tempat tinggal (baik itu rumah, apartemen, kelompok kamar-kamar, dan lain-lain). Rumah tangga dapat terdiri dari dua jenis/ bentuk: keluarga (families) dan non-keluarga (non families).</p> <p style="line-height:150%;"><a name="64"></a>Suatu keluarga mungkin merupakan suatu keluarga patriat (patriarchal family), di mana sang ayah dipertimbangkan sebagai anggota yang paling dominan, sedangkan dalam suatu keluarga matriat (matriarchal family), pihak wanita memainkan peran dominan, dan membuat banyak keputusan, sedangkan dalam equalitarian family, sang suami dan istri membagi secara seimbang pengambilan keputusan</p> <p style="line-height:150%;"><a name="65"></a>Keluarga memiliki struktur sendiri, seperti juga yang terjadi pada masyarakat, di mana setiap anggota memainkan perannya masing-masing. Bagi pemasar adalah penting untuk membedakan peran setiap anggota keluarga dalam tujuan untuk mengoptimalkan strategi pemasaran. Asumsi yang dibuat mengenai peran-peran pembelian harus dicek melalui riset konsumen sehingga pemasar dapat membuat bauran pemasaran yang tepat ditujukan terhadap individu yang tepat.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="66"></a>Konsep siklus hidup keluarga atau rumah tangga telah terbukti sangat bermanfaat bagi pemasar, khususnya untuk aktivitas dari keluarga-keluarga seiring dengan berjalannya waktu. Dengan adanya konsep siklus hidup, pemasar mampu mengapresiasi kebutuhan keluarga, pembelian produk, dan sumber daya keuangan bervariasi sepanjang waktu.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="67"></a>Siklus hidup keluarga modern didasarkan pada usia (dari individu wanita dalam rumah tangga, jika tepat), yang ditelusuri dalam kelompok-kelompok usia muda (young), usia menengah (middle aged). Dan kelompok usia lebih tua (elderly). Usia yang beragam ini dipengaruhi oleh dua bentuk peristiwa penting, yaitu (1) pernikahan dan pemisahan (baik karena perceraian atau kematian), dan (2) hadirnya anak pertama dan anak paling akhir.</p> <p style="line-height:150%;"><b>Kelas Sosial </b></p> <p style="line-height:150%;"><a name="69"></a>Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama`dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="610"></a>Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="611"></a>Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="612"></a>Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="613"></a>Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="614"></a>Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="615"></a>Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.<br /><b>Budaya</b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="73"></a>Dalam studi tentang budaya kita perlu memperhatikan karakteristik-karakteristik dari budaya itu sendiri, yaitu budaya itu ditemukan (invented), budaya dipelajari, budaya diyakini dan disebarluaskan secara sosial, budaya-budaya itu serupa tapi tidak sama, budaya itu memuaskan kebutuhan dan diulang-ulang secara konsisten (persistent), budaya bersifat adaptif, budaya itu terorganisasi dan terintegrasi, dan budaya itu dasar aturan (prescriptive).</p> <p style="line-height:150%;"><a name="74"></a>Nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat melalui interaksi antaranggota dalam budaya.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="75"></a>Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di suatu Negara belum tentu berlaku di Negara atau bahkan bisa bertolak belakang dari nilai yang berlaku di Negara lain tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam sudut pandang terhadap dirinya dan orang lain, dan karenanya mempengaruhinya dalam berperilaku. Oleh karenanya, budaya sangat mempengaruhi bagaimana konsumen bereaksi atau berperilaku terhadap produk atau inovasi tertentu</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Subbudaya</b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="77"></a>Subbudaya adalah grup budaya dalam cakupan berbeda, yang menggambarkan segmen yang teridentifikasi dalam masyarakat yang lebih besar atau sebuah kelompok budaya tertentu yang berbeda yang hadir sebagai sebuah segmen dalam sebuah masyarakat yang lebih besar dan kompleks.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="78"></a>Analisa subbudaya memungkinkan manajer pemasaran untuk fokus dalam menentukan ukuran segmen pasar dan segmen pasar yang lebih natural. Subbudaya yang penting untuk diperhatikan adalah subbudaya kewarganegaraan, agama, lokasi geografis, ras, usia dan jenis kelamin (Schiffman dan Kanuk, 2004). Selain ketujuh hal tersebut, kelas sosial juga tergolong sebagai subbudaya karena kelas sosial akan mempengaruhi perilaku sebagai akibat dari keanggotaan pada kelas sosial tertentu, termasuk perilaku pada setiap kelas sosial masyarakat seluruh dunia.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="79"></a>Perusahaan yang bergerak dalam pasar global memiliki kebutuhan untuk mengembangkan perencanaan penasaran yang terpisah untuk tiap budaya atau penggunaan satu perencanaan pemasaran yang bisa diimplementasikan dalam tiap daerah/negara. Mengadaptasi budaya dari budaya lokal juga merupakan salah satu cara yang bisa dipertimbangkan.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="710"></a>Saat ini makin banyak konsumen yang dapat menerima barang dan gaya hidup yang digunakan oleh orang yang berada dalam belahan dunia yang lain. Mereka mempunyai peluang untuk mengadopsi produk dan praktik yang berbeda. Tingkat penerimaan seseorang terhadap budaya yang berbeda juga tergantung dari inisiatif konsumen itu sendiri, pengalaman mereka mempengaruhi sikap mereka dalam menerima produk yang berasal dari negara lain. Analisis konsumen lintas budaya didefinisikan sebagai dorongan untuk mengenali persamaan atau perbedaan apa yang terkandung antara konsumen di dua atau lebih negara. Tujuan utama dari analisis konsumen lintas budaya adalah untuk melihat bagaimana persamaan konsumen dalam dua atau lebih masyarakat, dan bagaimana perbedaan mereka.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="711"></a><a name="8"></a>Pengaruh lintas budaya dan subbudaya dapat berpengaruh terhadap strategi pemasaran, yang akan dibahas dalam bagian ini lebih pada strategi segmentasi dan 4P. Khusus terhadap 4P diharapkan dapat diambil dari pelajaran-pelajaran yang ada dalam kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi, misalnya dalam mendefinisikan produk, promosi, dan penetapan harga.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Konsep Dasar Pengambilan Keputusan Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="83"></a>Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan sosial, hasil analisa kognitif yang rasional ataupun lebih kepada ketidakpastian emosi (unsure emosional). Schiffman dan Kanuk (2004) menggambarkan bahwa pada saat mengambil keputusan, semua pertimbangan ini akan dialami oleh konsumen walaupun perannya akan berbeda-beda di setiap individu</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Proses Pengambilan Keputusan Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="85"></a>Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="86"></a>Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Model Pengambilan Keputusan Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="88"></a><a name="9"></a>Model-model pengambilan keputusan telah dikembangkan oleh beberapa ahli untuk memahami bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan pembelian. Model-model pengambilan keputusan kontemporer ini menekankan kepada aktor yang berperan pada pengambilan keputusan yaitu konsumen, serta lebih mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Konsumerisme</b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="93"></a>Konsumerisme adalah suatu gerakan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan posisi konsumen dalam berinteraksi dengan pihak penjual, baik sebelum, pada saat, dan setelah konsumsi dilakukan. Konsumen perlu mengetahui hak-haknya secara jelas sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian yang dirasakan pada tiga fase tersebut, konsumen akan dapat mengidentifikasi letak ketidaksesuaiannya, di mana karena sumber permasalahan dapat berasal dari kecerobohan konsumen itu sendiri.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="94"></a>Perkembangan teknologi informasi dan era perdagangan bebas memunculkan masalah konsumerisme baru yang harus diwaspadai oleh berbagai pihak sehingga dapat mencegah dampak yang merusak bagi konsumen</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Model dan Penelitian terhadap Perilaku Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="96"></a>Dalam usaha untuk lebih memahami perilaku konsumen, seorang pemasar akan melakukan penelitian yang terkait dengan konsumen dan produk yang dipasarkan. Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristik perilaku konsumen sehingga seorang pemasar akan dapat lebih mengenal siapa konsumennya, dan bagaimana perilaku mereka dalam mencari, menggunakan, dan membuang produk. Perilaku konsumen sangat kompleks dan melibatkan banyak variabel dalam analisis sehingga diperlukan model-model perilaku konsumen untuk menyederhanakan gambaran dan keterkaitan antar variabel tersebut dalam perilaku konsumen. Dengan berpedoman kepada model-model perilaku konsumen yang telah ada maka penelitian akan lebih mudah dilakukan karena variabel-variabel terkait sudah teridentifikasi di dalam model-model tersebut.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Lembaga Perlindungan Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="98"></a>Tidak pahamnya konsumen mengenai hak dan kewajibannya sebagai seorang konsumen yang menggunakan barang dan atau jasa yang disediakan oleh pelaku bisnis, sering kali menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Kerugian dapat berupa kerugian fisik (kesehatan dan keselamatan) maupun kerugian nonfisik yaitu uang. Sering kali konsumen hanya pasrah setelah menerima perlakuan yang merugikan mereka, yang disebabkan karena mereka tidak tahu bagaimana dan kepada siapa harus mengadukan permasalahannya.</p> <p style="line-height:150%;"><a name="99"></a>Perlindungan konsumen ini tertuang dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 yang dikenal dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), di mana secara jelas diuraikan berbagai hal mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku bisnis serta pihak-pihak yang terkait dalam program Perlindungan Konsumen. Salah satu lembaga yang bergerak dalam perlindungan konsumen ini adalah Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang tujuan utamanya adalah untuk membantu konsumen Indonesia agar tidak dirugikan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.</p> <p style="line-height:150%;"> <b>Globalisasi dan Perubahan Perilaku Konsumen </b> </p> <p style="line-height:150%;"><a name="911"></a>Globalisasi menghilangkan batas-batas negara untuk mengonsumsi suatu produk atau jasa. Teknologi informasi akan memudahkan konsumen untuk memperoleh informasi yang terkait dengan perilaku konsumsi, produk, dan gaya hidup di negara lain dan akan mempengaruhi perilaku konsumsinya sendiri. Teknologi informasi juga mempengaruhi pelaku bisnis dalam hal penyebaran informasi dan melakukan komunikasi dengan konsumen.</p> <p style="line-height:150%;">Pada saat seorang konsumen mengambil keputusan pembelian, mereka juga mempertimbangkan negara asal dari merek sebagai bahan evaluasi. Konsumen memiliki sikap, preferensi, dan persepsi tertentu terhadap produk atau jasa yang dihasilkan suatu negara. Efek negara asal ini mempengaruhi bagaimana konsumen menilai kualitas dan pilihan mereka terhadap produk yang akan dikonsumsi.</p></b></b></b>smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-59807396148099736622011-10-10T23:45:00.001-07:002011-10-11T00:44:50.803-07:00Teori Kritis dan Varian Paradigmatis dalam Ilmu KomunikasiDalam sejarah keilmuan, wacana positivisme klasik sempat menjadi primadona paradigma dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya ilmu komunikasi. Wacana positivisme yang dipelopori oleh para pemikir empirik radikal (pertama kali dicetuskan oleh Saint Simon pada tahun 1825) menjadi landasan epistemologi dalam menentukan kebenaran dalam ilmu sosial. August Comte dengan Sosiologi Positif menjadi paradigma pokok ilmu sosial yang berbasis pendekatan empirik sosial. Gugus ilmu sosial yang berkembang pada waktu itu menjadikan positivisme sebagai dominator rasionalitas dalam ilmu pengetahuan. Ini tentu saja dilandasi dengan pemikiran yang sudah berkembang pada waktu Renaissance dibuka sebagai swift epistemology dari epistemologi deduktif Platonik menjadi epistemologi induktif empirik Aristotelian yang semakin diradikalkan oleh Francis Bacon dalam induktivisme rasional.<br />Pada dasarnya, positivisme adalah jawaban alternatif dan tegas atas kegagalan filsafat spekulatif yang diradikalkan oleh filsafat Idealisme Jerman Immanuel Kant dan Filsafat Sejarah Hegel. Reaksi epistemologi ini lahir dari penolakan klaim kebenaran yang bersifat spekulatif dan jauh dari maksud sebenarnya dari pencarian kebenaran. Dalam perkembangan selanjutnya, positivisme mengalami modifikasi metodologis dan epistemologis yang sebenarnya juga menjauhi maksud sebenarnya pendekatan positif ditawarkan sebagai suatu sistem kebenaran.<br />Ilmu komunikasi dalam sejarah awal pembentukan juga tidak jauh dari kecenderungan positivisme ilmiah. Paradigma utama dalam ilmu komunikasi pun tidak jauh dari masalah metodologis yang bersifat empirik positif. Pendekatan mekanistik ala Shannon-Weaver tidak jauh melihat bahwa komunikasi merupakan pecahan mekanik yang dilakukan oleh manusia yang pada dasarnya meniru perilaku mesin transmitter dan receiver. Kecenderungan bahwa komunikasi merupakan proses linear mekanistik merupakan derivasi pemahaman ilmu alam dalam gugus perilaku manusiawi. Beberapa model pokok dalam ilmu komunikasi tidak jauh dari masalah distansi penuh antara peneliti dan yang diteliti, objektivistis-mekanistik, deduktif-nomonologis dan penelitian eksternal faktual dari setiap gejala yang masuk dalam perilaku komunikatif. Kecenderungan positivistik dalam ilmu komunikasi pun akhirnya membentuk bentuk ilmu sosial yang bersifat otoriter dan cenderung minus kecuali dalam memuaskan aturan dan sistem logika ketat yang menuntut pengujian korelasional yang dapat diuji secara praktis.<br />Kecenderungan dominan positivisme dalam ilmu komunikasi memberikan hasil model-model meta naratif pada pengalaman sosial manusia yang disebut dengan komunikasi. Meta narasi komunikasi yang bersifat universal mempunyai tantangan bahwa pola komunikasi sebenarnya sangat terikat dengan ruang dan waktu manusiawi. Padahal sifat keterikatan dengan ruang dan waktu ini bisa sangat bersifat tentatif dan relatif, mengingat sifat manusia yang bisa sangat kontekstual. Relasi komunikatif adalah kontekstual dalam arti bahwa relasi komunikatif tidak bisa begitu saja direduksi dalam pola kuantitatif yang bisa sangat rigid dengan keadaan yang sebenarnya.<br />Meta narasi universal dalam paradigma komunikasi pada suatu saat menimbulkan penyederhanaan pengalaman manusia yang bersifat tentatif. Tapi di lain waktu, meta narasi universal dalam paradigma komunikasi menimbulkan rejim otoriter dalam menentukan kebenaran yang bisa sangat bersifat manipulatif. Rejim otoriter ini menimbulkan masalah dogmatis dalam ilmu pengetahuan yang pada akhirnya mengakibatkan krisis epistemologis terutama dalam pendekatan rasional pada pengalaman manusia yang disebut dengan komunikasi.<br />Makalah ini memberikan gambaran singkat terhadap wacana alternatif terhadap pendekatan ilmu pengetahuan, terutama ilmu komunikasi. Ada perkembangan masyarakat yang tidak cukup dipahami dengan sederetan angka dan prosentase. Angka justru menimbulkan kesesatan pikir baru yang bersifat ideologis. Wacana alternatif tersebut adalah wacana teori kritis.<br />Hanya memang tulisan ini mencoba untuk mengembangkan diskusi teoritis tentang teori kritis dengan masalah bagaimana teori kritis dipahami dalam kerangka praksis.<br />Diskusi 1. Sekilas tentang Teori Kritis<br />Filsafat dan ilmu sosial abad XX diwarnai oleh empat pemikiran besar yaitu, fenomenologi-eksistensialisme, Neo-Thomisme, Filsafat Analitis dan aliran Neo Marxis (yang sering mengklaim dirinya sebagai pewaris tradisi Marxisme yang disesuaikan dengan keadaan jaman). Teori kritis, secara klasifikatif, dapat digolongkan pada kelompok yang terakhir. Meski dalam perdebatan filosofis, ada yang menganggap bahwa teori kritis adalah teori yang bukan marxis lagi.<br />Neo Marxisme adalah aliran pemikiran Marx yang menolak penyempitan dan reduksi ajaran Karl Marx oleh Engels. Ajaran Marx yang dicoba diinterpretasikan oleh Engels ini adalah versi inferpretasi yang nantinya sebagai “Marxisme” resmi. Marxisme Engels ini adalah versi interpretasi yang dipakai oleh Lenin. Interpretasi Lenin nanti pada akhirnya berkembang menjadi Marxisme-Leninisme (atau yang lebih dikenal dengan Komunisme). Beberapa tokoh neomarxisme sebetulnya pada akhirnya menolak marxisme-leninisme. Mereka menolak interpretasi Engels dan Lenin karena interpretasi tersebut adalah interpretasi ajaran Marx yang menghilangkan dimensi dialektika ala Karl Marx yang dipercaya sebagai salah satu bagian inti dari pemikiran Karl Marx. Tokoh neomarxisme adalah Georg Lukacs dan Karl Korsch, Ernst Bloch, Leszek Kolakowski dan Adam Schaff.<br />Salah satu aliran pemikiran Kiri Baru yang cukup ternama adalah pemikiran Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial di Frankfurt (Institut für Sozialforschung) didirikan pada tahun 1923 oleh seorang kapitalis yang bernama Herman Weil, seorang pedagang grosir gandum, yang pada akhir hayat “mencoba untuk cuci dosa” mau melakukan sesuatu untuk mengurangi penderitaan di dunia (termasuk dalam skala mikro: penderitaan sosial dari kerakusan kapitalisme).<br />Teori kritis adalah anak cabang pemikiran marxis dan sekaligus cabang marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt disebut ciri teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Ciri khas dari teori kritik masyarakat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif.<br />Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertama adalah Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, ahli sastra, psikolog dan filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (ahli psikoanalisa Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (murid Heidegger yang mencoba menggabungkan fenomenologi dan marxisme, yang juga selanjutnya Marcuse menjadi “nabi” gerakan New Left di Amerika).<br />Teori Kritis menjadi disputasi publik di kalangan filsafat sosial dan sosiologi pada tahun 1961. Konfrontasi intelektual yang cukup terkenal adalah perdebatan epistemologi sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurt – paradigma kritis) dengan Karl Popper (kubu Sekolah Wina – paradigma neo positivisme/neo kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) dengan Jürgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan ini memacu debat positivisme dalam sosiologi Jerman. Habermas adalah tokoh yang berhasil mengintegrasikan metode analitis ke dalam pemikiran dialektis Teori Kritis.<br />Pada awalnya, yang membedakan Teori Kritis dengan filsafat Heidegger atau filsafat analitika Ludwig Wittgenstein adalah Teori Kritis menjadi inspirasi dari gerakan sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori oleh kaum muda yang pada waktu itu secara historis telah tidak ingat lagi dengan masa kelaparan dan kedinginan pasca perang dunia II. Generasi muda tahun 1960-an telah merasa muak dengan kebudayaan yang menekankan pembangunan fisik dan menekankan faktor kesejahteraan ala kapitalisme. Generasi ini adalah generasi yang secara mendalam meragukan atau menyangsikan kekenyangan kapitalisme dan disorientasi nilai modern.<br />Yang merupakan ciri khas Teori Kritis adalah bahwa teori ini berbeda dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Pendekatan Teori Kritis tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis pada titik tertentu memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya, Teori Kritis mau menjadi praktis.<br />Teori Kritis tidak mau membebek Karl Marx. Kelemahan marxisme pada umumnya adalah mereka menjiplak analisa Marx dan menerapkannya mentah-mentah pada masyarakat modern. Oleh sebab itu, biasanya marxisme justru lebih terkesan dogmatis daripada ilmiah. Teori Kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat yang dipahami sebagai “masyarakat kapitalis lanjut”. Yang direkonseptualisasi dalam pemikiran Teori Kritis adalah maksud dasar teori Karl Marx, yaitu pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan.<br />Pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan berangkat dari konsep kritik. Konsep kritik sendiri yang diambil oleh Teori Kritis berangkat dari 4 (empat sumber) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Kritik dalam pengertian pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia. Kritik dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang dihasilkan oeh hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Kritik dalam pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi dan memanipulasi kesadaran. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologistik dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ortodoksi marxisme klasik.<br />Diskusi 2: Pengaruh Teori Kritis dalam Wacana Ilmu Komunikasi<br />Pertemuan pertama Teori Kritis dengan ilmu komunikasi sebenarnya terjadi ketika Teori Kritis berimigrasi ke Amerika Serikat. Perkembangan ilmu komunikasi di Amerika sudah mengalami perkembangan yang pesat. Premis awal Ilmu komunikasi di Amerika merupakan pernik awal perkembangan teknologi informasi bahkan sebelum perang dunia I. Perkembangan ilmu komunikasi di Amerika banyak ditandai dengan perkembangan komunikasi massa di negara tersebut. Sementara itu, paradigma dominan ilmu komunikasi dipenuhi dengan paradigma positivistik.<br />Teori Kritis yang dibawa oleh para sarjana Jerman akhirnya berpindah di beberapa universitas di Amerika pada tahun 1933. Tentu saja, pertemuan dua tradisi intelektual tersebut menghasilkan kontroversi. Paradigma kritis yang sangat kritis idealistik bertemu dengan tradisi keilmuan yang pragmatis. Dalam sejarah perkembangannya, penelitian komunikasi di Amerika dipengaruhi oleh kondisi sejarah sosial, politik dan budaya yang terjadi. Komunikasi pada titik tertentu, di Amerika, berada dalam titik pragmatik yang sangat komersial dan memunculkan diskursus klasik terhadap perubahan sosial, terutama yang berkaitan dengan arus kesejahteraan yang bersifat kapitalistik.<br />Ide pragmatisme sangat mewarnai penelitian komunikasi di Universitas Chicago yang kajiannya sangat empirik. Paul Lazarfeld, Kurt Lewin, Harold Laswell dan Carl Hovland. Studi yang dikembangkan oleh Wilbur Schramm adalah studi kuantitatif dalam konteks anthropologi komunikasi.<br />Kontribusi kritisisme Teori Kritis dikembangkan oleh Adorno yang mengkritik pendekatan Paul Lazarfeld yang sangat dipengaruhi oelh pendekatan struktural fungsionalistik ala Talcott Parsons. Horkheimer dan Adorno melihat cacat epistemologi dalam ilmu komunikasi yang berwatak totaliter dan ideologis. Teori Kritis melihat bahwa ada kecenderungan di kalangan ilmuwan komunikasi menjadi ilmu ini untuk dipaksakan dalam wujud ilmu yang sangat mekanistik. Model pemikiran administratif yang dikembangkan oleh pemikir Universitas Chicago dikritisi oleh model pemikiran kritis.<br />Riset komunikasi yang berkembang bersamaan dengan asumsi pemikiran administratif adalah riset studi efek media massa. Selanjutnya dalam era 30-40-an pemikiran Teori Kritis mengembangkan studi tentang ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan studi resepsi khalayak – studi ideologi dalam media yang pada akhirnya mengalami perkembangan yang pesat pada era 70-80-an.<br />Pendekatan ekonomi politik memfokuskan pada kajian utama tentang hubungan antara struktur ekonomi-politik, dinamika industri media, dan ideologi media itu sendiri. Perhatian penelitian ekonomi politik diarahkan pada kepemilikan, kontrol serta kekuatan operasional pasar media. Dari titik pandang ini, institusi media massa dianggap sebagai sistem ekonomi yang berhubungan erat dengan sistem politik.<br />Perspektif ekonomi politik kritis juga menganalisa secara penuh pada campur tangan publik sebagai proses legitimasi melalui ketidaksepakatan publik atas bentuk-bentuk yang harus diambil karena adanya usaha kaum kapitalis mempersempit ruang diskursus publik dan representasi. Dalam konteks ini dapat juga disebut adanya distorsi dan ketidakseimbangan antara masyarakat, pasar dan sistem yang ada. Sedangkan kriteria-kriteria yang dimiliki oleh analisa ekonomi politik kritis terdiri dari tiga kriteria. Kriteria pertama adalah masyarakat kapitalis menjadi kelompok (kelas) yang mendominasi. Kedua, media dilihat sebagai bagian dari ideologis di mana di dalamnya kelas-kelas dalam masyarakat melakukan pertarungan, walaupun dalam konteks dominasi kelas-kelas tertentu. Kriteria terakhir, profesional media menikmati ilusi otonomi yang disosialisasikan ke dalam norma-norma budaya dominan.<br />Perspektif ekonomi-politik kritis memiliki tiga varian utama. Ketiga varian tersebut adalah instrumentalisme, kulturalisme, dan strukturalisme. Dalam penelitian ini, varian yang digunakan adalah perspektif instrumentalisme. Perspektif ini memberikan penekanan pada determinisme ekonomi, di mana segala sesuatu pada akhirnya akan dikaitkan secara langsung dengan kekuatan-kekuatan ekonomi. Perspektif ini melihat media sebagai instrumen dari kelas yang mendominasi. Dalam hal ini kapitalis dilihat sebagai pihak yang menggunakan kekuatan ekonominya – untuk kepentingan apapun – dalam sistem pasar komersial untuk memastikan bahwa arus informasi publik sesuai dengan kepentingannya.<br />Studi Kajian Budaya Kritis juga menempatkan media sebagai salah satu aktor budaya dalam melakukan imperialisme budaya. Aktor budaya dalam konteks ini adalah konteks ideologi dominan maka media menjadi ideological apparatus.<br />Studi resepsi kritis menempatkan bahwa kelompok khalayak terbagi dalam klasifikasi status sosial dan ekonomi. Secara politis, masyarakat terbagi dalam kelompok sosial yang mempunyai tingkat resepsi yang berbeda. Pendekatan Bordieu banyak memakai metode ini.<br />Diskusi 3. Penerapan Aplikatif: Wacana Media, Ideologi Dan Hegemoni<br />Media dalam konteks Teori Kritis selalu berhubungan dengan ideologi dan hegemoni. Hal ini berkaitan dengan cara bagaimana sebuah realitas wacana atau teks ditafsirkan dan dimaknai dengan cara pandang tertentu.<br />Pendapat Golding dan Murdock (Currant & Guravitch ed., 1991:188) menunjukkan bahwa studi wacana media meliputi tiga wilayah kajian, yaitu teks itu sendiri, produksi dan konsumsi teks. Kerangka teoritis semacam ini adalah kerangka teoritis yang senada dikembangkan oleh Norman Fairclough. Perbedaan analisis Golding dan Murdock jika dibandingkan dengan analisis wacana kritis Norman Fairclough terletak pada wilayah analisis teks, produksi dan konsumsi sebagai kajian tersendiri. Fairclough mempunyai kerangka teks, praktek wacana dan praktek sosial budaya sebagai wilayah analisis kritisnya. Dari konteks perspektif analisis di atas maka teks ditafsirkan.<br />Wacana teks selalu melibatkan dengan apa yang disebut dengan alternasi atau peralihan timbal balik antara dua fokus kembar analisis wacana, yaitu kejadian komunikatif (teks, praktek wacana dan praktek sosial budaya) dengan tatanan wacana (genre dan jenis pewacanaan).<br />Kejadian komunikatif meliputi aspek teks, praktek wacana dan praktek sosial budaya. Wilayah teks media merupakan representasi yang berkaitan dengan realitas produksi dan konsumsi. Fairclough melihat bahwa wilayah teks merupakan wilayah analisis fungsi representasional-interpersonal teks dan tatanan wacana. Fungsi representasional teks menyatakan bahwa teks berkaitan dengan bagaimana kejadian, situasi, hubungan dan orang yang direpresentasikan dalam teks. Ini berarti bahwa teks media bukan hanya sebagai cermin realitas tapi juga membuat versi yang sesuai dengan posisi sosial, kepentingan dan sasaran yang memproduksi teks. Fungsi interpersonal adalah proses yang berlangsung secara simultan dalam teks.<br />Wacana untuk konsumsi publik bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya wacana dalam konteks publik adalah wacana yang diorganisasi ulang dan dikontekstualisasikan agar sama dengan bentuk ekspresi tertentu yang sedang digunakan. Bentuk ekspresi teks tertentu mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa yang melihat dan dari perspektif sudut pandang macam apa.<br />Wacana teks media juga membutuhkan analisis intertekstualitas. Analisis ini lebih ingin mengetahui hubungan antara teks dengan praktek wacana. Intertekstualitas ini bisa berproses dalam cara-cara pemaduan genre dan pewacanaan yang tersedia dalam tatanan wacana untuk produksi dan konsumsi teks. Selain itu, analisis ini juga ingin melihat cara transformasi dan relasi teks satu dengan teks yang lain. Dalam perspektif ekonomi politik kritis, analisis ini memperlihatkan proses komodifikasi dan strukturasi.<br />Pemaknaan dan makna tidak an sich ada dalam teks atau wacana itu sendiri (Fiske, 1988:143-144). Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika kita membaca teks, maka makna tidak akan kita temukan dalam teks yang bersangkutan. Yang kita temukan adalah pesan dalam sebuah teks. Sebuah peristiwa yang direkam oleh media massa baru mendapat makna ketika peristiwa tersebut ditempatkan dalam identifikasi kultural di mana berita tersebut hadir. Peristiwa demi peristiwa diatur dan dikelola sedemikian rupa oleh para awak media, dalam hal ini oleh para wartawan. Itu berarti bahwa para awak media menempatkan peristiwa ke dalam peta makna. Identifikasi sosial, kategorisasi, dan kontekstualisasi dari peristiwa adalah proses penting di mana peristiwa itu dibuat bermakna bagi khalayak.<br />Para awak media dalam konteks pemberitaan teks media selalu memperhatikan aspek konsensus sosial. Meskipun demikian, pemahaman awak media terhadap suatu proses produksi media sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan peta ideologi pada setiap awak media, dalam hal ini adalah wartawan.<br />Diskusi 4. Penerapan Aplikatif: Paradigma Kritis Dan Wacana Teks Media<br />Penelitian media massa lebih diletakkan dalam kesadaran bahwa teks atau wacana dalam media massa mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa pada manusia (Littlejohn, 2002: 163-183). Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Pada titik tertentu, teks media pada dirinya sudah bersifat ideologis (Littlejohn, 2002:217).<br />Pembahasan yang harus disadari adalah bukan hanya terletak bahwa teks media selalu bersifat ideologis tapi terutama adalah kemampuan untuk membedakan antara kuasa teks itu sendiri dengan kuasa struktur makro yang secara sengaja atau tidak sengaja merekonstruksi, merepresentasikan dan memaknai teks tersebut (Shoemaker & Reese, 1991: 53-205). Dalam arti bahwa, meski konsumen dan produsen teks media punya opsi bagaimana teks harus disimbolisasikan dan dimaknai tetap saja ada bingkai aktivitas dan opsi mereka yang terbentuk dan dipengaruhi oleh faktor yang berada di luar jangkauan kendali sadar konsumen atau produsen teks media.<br />Pengenalan dan pemahaman yang cukup komprehensif atas struktur sistem produksi media, rasionalitas dan ideologi yang berada di balik teks media yang bersangkutan menjadi hal yang penting. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian yang mampu menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur, rasionalitas dan ideologi yang kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media (Dedy N. Hidayat, 2000: 127-164).<br />Diskusi 5: Penerapan Aplikatif: Wacana Media, Paradigma Dan Teori Kritis<br />Ilmu komunikasi dapat dikategorikan dalam ilmu pengetahuan yang mempunyai aktivitas penelitian yang bersifat multi paradigma. Ini berarti, ilmu komunikasi merupakan bidang ilmu yang menampilkan sejumlah paradigma atau perspektif dasar pada waktu bersamaan (Hidayat, 1999:431-446). Istilah paradigma sendiri dapat didefinisikan sebagai:<br />“a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principles…a world view that defines, for its holder, the nature of the ‘world’…(Guba, dalam Denzin & Lincoln, 1994:107).<br />Paradigma merupakan orientasi dasar untuk teori dan riset. Pada umumnya suatu paradigma keilmuan merupakan sistem keseluruhan dari berfikir. Paradigma terdiri dari asumsi dasar, teknik riset yang digunakan, dan contoh seperti apa seharusnya teknik riset yang baik (Newman, 1997:62-63).<br />Terlepas dari segala variasinya, perbedaan antara paradigma yang satu dengan paradigma yang lain dapat dikelompokkan berdasarkan hal yang mendasar. Hal-hal tersebut adalah hal yang berkaitan dengan konsep dan ide dasar ilmu sosial, atau asumsi-asumsi tentang masyarakat, manusia, realitas sosial, opsi moral, serta komitmen terhadap nilai-nilai tertentu.<br />Setidaknya ada empat paradigma yang bisa dikelompokkan dalam teori-teori penelitian ilmiah komunikasi. Paradigma-paradigma itu adalah sebagai berikut paradigma humanis radikal (radical humanist paradigm), paradigma struktural radikal (radical structuralist paradigm), paradigma interpretif (Interpretive paradigm), dan terakhir adalah paradigma fungsionalis (fungsionalist paradigm).<br />Guba & Lincoln (1994:17-30) juga menyusun beberapa paradigma dalam teori ilmu komunikasi. Paradigma yang dikemukakan itu terdiri dari paradigma positivistik, paradigma pospositivistik, paradigma kritis, dan paradigma konstruktivisme. Beberapa ahli metodologi dalam bidang ilmu sosial berpendapat bahwa paradigma positivistik dan pospositivistik merupakan kesatuan paradigma, yang sering disebut dengan paradigma klasik. Implikasi metodologis dan teknis dari dua paradigma tersebut, dalam prakteknya, tidak punya banyak perbedaan. Adanya konstelasi paradigma di atas maka teori dan penelitian biasa dikelompokkan dalam tiga paradigma utama, yaitu paradigma klasik, paradigma kritis dan paradigma konstruktivisme. Apabila terjadi tiga pembedaan paradigma dalam ilmu sosial, maka terjadi perbedaan pemahaman terhadap paradigma itu sendiri.<br />Perbedaan antara ketiga paradigma ini juga dapat dibahas dari 4 (empat) dimensi. Keempat dimensi tersebut adalah dimensi epistemologis, dimensi ontologis, dimensi metodologis, serta dimensi aksiologis.<br />Dimensi epistemologis berkaitan dengan asumsi mengenai hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti. Seluruhnya berkaitan dengan teori pengetahuan (theory of knowledge) yang melekat dalam perspektif teori dan metodologi.<br />Dimensi ontologis berhubungan dengan asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup asumsi-asumsi mengenai bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu obyek pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika serta pilihan moral peneliti dalam suau penelitian.<br />Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan dari teori kritis tidak bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels (Denzin, 2000: 279-280).<br />Pengaruh idea marxisme – neo marxisme dan teori kritis mempengaruhi filsafat pengetahuan dari paradigma kritis. Asumsi realitas yang dikemukakan oleh paradigma adalah asumsi realitas yang tidak netral namun dipengaruhi dan terikat oleh nilai serta kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh sebab itu, proyek utama dari paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis memcoba membedah realitas dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media. Ada beberapa karakteristik utama dalam seluruh filsafat pengetahuan paradigma kritis yang bisa dilihat secara jelas.<br />Ciri pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46).<br />Ciri kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik menyolok dari tujuan paradigma kritis ada dan eksis adalah paradigma yang mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah dunia yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186).<br />Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa ini menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual di balik proses transformasi sosial. Dari proses tersebut, dapat dikatakan bahwa etika dan pilihan moral bahkan suatu keberpihakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari analisis penelitian yang dibuat.<br />Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti ada proses dialogal dalam seluruh penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan untuk melihat secara lebih dalam kenyataan sosial yang telah, sedang dan akan terjadi.<br />Dengan demikian, karakteristik keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti untuk melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, dalam hal ini media massa berikut teks yang diproduksinya. Maka, dalam paradigma kritis, penelitian yang bersangkutan tidak bisa menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini bisa membuat perbedaan penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87).<br />Dalam konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh kejadian sosial yang ada (Denzin, 2000:170).<br />Perkembangan teori kritis semakin jelas ketika Sekolah Frankfurt menjadi motor penggerak teori tersebut. Selain bahwa Sekolah Frankfurt bersentuhan dengan perkembangan ilmu sosial kritis pada waktu itu, Sekolah tersebut juga merefleksikan peran media massa pada masyarakat waktu itu. Tentu saja, konteks Jerman pada waktu itu juga sangat dipengaruhi oleh sejarah Jerman pada waktu pemerintahan Hitler (Nazi).<br />Dalam perkembangan selanjutnya, Sekolah Frankfurt juga menyatakan bahwa ternyata media bisa menjadi alat pemerintah untuk mengontrol publik, dalam arti tertentu media bisa menjadi bagian dari ideological state apparatus (Littlejohn, 2002:213). Dalam hal tertentu, media bukan adalah realitas yang netral dan bebas kepentingan, tapi media massa justru menjadi realitas yang rentan dikuasai oleh kelompok yang lebih dominan dan berkuasa (Rogers, 1994:102-125).<br />Asumsi dasar dalam paradigma kritis berkaitan dengan keterangan di atas adalah keyakinan bahwa ada kekuatan laten dalam masyarakat yang begitu berkuasa mengontrol proses komunikasi masyarakat. Ini berarti paradigma kritis melihat adanya “realitas” di balik kontrol komunikasi masyarakat. Masalahnya siapa yang mempunyai kekuatan kontrol tersebut? Mengapa mengontrol ? Ada kepentingan apa ? Dengan beberapa kalimat pertanyaan itu, terlihat bahwa teori kritis melihat adanya proses dominasi dan marginalisasi kelompok tertentu dalam seluruh proses komunikasi masyarakat. Hal ini menyatakan bahwa proses penyebaran dan aktivitas komunikasi massa juga sangat dipengaruhi oleh struktur ekonomi politik masyarakat yang bersangkutan.<br />Proses pemberitaan tidak bisa dipisahkan dengan proses politik yang berlangsung dan akumulasi modal yang dimanfaatkan sebagai sumber daya. Ini merupakan proses interplay, di mana proses ekonomi politik dalam media akan membentuk dan dibentuk melalui proses produksi, distribusi dan konsumsi media itu. Ini berarti bahwa apa yang terlihat pada permukaan realitas belum tentu menjawab masalah yang ada. Apa yang nampak dari permukaan harian belum tentu mewakili kebenaran realitas itu sendiri. Teori kritis pada akhirnya selalu mengajarkan kecurigaan dan cenderung selalu mempertanyakan realitas yang ditemui, termasuk di dalamnya teks media itu sendiri.<br />Paradigma kritis tidak cukup puas pada jawaban, pola, struktur, simbol dan makna yang tersedia. Perlu ada pemaknaan yang lebih komprehensif dan kritis atas media yang ada. Beberapa keyakinan teori kritis menjadi acuan awal pemahaman kita terhadap studi teks media dalam konteks paradigma kritis.<br />Teori kritis melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara atau kelompok yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekuensi logisnya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.<br />Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media adalah pembentuk kesadaran. Representasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih dipahami sebagai media yang mampu memberikan konteks pengaruh kesadaran (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan pengaruh untuk mereproduksi dan mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur tertentu. Inilah sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial sering mengandaikan juga praksis sosial dan politik.<br />Pendefinisian dan reproduksi realitas yang dihasilkan oleh media massa tidak hanya dilihat sebagai akumulasi fakta atau realitas itu sendiri. Reproduksi realitas melalui media merupakan representasi tarik ulur ideologi atau sistem nilai yang mempunyai kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, media tidak hanya memainkan perannya hanya sekedar instrumen pasif yang tidak dinamis dalam proses rekonstruksi budaya tapi media massa tetap menjadi realitas sosial yang dinamis.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-61635312181514035562011-10-10T23:41:00.000-07:002011-10-10T23:42:30.392-07:00Teori Konstruksi SosialTeori konstruksi sosial diperkenalkan oleh Peter L.Berger seorang sosiolog interpretatif. Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. <br />Teori konstruksi sosial berada di antara teori fakta sosial dan definisi sosial. Dalam teori fakta sosial, struktur sosial yang eksis jauh lebih penting. Menurut teori fakta sosial, manusia adalah produk dari masyarakat dimana tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam masyarakat. Institusionalisasi, norma, struktur, dan lembaga sosial menentukan individu manusia. Sebaliknya, adalah teori definisi sosial, manusialah yang membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai entitas yang otonom, melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat. manusia yang membentuk realitas, menyusun institusi dan norma yang ada.<br />Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat merupakan produk yang dialektis, dinamis, dan plural. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi (pengaruh) kembali pada penghasilnya. Dengan demikian, manusia menjadi hasil atau produk dari masyarakat. Ini menandakan dialektika menjadi sesuatu yang berlangsung, terjadi dalam kehidupan sosial. Proses dialektis (atau momen menurut Berger) mempunyai tiga tahapan. Eksternalisasi, adalah usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia (berupa kegiatan mental maupun fisik). Objektivasi, hasil yang telah dicapai dari kegiatan eksternalisasi. Internalisasi, penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Tiga tahap peristiwa tersebut menghasilkan pandangan bahwa realitas itu tidak terbentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, sebaliknya, realitas dibentuk dan dikonstruksi.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-12541139206009128642011-10-10T20:45:00.000-07:002011-10-10T20:51:45.377-07:00MANAJEMEN ISSUE & KRISIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN BIDANG PUBLIC RELATIONSHIP1. Definisi Manajemen Issue<br /><br />Terminologi “issues management” pertama kali dipublikasikan oleh W. Howard Chase pada tanggal 15 April 1976 dalam newsletter-nya “Corporate Public Issues and Their Management” Volume 1 No. 1. Newsletter tersebut, sekarang sering disebut CPI, menyebutkan bahwa tujuan-tujuan manajemen issue adalah untuk memperkenalkan dan memvalidasikan suatu penetrasi dalam desain dan praktek manajemen korporat dengan tujuan untuk setidaknya mengelola issue publik korporat sebaik atau bahkan lebih baik dibandingkan manajemen tradisional dari operasional yang hanya memikirkan keuntungan saja. Ia juga berkata bahwa isi newsletter-nya akan menggiring pembacanya pada revisi dasar atas praktek-praktek yang berbiaya tinggi dan tak sesuai dari jajaran staff manajemen tradisional. Ditambahkannya bahwa pada masa ini hanya ada satu manajemen dengan satu tujuan: bertahan hidup dan kembali pada kapital yang cukup untuk memelihara produktivitas, apapun iklim ekonomi dan politik yang tengah berlangsung. (Caywood, 1997:173).<br /><br />Bersama rekannya, Barry Jones, Chase mendefinisikan “Manajemen Issue” sebagai ‘sebuah alat yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola berbagai issue yang muncul ke permukaan (dalam suatu masyarakat populis yang mengalami perubahan tanpa henti) serta bereaksi terhadap berbagai issue tersebut SEBELUM issue-issue tersebut diketahui oleh masyarakat luas.’ (Regester & Larkin, 2003:38).<br /><br />Di tahun 1992 pada acara “Public Relations Colloquium” yang disponsori oleh firma public relations dari Nuffer, Smith, Tucker, Inc. San Diego State University dan Northwestern University’s Medill Scholl of Journalism, sekelompok praktisi PR mengembangkan sebuah definisi yang beorientasi pada tujuan:<br /><br />“Manajemen issue adalah proses manajemen yang tujuannya membantu melindungi pasar, mengurangi resiko, menciptakan kesempatan-kesempatan serta mengelola imej sebagai sebuah aset organisasi bagi manfaat keduanya, organisasi itu sendiri serta stakeholder utamanya, yakni pelanggan/konsumen, karyawan, masyarakat dan para pemegang saham”. (Caywood, 1997:173)<br /><br />Para pakar PR Indonesia mengartikan manajemen issue sebagai “fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap masyarakat, baik internal maupun eksternal, mengidentifikasi hal-hal atau masalah yang patut dikhawatirkan dan melakukan usaha-usaha ke arah perbaikan”. Selain itu, mereka juga mengartikannya sebagai “suatu usaha aktif untuk ikut serta mempengaruhi dan membentuk persepsi/pandangan/opini dan sikap masyarakat yang mempunyai dampak terhadap perusahaan”. (Wongsonagoro, 1995)<br /><br />2. Pengertian Issue<br /><br />Kita tidak akan mudah memahami terminologi “Manajemen Issue” di atas tanpa mengetahui apa yang sebenarnya dimaksud dengan issue (bukan terjemahan dari gossip/ rumour).<br /><br />Menurut dua pakar di AS, Hainsworth dan Meng, sebuah issue muncul “sebagai suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan, atau diusulkan untuk dilakukan, oleh satu atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil atau kriminal, atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan legislative atau perundangan.” Chase & Jones menggambarkan “issue” sebagai ‘sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya’ (‘an unsettled matter which is ready for decision’). Pakar lain mengatakan bahwa dalam bentuk dasarnya, sebuah “issue“ dapat didefinisikan sebagai ‘sebuah titik konflik antara sebuah organisasi dengan satu atau lebih publiknya’ (‘a point of conflict between an organization and one or more of its audicences’). (Regester & Larkin, 2003:42).<br /><br />Sementara Heath & Nelson (1986) mendefinisikan “issue” sebagai ‘suatu pertanyaan tentang fakta, nilai atau kebijakan yang dapat diperdebatkan’ (‘a contestable question of fact, value or policy’).<br /><br />Definisi sederhana lainnya menurut Regester & Larkin (2003:42) bahwa sebuah “issue“ merepresentasikan ‘suatu kesenjangan antara praktek korporat dengan harapan-harapan para stakeholder’ (‘a gap between corporate practice and stakeholder expectations’). Dengan kata lain, sebuah issue yang timbul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut di masa mendatang.<br /><br />Dari berbagai definisi di atas, terlihatlah bahwa pengertian “issue” menjurus pada adanya masalah dalam suatu organisasi yang membutuhkan penanganan. Cara menangani issue tersebut yang pada akhirnya memunculkan teori dan proses “manajemen issue”.<br /><br />Contoh-contoh yang menyebabkan perlunya manajemen issue termasuk prospektif bagi perundang-undangan yang baru, suatu opini atau klaim yang didukung oleh media ataupun saluran lainnya, perkembangan yang kompetitif, riset yang dipublikasikan, sebuah perubahan dalam kinerja atau kegiatan organisasi itu sendiri atau individu maupun kelompok yang terkait dengan organisasi tersebut.<br /><br />3. Manajemen Issue & Krisis serta Hubungannya dengan Bidang PR<br /><br />Seiring dengan kemajuan teknologi, industri media massa menjadi semakin beragam dan persaingan di antara mereka menjadi semakin ketat dalam memperoleh berita yang sensasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa biasanya berita yang menjadi topik hangat adalah berita yang mengandung suatu masalah yang kontroversial ataupun hal-hal buruk yang sedang menimpa seorang tokoh, sebuah organisasi/perusahaan hingga sebuah negara. Terutama bila issue yang muncul tersebut memiliki dampak tertentu (biasanya dampak yang buruk) pada masyarakat luas. Semakin hangat topik tersebut dibicarakan publik, semakin giat para wartawan menggali topik tersebut dan mengejar-ngejar para nara sumber.<br /><br />Bayangkan bila Anda bekerja sebagai praktisi humas di sebuah perusahaan obat dan mendapati laporan media yang menghubungkan salah satu produk unggulan perusahaan Anda dengan kematian sejumlah konsumen produk tersebut. Saat seperti inilah yang menjadi tanda atau gejala munculnya sebuah krisis. Dan bila si praktisi humas tidak melakukan tindakan cepat untuk mengantisipasi berita tersebut, besar kemungkinan perusahaannya akan benar-benar menghadapi krisis yang dapat menghancurkan perusahaan.<br /><br />Pengendalian dan pengelolaan issue serta krisis menjadi sebuah bidang khusus yang harus ditangani humas karena pada saat seperti ini reputasi perusahaan berada dalam taruhan.<br /><br />Reaksi manajemen issue yang efektif berdasarkan pada dua aturan kunci: identifikasi awal dan reaksi yang terorganisir dalam mempengaruhi proses kebijakan publik. Yang harus diingat adalah bahwa mengelola issue seharusnya tidak dianggap sebagai kegiatan defensif. Sifat manajemen issue ini adalah proaktif karena manajemen issue adalah sebuah proses yang proaktif, antisipatoris serta terencana yang dirancang untuk mempengaruhi perkembangan sebuah issue sebelum issue tersebut berkembang ke tahap yang membutuhkan manajemen krisis.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-79948861259386699902011-07-08T22:02:00.000-07:002011-07-08T22:29:19.735-07:00BAB II<span style="font-weight:bold;">TINJAUAN PUSTAKA</span><br /><br />2.1. Tinjauan Tentang Komunikasi Massa <br />2.1.1. Pengertian Komunikasi Massa<br /> Menurut Rakhmat (2003:188), komunikasi massa sebagai “jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa media massa memiliki peranan tertentu dalam kehidupan masyarakat diantaranya :<br />1. Memberi informasi tentang segala hal.<br />2. Membantu masyarakat untuk menyusun jadwal kegiatan setiap hari.<br />3. Membantu masyarakat berhubungan dengan berbagai kelompok lain.<br />4. Memberi hiburan bagi masyarakat <br />(Rakhmat, 2003:189).<br /> Defenisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitner (Ardianto, 2004: 3), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people). Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.<br />Kemajuan teknologi dewasa ini selain telah mampu mengatasi kendala proses komunikasi yang ada dan menciptakan perubahan yang sangat berarti dalam sistem komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa. Para ahli komunikasi membatasi perhatian komunikasi massa dengan menggunakan media massa misalnya surat kabar, radio, televisi dan film. Media massa modern yang selalu berkembang menuju kesempurnaan. <br /> Perkembangan komunikasi massa dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat, baik pada media elektronik maupun pada media cetak. perkembangan ini dapat kita rasakan, yaitu mendapatkan kepuasan diantaranya kualitas penyiaran yang lebih jelas dengan adanya kecanggihan teknologi, dengan adanya televisi kita dapat memperoleh informasi secara cepat, aktual dan terpercaya. Serta dengan adanya jangkauan siaran yang luas, maka peristiwa yang terjadi pada suatu daerah dapat diketahui dan diikuti oleh khalayak banyak. Pengertian komunikasi massa yang dikemukakan Bittner adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Rakhmat, 2003:188). <br />Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak. <br /><br /><br />2.1.2. Karakteristik Komunikasi Massa<br />Karakteristik umum yang menjadikan komunikasi massa berbeda dengan bentuk komunikasi personal dan komunikasi kelompok adalah komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, komunikannya heterogen, tersebar luas dan anonim, serta umpan baik yang tertunda (Effendi, 2000:20). Media penyalur pesan-pesan komunikasi massa adalah media massa. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yakni suatu institusi atau organisasi, karena itu komunikator sebagai penyampai pesan dalam komunikasi massa berbentuk lembaga atau orang yang mewakili suatu lembaga. Dengan demikian, komunikator tidak bertindak atas nama individu, melainkan atas nama lembaga dan harus sesuai dengan peraturan yang telah digariskan lembaga yang diwakilinya.<br /> Komunikator massa harus dibedakan dengan komunikasi antar pribadi yang komunikatornya tidak berstruktur. Sebelum kita menggunakan komunikasi massa minimal harus mengerti karakteristik komunikasi massa seperti yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi, karakreistik komunikasi massa yaitu sebagai berikut:<br />1. Komunikasi berarti umum<br />Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Benda-benda cetak, film, radio dan televisi apabila digunakan untuk keperluan pribadi dalam lingkungan organisasi yang tertutup, tidak dapat dikatakan komunikasi massa.<br />2. Komunikasi bersifat heterogen<br />Perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukaan dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi, erat sekali hubungannya dengan sifat heterogen komunikan.<br />3. Media massa menimbulkan keserempakan<br />Dimaksudkan dengan keserempakan adalah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator dan penduduk satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Televisi dan radio dalam hal ini melebihi media cetak, karena yang terakhir dibaca pada waktu yang berbeda dan lebih selektif.<br />4. Hubungan komunikator bersifat non pribadi<br />Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonym dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator <br />(Elvinaro, 2007:6).<br />Dari penjelasan di atas mengenai karakteristik komunikasi massa yang dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi, menguatkan pendapat bahwa komunikasi massa tidak terbatas pada perbedaan bahasa, budaya, pendidikan, pendapatan, kelas sosial dan pembatasan yang bersifat teknik. Komunikan dalam komunikasi massa adalah sejumlah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama, tingkah-laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama. Selain hal tersebut komunikasi massa juga dapat mengurangi ketidakpastian antara komunikan dan komunikator.<br />2.1.3. Fungsi Komunikasi Massa<br /> Disamping memiliki ciri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick (Ardianto, 2004: 16-17) adalah sebagai berikut: <br />a) Surveillance (Pengawasan)<br /> Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam 2 bentuk, yaitu:<br />(1) Fungsi pengawasan peringatan, terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dapat serta merta menjadi ancaman.<br /> (2) Fungsi pengawasan instrumental, adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.<br /> b) Interpretation (Penafsiran)<br /> Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok.<br /> c) Lingkage (Petalian)<br /> Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.<br /> d) Transmision of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)<br /> Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.<br /> e) Entertainment (Hiburan)<br /> Penyiaran drama, tarian, kesenian, sastra, musik, olahraga, permainan, melalui isyarat-isyarat, lambang-lambang, suara dan gambar, bertujuan untuk menciptakan suatu kesenangan yang bersifat hiburan. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. <br /><br />Pada dasarnya fungsi komunikasi massa adalah memberikan informasi, pendidikan yang dapat diikuti, dipahami serta disebarkan oleh khalayak banyak, meskipun bersifat mempengaruhi namun diharapkan pengaruh tersebut menuju ke arah yang positif dan membangun. <br />2.2. Tinjauan Mengenai Media Massa <br />2.2.1. Media Massa Sebagai Unsur Komunikasi Massa <br /> Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada khalayak luas dengan menggunakan media massa sebagai sarana penunjangnya. Media komunikasi banyak jenisnya, dari mulai yang tradisional sampai yang modern, dari mulai bedug, pegelaran kesenian, papan pengumuman, sampai surat kabar, televisi, radio, majalah dan sebagainya. Semua itu diklasifikasikan dalam bentuk media cetak, media elektronik, audio, visual dan audio visual. <br /> Audio visual yaitu televisi sebagai medium tidak hanya dapat memberi kata-kata tapi juga suara-suara, musik dan perubahan nada suara. Dengan televisi yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan media massa yang lain, kelebihan televisi yaitu pesan yang disampaikan televisi melalui gambar dan suara secara bersamaan dan hidup serta sangat cepat. Dimana media sebagai perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghatarkan pesannya kepada komunikan (Dani, 2004:102).<br />2.2.2. Efek Media Massa<br />Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.<br />Menurut Steven M. Chaffe (Ardianto dkk, 2004: 49) efek media massa dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yaitu:<br />a. Efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau media itu sendiri.<br /> 1. Efek ekonomi<br />Kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa. Keberadaan televisi baik televisi pemerintah maupun televisi swasta dapat memberi lapangan pekerjaan kepada sarjana ilmu komunikasi, para juru kamera, pengarah acara, juru rias, dan profesi lainnya.<br /><br />2. Efek sosial<br />Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa. Sebagai contoh misalnya kehadiran televisi dapat meningkatkan status dari pemiliknya.<br />3. Penjadwalan kegiatan sehari-hari<br />Terjadinya penjadwalan kegiatan sehari-hari, misalnya sebelum pergi kekantor masyarakat kota akan lebih dahulu melihat siaran berita di televisi.<br />4. Efek hilangnya perasaan tidak nyaman<br /> Orang menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan menghilangkan perasaan tidak nyaman, misalnya untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa, dan lainnya.<br />5. Efek menimbulkan perasaan tertentu<br /> Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman pada diri seseorang, tetapi juga dapat menumbuhkan perasaan tertentu. Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negative terhadap media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media massa tertentu erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut.<br />b. Efek media massa dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak<br /><br /><br />1. Efek kognitif<br />Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek kognitif ini membahas bagaimana media massa dapat membantu khalayak dapat mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh lainnya.<br />2. Efek Afekif<br />Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasan iba, terharu, sedih, gembira, marah, setelah menerima pesan dari media massa.<br /> Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan dari media massa adalah sebagai berikut:<br />• Suasana emosional, respon individu terhadap suatu film atau sinetron televisi akan dipengaruhi situasi emosional individu.<br />• Skema kognitif, merupakan naskah yang ada di dalam pikiran individu yang menjelaskan alur peristiwa.<br />• Suasana terpaan, adalah perasaan individu setelah menerima terpaan, informasi dari media massa.<br />• Predisposisi individual, mengacu kepada karakteristik individu. Individu yang melankolis cenderung menghadapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang dan mempunyai sifat terbuka cenderung akan lebih senang bila melihat adegan-adegan lucu daripada orang yang melakonkolis.<br />• Faktor identifikasi, menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca, pendengar, akan menempatkan dirinya di posisi tokoh.<br />3. Efek Behavioral<br />Efek behavioral ini merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk tindakan atau kegiatan.<br /><br />2.2.3. Jenis Media Massa<br /> Media massa pada dasarnya dibagi dua kategori yaitu:<br />a. Media cetak, yaitu surat kabar dan majalah.<br />b. Media elektonik, yaitu televisi, radio, dan media Online (Internet).<br />Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Fungsi surat kabar sendiri yaitu menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan khalayak. Begitu juga dengan majalah, yang mengacu sasaran khalayaknya yang spesifik. <br />Radio adalah media massa elektonik yang berbeda dengan media cetak, media cetak dibuat untuk komsumsi mata, sedangkan radio siaran untuk komsumsi telinga. Sedangkan televisi yang telah melakukan berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuan akhir abad 19. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar, majalah, dan radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Televisi ditinjau dari alat indra, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah hanya satu yang dapat stimulus. Seperti radio siaran dengan indra pendengaran, surat kabar dan majalah dengan penglihatan. Televisi yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat. <br />Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari televisi yang digunakan tersebut, dapat dikatakan bahwa dewasa ini peranan televisi semakin meningkat sebagai suatu institusi penting dalam kehidupan masyarakat, yang berperan sebagai pemberi informasi. Karena tanpa televisi mustahil informasi dapat disampaikan secara cepat dan tanpa terikat waktu. televisi berperan sebagai penunjang, peranan tersebut antara lain dalam mengantarkan informasi, sebagai bahan diskusi, menyampaikan pesan-pesan para tokoh masyarakat serta memperluas masalah-masalah yang disampaikannya. Situasi demikian tentu menuntut adanya kebutuhan-kebutuhan diskusi untuk mengambil keputusan, disamping itu diharapkan adanya perubahan-perubahan sikap, kepercayaan dan norma-norma sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa televisi mempunyai peranan yang cukup penting yang bertugas untuk mendidik, menghibur dan mempengaruhi.<br /><br /><br />2.3 Tinjauan tentang Televisi<br />2.3.1. Pengertian Televisi<br /> Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu ‘tele’ (Yunani) artinya jauh dan ‘visi’ (Videra-bahasa Latin) artinya penglihatan. Dalam bahasa Inggris “Television” diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat (studio televisi) dapat dilihat dari tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima (televisi set). Istilah Television dicetuskan tanggal para ahli di bidang elektronika dari berbagai Negara. Sistem penyampaian program televisi kini berkembang, sedikitnya terdapat lima metode penyampaian program televisi yaitu : <br />1. Kualitas gambar yang masih kuno ditingkatkan dengan High Density Television (HDTV).<br />2. Cable. Program disampaikan melalui satelit ke sistem kabel lokal, kemudian didistribusikan kerumah-rumah dengan kabel dibawah tanah.<br />3. Digital cable. Ini bagian Information super highway. Sekarang dengan kabel serat optik yang ditanam dibawah tanah tetapi memiliki kapasitas lebih tinggi.<br />4. Wireles cable. Sejumlah sistem kabel menyampaikan program bagi pelanggan yang menggunakan transmisi microwave (gelombang pendek) meskipun kabel ini dibawah tanah.<br />5. Direct Broadcast Satellite (DBS). Program-program ditransmisikan oleh satelit langsung. <br /> Menurut Skormis (Kuswandi, 2002: 8), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi meupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual. <br />2.3.2. Televisi Sebagai Medium Komunikasi Massa<br />Sebagai medium komunikasi televisi mempunyai beberapa karakteristik dasar yang membedakan dengan medium komunikasi massa lainnya, yaitu : <br />1. Televisi adalah medium audio-visual. Sebagai medium audio-visual televisi tidak hanya dapat menghadiri kata-kata tapi juga suara-suara gaduh, musik dan perubahan nada suara. Televisi tidak hanya dapat menghadirkan gambar-gambar diam, tetapi juga gambar bergerak, termasuk nuansa-nuasa dari gerakan tubuh, serta ekspresi wajah.<br />2. Televisi adalah berfikir dalam gambar yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna.<br />3. Televisi mempunyai jumlah saluran yang terbatas, bagian dalam masalah ini adalah soal hak untuk mengembangkan siaran dengan sistim Very Hight Frequency (VHF) sebelum menggunakan Ultra Hight Frequency (UHF) dan sekarang dikembangkannya Direct Broadcast Satellite (DBS).<br />4. Televisi adalah medium dengan kompleksitas yang tinggi dan biaya pengoperasiannya yang mahal. Sebab kamera, film, video tape, peralatan transmisinya memeerlukan banyak ahli untuk menanganinya di samping komunikatornya sendiri. Biaya untuk mengoperasikan televisi demikian tingginya (Elvinaro, 2007:134).<br />Televisi adalah sebagai medium yang punya audio-visual, mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan media massa lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sifat yang dimiliki televisi, pesan yang disampaikan televisi melalui gambar dan suara secara bersamaan, hidup dan sangat cepat. <br /><br />2.3.3. Fungsi Televisi<br /> Dalam eksistensinya sebagai media massa televisi memiliki beberapa fungsi dasar, yaitu :<br />1. Fungsi hiburan, dibanyak Negara fungsi hiburan disiarkan televisi siaran lebih dominan, sebagian besar waktu massa siaran diisi oleh acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti, sebab televisi dapat menampilkan gambar hidup beserta suaranya sesuai kenyataan dan dapat dinikmati dirumah oleh seluruh keluarga serta dapat dinikmati oleh khalayak yang tidak mengerti, merasa asing.<br />2. Fungsi penerangan, dua faktor yang terdapat pada media massa audio-visual, yaitu :<br />a. Immediancy, mencakup pengertian langsung dan dekat, peristiwa yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa pada saat peristiwa itu berlangsung.<br />b. Realism, mengandung makna pernyataan. Dalam menyiarkan informasi secara audio-visual dengan perantara microphone dan kamera apa adanya sesuai dengan kenyataan.<br />3. Fungsi pendidikan, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan pada khalayak yang jumlahnya belum tentu banyak secara simultan. Selain acara pendidikan yang dilakukan, televisi juga menyiarkan acara implisit mengandung pendidikan, acara-acara tersebut misalnya ceramah, film, dan lain-lain (Effendy, 2001:24).<br />Televisi merupakan sarana komunikasi massa yang sangat berpengaruh dalam membentuk dan merubah pola serta pendapat umum, termasuk pendapat umum untuk menyenangi sesuatu adanya informasi lebih dalam pembentukan sikap, perilaku dan pola pikir. Serta sebagai menyebarluaskan pesan-pesan dan informasi yang mencerdaskan, mendidik dan menghibur khalayak. <br />2.3.4. Karakteristik Televisi<br /> Ditinjau dari alat indra, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah hanya satu indera yang dapat di-stimulus. Radio siaran dengan indera pendengaran, surat kabar dan majalah dengan indera penglihatan.<br /><br />a. Audiovisual<br />Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar dan sekaligus dapat dilihat maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Di mana keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis, antara suara dan gambar.<br />b. Berfikir dalam Gambar<br />Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berfikir dalam gambar. Begitu pula bagi seorang komunikator yang akan menyampaikan informasi, pendidikan atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan berfikir dalam gambar, agar dapat menyampaikan keinginan pada pengarah acara tentang penggambaran dari acara tersebut.<br />c. Pengoperasian Lebih Kompleks<br />Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi lebih kompleks, dan banyak melibatkan orang. Mereka terdiri dari Produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemandu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain.<br /><br />2.3.5. Tayangan Televisi<br /> Tayangan televisi dapat diartikan sebagai suatu pertunjukan, acara yang ditampilkan dan disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat hiburan, informasi, ataupun pendidikan. Dalam kaitannya terhadap peningkatan pengetahuan, suatu tayangan televisi hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut :<br />1. Frekuensi menonton, melalui frekuensi menonton komunikan, dapat dilihat pengaruh tayangan terhadap pengetahuan komunikan.<br />2. Waktu penayangan, apakah waktu penayangan suatu acara sudah tepat atau sesuai dengan sasaran komunikan yang dituju.<br />3. Kemasan acara, agar mampu menarik perhatian pemirsa yang menjadi sasaran komunikannya, suatu tayangan harus dikemas atau ditampilkan secara menarik.<br />4. Gaya penyampaian pesan, dalam menyampaikan pesan dari suatu tayangan, apakah host atau pembawa acara sudah cukup komunikatif dan menarik, sehingga selain dapat menghindari rasa jenuh pemirsanya, juga agar pemirsa dapat memahami pesan yang disampaikan.<br />5. Pemahaman pesan, Apakah komunikan dapat mengerti dan memahami setiap materi atau pesan yang disampaikan oleh suatu tayangan.<br /><br />2.3.6. Penyajian Informasi dalam Program acara Televisi<br />Informasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena kegiatan manusia dilakukan dengan berkomunikasi. Informasi yaitu kegiatan pengawasan terhadap apa yang ditukar-menukarkan dengan dunia luar, sehingga kita dapat menyesuaikan diri terhadapnya, karena untuk dapat hidup efektif orang harus hidup dengan cukup informasi. <br />Penyajian informasi sangat erat hubungan dengan suatu program acara televisi, karena informasi itu mempunyai peranan penting terhadap pemirsa, sehingga dengan suatu acara televisi dapat disampaikan dan dapat diterima oleh semua kalangan secara langsung. Di mana pesan-pesan yang disampaikan dapat dimengerti dengan utuh dan baik, karena televisi suatu media elektronik yang mempunyai suatu kelebihan yaitu pemirsa bisa menerima informasi secara audio visual, bergambar, bergerak, bersuara sehingga pemirsa dapat menikmati dan mendapatkan informasinya dengan jelas. Seperti menonton program acara talk show, sandiwara, film, dan lain-lain, auditif dan visualnya sama-sama penting (Effendy, 2003:176).<br /><br />2.4. Pendekatan Kebutuhan Informasi<br />2.4.1. Pengertian Informasi<br /> Hermawan dan Zen (2006 : 2) menyatakan pengertian dari informasi yaitu : “Informasi adalah kandungan yang terdapat dalam berbagai bentuk dokumen (bahan pustaka).” Sedangkan Estrabook dalam Yusup (2002) menyatakan “Informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan – putusan yang dibuat.” <br />Wilbur Scrhamm (1997: 13), mendefenisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Informasi menjadi kebutuhan manusia yang esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia dapat mengetahui peristiwa yang terjadi disekitarnya, memperluas cakrawala pengetahuan, dan mengaplikasikannya dikehidupan sehari–hari.<br /> Manusia akan mencari informasi dengan berbagai cara yang mereka sukai. Salah satu media yang digunakan adalah media televisi. Timbulnya minat untuk menonton salah satu acara ditelevisi membuktikan bahwa informasi sangat berharga bagi manusia. Khalayak menjadi terbiasa dengan adanya program televisi yang mampu memenuhi kebutuhan akan informasi. Materi–materi program acara tersebut dipilih tim redaksi sedemikian rupa sehingga khalayak terus–menerus mengkonsumsi media, agar mereka mengetahui apakah informasi yang sudah mereka terima benar atau salah. Kepuasan akan timbul ketika informasi yang ingin diketahui khalayak dapat diperolehnya.<br /><br />2.4.2. Kebutuhan Informasi <br /> Rasa ingin tahu seseorang timbul karena ia ingin selalu berusaha menambah pengetahuannya, dengan demikian tanpa disengaja seseorang membutuhkan informasi untuk memenuhi rasa keingintahuan tersebut. Jika rasa keingintahuan tersebut merupakan sesuatu yang sangat mendesak, maka sesuatu tersebut akan terus dicari sampai ditemui informasi yang benar-benar sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. <br /> Berkaitan dengan hal tersebut, Ishak (2006:91) menyatakan : “kata kebutuhan dapat diartikan sebagai sesuatu yang dimiliki seseorang. Sehingga kebutuhan informasi dapat diartikan sebagai informasi yang harus dimiliki seseorang.” Lebih lanjut Belkin dalam Ishak (2006:92) member batasan tentang kebutuhan informasi, yaitu : “kebutuhan informasi terjadi ketika seseorang menyadari adanya kekurangan dalam tingkat pengetahuannya tentang situasi atau topik tertentu dan berkeinginan mengatasi keinginan tersebut.” <br /> Kebutuhan manusia akan informasi akan selalu berkembang bahkan akan berubah sehingga sangat sulit untuk memahami kebutuhan informasi seseorang, hal yang demikian memacu para pekerja di pusat informasi di dalam memahami kebutuhan informasi penggunanya. Harisanty (2008 : 1) menyatakan :”perilaku penemuan informasi dimulai dari adanya kesenjangan pengetahuan dan kebutuhan informasi yang diperlukannya dalam diri pencari informasi.” <br /> Dengan menelaah penjelasan-penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa kebutuhan informasi adalah suatu kebutuhan yang muncul setelah seseorang atau sekelompok orang merasa ada kekurangan dalam dirinya. Kekurangan pengetahuan akan sesuatu hal akan memicu keinginan seseorang untuk mencari tahu apa kekurangan tersebut sehingga menghasilkan informasi sesuai yang diinginkannya. <br /><br />2.4.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi <br /> Dalam keseharian dapat dapat dilihat beragam kegiatan, pendidikan dan jenis pekerjaan yang mana hal-hal semacam ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi bagi setiap individu. Setiap individu membutuhkan informasi sebagai bagian dari tuntutan kehidupannya, penunjang kegiatan, dan pemenuhan kebutuhannya. <br /> Pannen dalam Ishak (2006:93) menyatakan bahwa faktor yang paling umum mempengaruhi kebutuhan informasi adalah pekerjaan, termasuk kegiatan profesi, disiplin ilmu yang diminati, kebiasaan dan lingkungan pekerjaan. Pendapat serupa juga dinyatakan Wilson dalam Ishak (2006:93) yaitu bahwa “kebutuhan informasi berkaitan erat dengan masalah yang dihadapi, kesenjangan atau ketidakberdayaan seseorang dalam mendapatkan sumber informasi”. <br /> Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi adalah masalah yang dihadapi dalam pekerjaan, disiplin ilmu yang diminati, kebiasaan dalam keseharian, dan lingkungan tempat tinggal.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-24637221817266252712011-07-08T21:58:00.000-07:002011-07-08T22:01:09.337-07:00Karakter Pembiayaan Murabahah di Bank SyariahSaat ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan murabahah yang dipraktekkan bank syariah. Karena ada indikasi pembiayaan murabahah tersebut menyerupai kredit yang dipraktekkan bank konvensional. Pernyataan ini perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan murabahah di bank syariah secara benar. Sekaligus juga dapat membedakan dengan praktek kredit yang biasa dijalankan oleh industri jasa keuangan konvensional.<br /> <br />Adapun karakteristik pembiayaan murabahah yang biasa dipraktekkan oleh industri jasa keuangan syariah adalah sebagai berikut:<br /><br />Pertama, akad yang digunakan dalam pembiayaan murabahah adalah akad jual beli. Implikasi dari penggunaan akad jual-beli mengharuskan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjualbelikan. Penjual dalam hal ini adalah bank syariah, sedangkan pembeli adalah nasabah yang membutuhkan barang. Adapun kewajiban bank syariah, selaku penjual, menyerahkan barang yang diperjualbelikan kepada nasabah. Sedangkan nasabah berkewajiban membayar harga barang tersebut. Berbeda dengan kredit konvensional. Hubungan yang terjalin antara pihak bank konvensional dengan nasabah adalah hubungan kreditur dengan debitur. <br /><br />Kedua, harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank syariah) tidak dipengaruhi oleh frekuensi waktu pembayaran. Artinya, praktek murabahah menghendaki hanya ada satu harga, yaitu harga yang telah disepakati antara pihak bank syariah dengan nasabah. Tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, seperti yang selama ini dipraktekkan oleh industri jasa keuangan konvensional. Praktek yang dijalankan oleh konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Semakin lama waktu pembayaran yang diinginkan oleh nasabah, semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar. Di sini, berlaku ketentuan time value of money, nilai waktu dari uang. <br /><br />Ketiga, keuntungan dalam pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga jual. Keuntungan (ribh) tersebut sewajarnya dapat dinegosiasikan antara pihak yang melakukan transaksi, yaitu pihak bank syariah dengan nasabah. Kelemahan praktek murabahah saat ini, belum berjalannya daya tawar yang seharusnya dimiliki oleh nasabah. Sehingga posisi nasabah sering kali “agak terpaksa” untuk menerima harga yang ditawarkan oleh pihak bank syariah. Lain halnya, dengan praktek kredit konvensional yang keuntungannya didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.<br /><br />Keempat, pembayaran harga barang dilakukan secara tidak tunai. Artinya, nasabah membayar harga barang tersebut dengan cara angsuran atau cicilan. Dalam hal ini, nasabah berhutang kepada pihak bank syariah, karena belum melunasi kewajiban membayar harga barang yang ditransaksikan. Sedangkan angsuran pada pembiayaan murabahah tidak terikat dengan jangka waktu pembayaran yang ditetapkan. Kesalahan besar, jika praktek murabahah tergantung pada besaran waktu angsuran. Jika ini terjadi pada pembiayaan murabahah, berarti sudah menyalahi konsep awal dari murabahah. Karena, dari aspek substansi sama dengan praktek kredit yang dipraktekkan oleh industri jasa keuangan konvensional. <br /><br />Kelima, dalam pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan, karena sifat dari pembiayaan murabahah merupakan jual-beli yang pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Karena tidak dibayar secara tunai, maka tanggungan pembayaran tersebut merupakan hutang yang harus dibayar oleh nasabah. Dalam hal ini, bank syariah memberlakukan prinsip kehati-hatian dengan mengenakan jaminan pada nasabah. Saat ini, adanya jaminan pada pembiayaan murabahah menjadi masalah tersendiri, karena sebagian nasabah memahami operasional bank syariah menafikan adanya jaminan atau agunan. Pernyataan seperti ini perlu diluruskan. <br /><br />Inilah diantara karakteristik pembiayaan murabahah yang sejatinya di peraktekan di bank syariah.<br /><br /><br />Apa Bedanya Murabahah dan Kredit Konvensional? <br />Apa Murabahah itu?<br />Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada ummat untuk tujuan pembelian barang-barang kebutuhan modal kerja, investasi ataupun konsumtif. Prinsip dasar yang dipakai dalam praktek murabahah adalah jual beli. Karakteristik pembiayaan murabahah yang dipraktekkan oleh jasa keuangan syariah adalah:<br />• Akad yang digunakan adalah akad jual beli. Implikasi dari penggunaan akad jual beli mengharuskan adanya penjual, pembeli, dan barang yang dijual. Bank syariah selaku penjual harus menyediakan barang untuk nasabah yang dalam hal ini adalah sebagai pembeli. Sehingga nasabah berkewajiban untuk membayar barang yang telah diserahkan oleh bank syariah.<br />• Harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank syariah) tidak dipengaruhi oleh frekuensi waktu pembayaran. Jadi, harga yang ada hanyalah satu yaitu harga yang telah disepakati oleh bank syariah dan nasabah.<br />• Keuntungan dalam pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga penjualan. Keuntungan tersebut sewajarnya dapat dinegoisasikan antara pihak bank syariah dan nasabah. <br />• Pembayaran harga barang dapat dilakukan secara angsuran. Jadi, pihak nasabah berhutang kepada pihak bank syariah, karena belum melunasi kewajiban membayar harga barang yang ditransaksikan. Sedangkan angsuran pada pembiayaan murabahah tidak terikat oleh jangka waktu pembayaran yang ditetapkan.<br />• Dalam pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan, karena sifat dari pembiayaan murabahah merupakan jual beli yang pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Sehingga bank syariah memberlakukan prinsip kehati-hatian dengan mengenakan jaminan kepada nasabah. <br />Dalam pandangan syariah Islam, penetapan harga pada transaksi jual beli ditentukan sewaktu akad. Sebenarnya dalam transaksi jual beli terdapat 2 model yaitu transaksi yang dilakukan secara tunai dan transaksi yang dilakukan secara kredit. Terlepas apakah pembayarannya dilakukan secara tunai ataupun kredit, tidak menentukan ke-shahih-an transaksi tersebut. Keduanya dibenarkan secara syar'i. Ketika penjual menjual suatu barang dengan harga tertentu, maka harga tersebut sudah termasuk margin penjualan. Dan dalam hal ini, margin atau keuntungan dalam penjualan merupakan bagian dari ziyadah al buyu' (tambahan dari penjualan) bukannya ziyadah al-qurudh (tambahan dari pinjaman).<br />Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional<br />• Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.<br />• Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan nasabahnya adalah penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya adalah hubungan kreditur dan debitur.<br />• Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar. <br />• Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.<br />Masalah yang masih ada di praktek murabahah<br />Pada prakteknya sekarang ini, yang dilakukan oleh sebagian industri keuangan syariah dengan menggunakan murabahah sebagai produk yang ditawarkan, ada yang masih belum sesuai dengan konsep dasar awal dari muarabahah. Hal tersebut bisa jadi karena faktor SDM yang masih belum memahami benar bentuk teori dan konsep dari murabahah. Sehingga, praktek di lapangan mengindikasikan kemiripan antara praktek murabahah dengan praktek kredit investasi.<br />Kelemahan praktek murabahah yang lain pada saat ini adalah belum berjalannya belum berjalannya daya tawar menawar yang dimiliki oleh para nasabah. Sehingga posisi nasabah seringkali "agak terpaksa" untuk menerima harga yang ditawarkan oleh pihak bank syariah. Padahal, dalam praktek murabahah harga yang ada adalah satu harga yang telah disepakati oleh pihak bank dan nasabah itu sendiri.<br />Selain itu, adanya jaminan pada pembiayaan murabahah menjadi masalah tersendiri, karena sebagian nasabah memahami operasional bank syariah menafikan adanya jaminan atau agunan, dan pernyataan seperti ini perlu diluruskan.<br /><br /><br />Diolah dari berbagai sumber<br />http://www.bprsyariah.com/artikel/115-apa-bedanya-murabahah-dan-kredit-konvensional<br />http://www.referensimuslim.com/2010/12/karakter-pembiayaan-murabahah-di-bank.htmlsmartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-84470430615862443662011-05-14T00:32:00.000-07:002011-05-14T00:42:07.376-07:00Cara MerujukCara rujuk bisa dikatakan dengan cara pengutipan langsung dari penulis untuk mempertegas argument dari peneliti. Namun, hal ini selalu menjadi kendala bagi para peniliti awal khusunya pada penulisan karya ilmiah, skripsi, artikel dll.Nah, terkadang kebanyakan mahasiswa S1 selalu bermasalah dalam hal pengutipan menjadi objek revisi, sehingga kebingungan bagaimana caranya pengutpan. Padahal, melihat kurikulum pengajaran di universitas tidak membahas bagaimana cara pengutipan yang baik dalam karya ilmiah dan kadang cara pengutipan tersebut tahu saat memulai laporan TA, skripsi, laporan Jobtrain.Beruntung bagi anda Universitas mempunyai sitematis penulisan Laporan TA, dan Skripsi.<br />Berikut ini saya akan menjelaskan bagaimana cara pengutipan dan daftar rujukan sehingga argument kita pada karya ilmiah bisa mempertegas dan objektif.<br />Kerangka dalam pengutipan secara langsung :<br /> Intoduce (argument) peneliti - Kutipan - Pembahasan/kesimpulan <br /><br />a. Kutipan kurang dari 40 kata<br />Kutipan yang berisi dari 40 kata atau kurang dari 4 baris, ditulis diantara tanda kutip (“…”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks utama, dan dikuti dengan nama penulis, tahun dan nomor halaman. <br />Contoh :<br /><br /> Suharrno (1995:124) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”.<br /><br />Contoh :<br /> <br />Simpulan penelitian tersebut adalah “ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”(Suharno,1995:124)<br /><br />Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal (‘……’).<br /><br />Contoh :<br /><br /> Simpulan penelitian tersebut adalah “terdapat kecenderungan makin banyak ‘campur tangan’ pimpinan perusahaan makin rendah tingkat partisipasi karyawan di daerah perkotaan”(Sutomo, 2000:160).<br /> <br />b. Kutipan lebih dari 40 kata<br />Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih, ditulis secara terpisah dari teks yang mendahuluinya (tanpa tanda kutipan), ditulis 1 cm dari garis tepi sebagai kiri dan kanan, dan diketik dengan jarak tunggal. Nomor halaman juga ditulis.<br />Contoh :<br /><br />Hanafi (2004 : 38) menarik simpulan sebagai berikut :<br /><br />Patriarki mengkonstruksikan psike laki-laki dan perempuan,perempuan akan terus menjadi sub-ordinat laki-laki. Patriarki adalah suatu sistemyang dapat berproduksi secara mandiri yang memberikan kendali atas komponen-komponen penting dari alat produksidan reproduksi, kepada laki-laki.Dalam patriarki, ayah adalah kepala keluarga dan laki-laki adalahpenguasa.<br /><br />Jika dalam kutipan terdapat paragraph baru lagi, lagi garis barunya dimulai 1,2 cm dari tepi kiri garis dan kutipan.<br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Menulis Daftar Pustaka</span><br /><span style="font-weight:bold;">a.Rujukan dari Buku</span><br />Tahun penerbitan ditulis setelah nama penulis, diakhiri dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring (italic), dengan huruf katipal pada setiap awal kata, kecuali kata hubungan atau kata tugas. Tempat penerbitan dan nama penerbt dipisahkan dengan titik dua (:).<br /><br />Althusser, Louis.2004.<span style="font-style:italic;">Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies</span>. Jalasutra: Yogyakarta.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />b.Rujukan dari Buku yang berisi kumpulan Artikel (ada editornya)</span><br /><br />Penulisan seperti menulis rujukan dari buku ditambah dengan tulisab (Ed). Baik untuk satu maupun lebih editor, di antara nama penulis dan tahun penerbitan.<br />Aminuddin (Ed). 1990. <span style="font-style:italic;">Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra</span>.Malang : HISKI Komisariat Malang dan YA3.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />c.Rujukan dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya)</span><br /><br />Hasan, M.Z. 1990. “karakteristik Penelitian Kaulitatif”. Dalam Aminuddin (Ed.), <span style="font-style:italic;">Pengembangan penelitian kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra </span>(hlm. 12-25). Malang:HISKI Komisariat Malang dan YA3.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">d.Rujukan dari Artikel dalam Majalah dan Koran</span><br /><br />Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. <span style="font-style:italic;">Perempuan punya Cerita</span>, 7 Juli, hlm. 13.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">e.Rujukan dari Artikel dalam Jurnal</span><br /><br />Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. <span style="font-style:italic;">MediaTor</span>, Vol.5 No.2.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">f.Rujukan dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM</span><br /><br />Astuti, I.Santi. 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”. <span style="font-style:italic;">MediaTor</span>, Vol.5 No.2.(CD-ROM : <span style="font-style:italic;">Mediator Digital</span>, 2006).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">g.Rujukan dari Koran Tanpa Penulis</span><br /><br /><span style="font-style:italic;">KOMPAS</span>, 7 Juli 2004. “Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang (Belum) Berubah”,hlm. 13.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">h.Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintahan yang Diterbitkan oleh Suatu Penerbit tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga.</span><br /><br /><span style="font-style:italic;">Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sstem Pendidikan Nasional</span>. 2004. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">i.Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut.</span><br /><br />Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. <span style="font-style:italic;">Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah</span>. Bandung:Yrama Widya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">j.Rujukan Berupa Karya Terjemahan</span><br /><br />Althusser, Louis.2004.T<span style="font-style:italic;">entang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies</span>. Terjemahkan oleh Bagus Takwin. 2005. Jalasutra: Yogyakarta.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">k.Rujukan dari Skipsi</span><br /><br />Gustaman, Rizal. 2011. “Representasi Budaya Patriarki Pada Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer”. Skripsi.Bandung : Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung. <br /><span style="font-weight:bold;"><br />l.Rujukan dari Makalah yang disajikan dalam Seminar, Penataran, atau Lokakarya.</span><br /><br />Dwiloka, B. 2003.“ Metodolgi Penelitian, Sebuah Pengantar”. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Metodelogi Penelitian bagi dosen-Dosen Senior STIE Surakarta. Surakarta, 13 Juli.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">m.Rujukan dari Internet Berupa Karya Individu</span><br /><br />Yuris, Andre. 2008. “Study Analisis Wacana Kritis”, (Online), (http://andreyuris.wordpress.com/, diakses 2 Juni 2010).smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-78286219888861852032011-05-14T00:24:00.000-07:002011-05-14T00:28:13.189-07:00Metode KorelasionalMetode korelasional sebenarnya kelanjutn dari metode deskriptif. Dengan metode deskriptif, kita menghimpun data, menyusun secara sistematis, factual dan cermat (Isaac dan Michael, 1981:46).Metode deskriptif tidak menjelaskan hubungan di antara variable, tidak menguji hipotesis atau melakukan prediksi. Survai majalah Tempo menghimpun ketrangan tentang responden yang meliputi usia, pendidikan, status sosial ekonomi, terpaan radio, dan sebagainnya. Jumlah responden untuk setiap klasifikasi variable dihitung frekuensinya.<br /><br />Kita mulai memasuki metode korelasi bila kita mencoba meneliti hubungan di anatara variable-variabel. Misalnya, kita ingin mengetahui hubungan anatara usia dengan ruang yang diminatinya : apakah pembaca yang lebih tua cenderung menyenangi tajuk rencana, apakah esponden yang lebih mudah cenderung menyukai pokok dan tokoh. Guru tentu ingin mengetahui apakah ada hubungan anatara kecerdasan dengan prestasi akademis, pengusaha ingin memperoleh keterangan apakah ada hubungan antara pendidikan pegawai dengan poduktivitas kerja mereka. Hubungan yang dicari itu disebut korelasi. Metode korelasi bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktpr lain. Kalau dua variable saja yang kita hubungkan, korelasinya disebut korelasi sederhana (simple correlation). Lebih dari dua, kita menggunakan korelasi ganda (multiple correlation).<br /><br />1.Koefisien Korelasi. <br /> Pada akhir abad XIX, Karl Pearson, beradarkan teori Sir Fancis Galton, mengembangkan indeks untuk mengukur hubungan dantara variable.Dikenal dengan istilah Pearson product coefficient correlations, indeks ini disingkat dengan huruf kecil r. ada beberapa koefisien yang lain, ini diambil sebagai contoh.Dalam contoh, r menunjukkan bilangan di antara + 1.00 dan – 1.00. bila tidak ada hubungan di anatara variable sama seklai, nilai r sama dengan nol. Bila hubungan di antara variable bertambah, nilai r bertambah dari nol ke plus atau minus satu. Bila tanda r positif, variable-variabel dikatakan berkorelasi secara positif.Artinya, bila skor pada variable X bertambah, skor pada variable a pun bertambah pula.Korupsi, misalnya berkolerasi secara positif dengan pembelian barang-barang mewah. Makin banyak korupsi, makin cenderung oang membeli barang mewah (contoh; kurang nyaman!). Bila tanda r negatif, variable dikatakan berkorelasi secara negatif , skor yang tinggi pada pengubah 9variabel) yang satu berkaitan dengan skor yang rendah pada variable yang lain. Frekuensi skizorpenis, misalnya.Berkorelasi negatif dengan status sosial ekonomi.Makin tinggi status sosial, makin rendah freukuensi skizoprenia. Konsep diri berkorelasi negatif dengan perilaku untuk menarik perhatian .makin tinggi konsep diri seseorang, makin kurang orangitu berperilaku untuk menarik perhatian orang lain.<br /><br />2.Menafsirkan Koefisien Korelasi<br /> Korelasi dan Kausalitas. Bila dilakukan dikatakan variable kecerdasan berkaitan dengan variable indeks prestasi pada koefisien korelasi r 5 0,80, apakah artinya? Informasi apakah yang dapat kita peroleh dari sebuah nilai r?untuk memahami nilai r kita harus mempertimbangkan tiga hal. Pertama, besaran korelasi yang berkisar dari 0 (berarti tingkat tidakada korelasi sam sekali) sampai I (korelasi yang sempurna). Kedua, arah korelasi yang ditunjukkan dengan tanda positif atau negatif. Korelasi positif tidak berarti baik, tetapi hanya menunjukkan bahwa makin tinggi nilai pada variable X, makin tinggi pula nilai pada variable Y. Ketiga, persoalan apakah r yang diperoleh itu signifikan secara statistik. <br /><br /> Korelasi yang signifikan secara statistic tidak boleh diartikan signifikan secara substantif atau signifikan secara teoritis.Missalkan, kita mempunya penelitian yang meneliti pengaruh program nutrisi pada pengurangan pada berat badan.Hipotesis penelitian kita diuji secara statistic untuk mengetahui program mana yang lebih efektif. Jika kita mempertanyakan apaah keuntungan mengikuti program X dibandingkan dengan program yang lain kita mempertanyakan signifikasi substansif. Jika ingin mempertanyakan apakah pengetahun kita tentang hasil penelitian ini membantul kita untuk memahami konsep diri, sosialisasi masa kecil, atau perkembangan sosiokultural, kita berhubungan dengan signifikasi teoritis. Bila kita bertanya, apakah perbedaan diantara dua kelompok yang ditelitiitu kebetulan atau memang karena program nutrisi yang berlainan, atau berapa kemungkinan kesalahan kita kalau kita mengenaeralisasikan hasil dai sampel itu pada seluruh populasi, kita berhubunga dengan signifikasi statistik(Champion, 1981:128). Jadi, korelasi yang sangat signifikan hendaknya tidak diartikan hubungan sebab-akibat yang kuat.Memang, korelasi tidak selalu menunjukkan hubungan kausalitas. Kausalitas terjadi bila dipenuhi syarat : asosiasi, prioritas waktu, hubungan sebenarnya, dan rasional. Asosisasi menunjukkan kaitan diantara variable seperti yang sering diperoleh dengan teknik korelasi.<br /> <br /> Berbicara tentang tinggi-rendahnya korelasi, apa pedoman yang dapat kita pergunakan?walaupun amat bergantung pada jenis data yang yang dinali dan tes stastik yang digunakan, koefisien korelasi diartikan oleh Guilford (1956:145) secaa kasar sebagai berikut :<br />Kurang dari - 0,20 hubungan rendah sekali<br />0,20 - 0,40 hubungan rendah tetapi pasti<br />0,40 - 0,70 hubungan yang cukup berarti<br />0,70 - 0,90 hubungan yang tinggi, kuat<br />Lebih dari - 0,90 hubungan ssangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan.<br /><br />Koefisien korelasi ditinjau dari ragam PRE (Proportional Reduction in Error) bila sebuah penelitian menunjukkan korelasi 0,80 anatara keceradan dengan indeks pretasi akademis, kia dapat menyatakan bahwa menyatakan bahwa kebanyakan skor yan tinggi pada kecerdasan berkaitan dengan skor yang tinggi pada indeks presentasi. Dengan perkataan lain, perbedaan individual (disebut ragam atau varians) pada indeks prestasi berkaitan dengan perbedaan ragam pada kecerdasan. Tetapi untuk menjelaskan beberapa ragam suatu pada satu variable djelaskan denag ragam pada variable lain, yang digunakan bukan r tetapi r2.pada contoh diatas, 64% (0,802) ragam pada ideks prestasi berkaitan dengan dengan kcerdasan. Tidak semua koefisien korelasi memiliki sifat seperti r2. Koefisin korelasi dapat juga dijelaskan dengan melihat kemampuan prediksinya, lazim disebut PRE(Proportional Reduction in Error).<br /><br />3. Penggunaan Metode Korelasional<br /> Metode korelasional digunakan untuk : (1) mengukur hubungan diantara berbagai variable. (2) mermalkan variable tak bebas dari pengetahuan kita tentang variable bebas, dan (3) meratakan jalan untuk membuat rancangan penelitian eksperimental.<br />Seperti yang dijelaskan di muka, metode korelasional meneliti hubungan di anatara berbagai variable.Dalam penelitian sosial kita seing berhubungan dengan variable atribut, yakni variable yang tidak dapat kita kendalikan.Metode ekspremental jelas tidak mungkin dibunakan. Kita tidak dapat menetapkan jenis kelamin proa hari ini dan wanita esoknya yang dapat kita lakukan ialah mengumpulkan sejumlah pria dan wanita memberikan test emosional dan mebandingkan skor pria dan wanita melalui teknik-teknik analisis korelasional.<br /><br /> Satu lagi catatan terakhir penggunaan korelasi.Studi korelasi sering digunakan untuk mengukur realibilitas dan validitas.Membandingkan hasil tes pertama dan kedua, hasil test penguji pertama dan kedua atau jumlah responden item test bernomor ganjil dengan item tes bernomor genap memerlukan korelasi. Begitu pula untuk menilai validitas, kita dapat membandingkan satu ukuran dengan pengukuran lain (validitas prediktif), atau menghitung korelasi berbagai variable yang menjadi komponen konstruk 9validitas konstruk)smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-65083831865126936862011-05-07T00:56:00.001-07:002011-05-07T00:56:58.912-07:00TriangulasiDalam teknik pengumpulan data, triangulasi diatikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu kredibelitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.Tringulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda mendapatkan data dari wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Tringulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.<br /><br />Dalam hal tringulasi, Susan Stainback (1988) menyatakan bahwa “the aim is no to determine the truth about some social phenomenom, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari tringulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Selanjutnya Bogdan menyatakan “what the qualitative researcher is interested in is not truth per se, but rather perspectives. Thus, rather trying to determinate the “truth” of people’s perceptions, the purpose of corroboration is to help researching increase their understanding and the probability that their finding will be seen as credible or worthy of concideration by order”<br />Tinjauna penelitian kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin apa yang dikemukakan informasi salah, karena tidak sesuai dengan teori, tidak sesuai dengan hukum. Selanjutnya Mathison (1988) mengemukakan bahwa “the value of triangulation lies ini providing evidence-whether convergent, inconsistent, or contracdictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangulasi Patton (1980) menyatakan “can build on the strengths of each type of data collection while minizing the weakness in any single approach”. Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan hanya satu pendekatan.<br /><br />Copyright from Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV.ALFABETA.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-15764647045952170242011-05-07T00:55:00.000-07:002011-05-07T00:56:04.898-07:00Metode KualitatifPendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.<br /><br />Sasaran kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan menyeluruh, sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial.<br />Pendekatan kualitatif mencangkup berbagai metodelogi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannnya (subject of matter). Oleh karena itu, dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.<br /><br />Menurut Budi Iawanto (2001:1) menjelaskan “studi yang menggunakan pendekatan kualitatif khazanah dari fenomena empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, life history, wawancara, observasi, sejarah, interaksi dan teks visual maupun konten pesan yang menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna kehidupan individu”. Menurut Craswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memperhatikan interpretasi. Ketiga, penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, penelitian kualitatif menggambarkan bahwa pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar. Kelima, proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membuat konsep, hipotesa dan teori didasarkan data lapangan yang diperoleh serta terus mengembangkan di lapangan dalam proses “jatuh-bangun”.<br /><br />a. Desain Penelitian Kualitatif<br />1. Hal-hal umum yang perlu dipahami dalam membuat desain penelitian komunikasi dengan format kualitatif.<br />a) Rumusan permasalahan<br />Dalam penelitian kualitatif rumusan permasalahan mempunyai karakteristik tidak terukur, menganggap teori yang mempunyai kemungkinan tidak cocok, tidak akurat, tidak betul dan cenderung bias, berusaha mengeksplorasi dan menggambarkan fenomena dan membangun teori baru.<br />b) Peranan penelitian<br />Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif sehingga bias, nilai, dan prasangka penelitian dinyatakan secara emplisit dalam laporan penelitian. Berlandaskan hal tersebut, maka peranan peneliti dalam penelitian kualitatif terbagi menjadi dua elemen seperti berikut : - menggunakan pengalaman masa lalu sesuai dengan topik penelitian – setting lapangan.<br /><br />2. Prosedur Pengumpulan Data<br />Pengumpulan data memuat langkah-langkah membuat batasan penelitian, pengumpulan informasi melalui wawancara, dokumen yang tersedia serta gambar-gambar yang berkaitan, serta membuat langkah-langkah memasukkan data.<br />a) Identifikasi batasan-batasan pengumpulan data. Batasan data yang dikumpulkan harus memperhatikan tempat penelitian, siapa yang akan diteliti dan wawancarai, tema apakah yang akan menjadi topik wawancara, serta pemahaman asli orang yang akan di wawancarai terhadap topik penelitian.<br />b) Membuat alasan pemilihan prosedur pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif prosedur pengumpulan data terbagi dalam beberapa metode penting, yaitu : observasi, wawancara, pengumpulan dokumen, visual citra, analisis isi dan focus group discussion (FGD). Dalam penelitian kualitatif juga dimungkinkan menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan data, yang disebut dengan metode ganda, maupun trianggulasi. <br />Copyright from Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi di Masyarakat. Jakarta : Kencana.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-48023240479989170012011-05-07T00:54:00.000-07:002011-05-07T00:55:05.449-07:00RepresentasiDalam politik, representasi berarti beberapa orang yang dipilih oleh rakyat dan berpihak kepada masyarakat secara keseluruhan sebagai ‘perwakilan’ mereka dalam kongress atau parlemen. Hal yang sama berlaku dalam bahasa, media, dan komunikasi, representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas.<br /><br />Representasi merupakan bentuk konkrit (penanda) yang berasala dari konsep abstrak. Beberapa di antaranya dangkal atau tidak kontroversial - sebagai contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena hujan yang sebenernya sulit ditangkap oleh mata kamera dan susah diproduksi. Akan tetapi beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan budaya dan politik, sebagai contoh : gender, usia, kelas, dst. Karena representasi tidak terhindarkan untuk terlibat dalam proses seleksi, sehingga beberapa tanda tertentu lebih istimewa daripada yang lain, ini terkait dengan bagaimana konsep tersebut direpresentasikan dalam media berita, film, atau bahkan dalam percakapan sehari-hari. Faktanya, Dyer (1993:1) mengklaim bagaimana “kita terlihat menentukan sebagian bagaimana kita diperlakukan ; bagaimana kita memperlakukan orang lain didasarkan bagaimana kita melihat mereka (dan) penglihatan semacam itu datang dari representasi”. Hal ini itu seharusnya hadir bukan sebagai hal yang mengejutkan, kemudian mengenai bagaimana cara representasi diatur melalui pelbagai macam media, genre, dan dalam pelbagai macam wacana memerlukan perhatian yang menyeluruh.<br /><br />Ras dan gender merupakan contoh bagaimana analisis seharusnya menumbangan tradisi yang terlihat masuk ke dalam representasi yang tidak akurat. Menuut Bogle (1989) “analisis representasi ras dalam sinema memperlihatkan bagaimana rasisme secara implisit dapat ditemukan”. Dalam kasus gender, banyak studi menemukan citra perempuan yang begitu rendah dan beberapa berpendapat bahawa mungkin saja untuk membalikkan hal tersebut dengan menggantikkan representasi negatif ini dengan “citra positif”(Artel dan Wengraf, 1990). Representasi yang jelas datang bersama kuasa budaya, tetapi permintaan akan ‘citra positif’ tidak berjalan terlalu jauh karena tidak semua orang setuju mengenai apa yang disebut represenasi ‘negatif’ dan ‘positif’. Seperti yang diungkapkan oleh Lumby (1997:4): “apakah sesuatu yang universal dimana setiap orang dengan kesadaran feminis yang tepat bisa melihatnya merupakan citra seksis dan merendahkan? ‘Apakah citra ‘gadis nakal’ memiliki citra positif atau negatif? Mencari sesuatu untuk mengembalikan kondisi yang tidak seimbang dengan memproduksi representasi perempuan yang lebih positif juga merupakan suatu hal yang sia-sia jika kondisi materi yang mendasarinya kemudian menjadi kaku-citra negatif mungkin tepat, dalam kata lain.<br /><br />Ketika mempertimbangkan representasi media, daripada mencari ketetapan, mungkin lebih berguna untuk memahami wacana yang mendukung citra tersebut. Lebih jauh lagi, seseorang tidak bisa menganggap bahwa semua orang membaca sebuah representasi dengan cara yang sama. Analisis apapun seharusnya berhati-hati untuk tidak menuduh sebuah citra sebagai sesuatu yang terlalu mendominasi atau merendahkan, karena penilaian semacam itu berbicara atas nama kelompok yang tidak merasakan hal yang sama.<br /><br />Copyright from Hartley, Jon. 2004.Communications, Cultural, & Media Studies. Diterjemahkan : Kartika Wijayanti. Yogyakarta : Jalasutra.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-61300292019899646822011-05-07T00:53:00.000-07:002011-05-07T00:54:05.913-07:00EtnogafiEtnografi merupakan metode penelitian yang berkembang dari ranah antropologi. Etnografi mengkaji suatu kelompok ‘dari dalam’. Dalam antropologi, teknik ini telah digunakan sebagai alat untuk memahami ritus, budaya, dan cara bertahan hidup masyarakat non-Barat. Dalam penelitian komunikasi, etnografi memusatkan perhatiannya pada pemahaman audiens media. During (1993:20) berpendapat bahwa “pendekatan ini telah diadaptasi dalam cultural studies sebagai cara yang mengatasi wacana teoritis”.<br />Dalam penelitian komunikasi, dimungkinkan untuk mengidentifikasi tiga tipe audiens (During, 1993:21). Bordieu (1984) menjelaskan “penelitian kuatitantif melibatkan survei dengan skala besar dengan tujuan melacak trend atau pola tertentu di antara partisipan” (dalam Benett dkk, 1999). Tipe kedua, Morley menjelaskan “penelitian kualitatif, menggunakan wawancara mendalam (in-depth) atau terfokus untuk mengidentifikasi pola yang sama”(dalam Morrisson, 1998). Kedua metode penelitian ini menyerupai aspek riset pemasaran dan digunakan dalam industri media untuk melacak rating TV. Tipe terakhir dari penelitian ini adalah “etnografi yang mendasarkan dari pada observasi partisipan”(Hobson, 1982). Etnogarfi muncul langsung dari pendekatan antropologi. Etnografi meliputi penelitian yang melibatkan diri dan masuk ke dalam kelompok yang hendak diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan atas pilihan dan sikap mereka (sebagai contoh, cara pandang plihan dan praktek).<br />Krtitik penelitian etnografi mempertanyakan apakah mungkin untuk meraih sudut pandang objektif atas budaya hanya dengan mengobservasinya. Pada kasus tertentu, individu yang terlibat dalam observasi partisipan mungkin dipengaruhi oleh kehadiran si observer. Dengan demikian mempengaruhi hasil penelitian. Dapatkah partisispan bertindak dan berbicara ‘secara alami’ dengan adanya kehadiran peneliti? Apakah partisipan menunjukkan secara terus menerus peran yang mereka percaya bahwa itulah yang ingin didengar atau dilihat oleh peneliti? “Kehadiran peneliti dalam kelompok terpilih tidak dapat menjamin akses tanpa batas akan realitas yang dihidupi oleh kelompok tersebut, hanya ‘kebenaran parsial’”.(Clifford, 1986).<br /><br />Terdapat pula perhatian atas peran penelitian dalam etnografi. Sebagai koleksi data penting terasosiasi dengan metode ini diakui dalam penjelasan etnografis, perhatian kecil dibuat atas proses penulisan aktual. Seperti yang dikemukakan oleh Clifford (1986), etnografi sering “mereflesikan ketekunan atas klaim transparasi ideologi representasi dan kesiapan pengalaman”. Dia menyarankan pentingnya mengenali subjektivitas peneliti sendiri dan apa yang mereka bawa dalam penelitian. Peneliti, seperti halnya kelompok yang dianalisis, juga akan menjadi subjek ideologi dan wacana yang akan mempengaruhi kesimpulan yang diambil. Peneliti, seperti halnya objek kajian dalam etnografi, seharusnya dipahami sebagai bagian dari teks yang mungkin membatasi penemuan dari proyek yang tengah berlangsung.<br /><br />Menurut Jenkins (1992) disitir oleh Brooker (2002) “perkembangan dalam penelitian etnografi audiens yang menghindari isu objektivitas merupakan cultural studies penggemar yang dilakukan oleh peneliti yang memandang diri mereka sendiri sebagai bagian dari kolektivitas yang sama”. Di sini, peneliti tidak membuat klaim apapun atas objektivitas, malahan menawarkan pengetahuan dari kelompok tertentu. Pendekatan subjektif ini menyediakan dua teks peran dan asumsi bahwa peneliti dan temuan pemeriksaan. Pendekatan ini menjungkir-balikkan kebutuhan untuk bicara atas nama sesuatu dan menawarkan kemungkinan dari “transmisi informasi dua arah”.(During, 1993:22)<br /><br />Copyright from Hartley, Jon. 2004.Communications, Cultural, & Media Studies. Diterjemahkan : Kartika Wijayanti. Yogyakarta : Jalasutra.smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-46865693832013907732011-01-03T22:04:00.000-08:002011-01-24T17:25:19.108-08:00Validitas dan Reliabilitas<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);font-family:arial;"><div style="overflow: hidden; border: medium none;color:transparent;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Validitas</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Secara umum uji validitas adalah untuk melihat apakah item pertanyaan yang dipergunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur. Terdapat berbagai macam konsep tentang validitas, dan di sini hanya akan dibahas validitas yang jamak dipergunakan dalam berbagai penelitian ekonomi. Suatu item pertanyaan dalam suatu kuesioner dipergunakan untuk mengukur suatu konstruk (variabel) yang akan diteliti. Sebagai contoh: besarnya gaji valid dipergunakan untuk mengukur kekayaan seseorang; atau jumlah anak tidak valid dipergunakan untuk mengukur kekayaan seseorang. Artinya gaji berkorelasi dengan tingkat kekayaan seseorang, tetapi jumlah anak tidak berkorelasi dengan tingkat kekayaan seseorang.</span><span><br /><br /><br /></span><span style="font-weight: bold;">Reliabilitas</span><br /><br /><div style="overflow: hidden; background-color: transparent; text-decoration: none; border: medium none;">Uji reliabilitas adalah untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan untuk mengukur suatu konstruk tidak mempunyai kecenderungan tertentu. Nilai yang lazim dipakai adalah 0,6. Perhitungan dengan SPSS sama dengan perhitungan validitas dengan Corrected Item to Total Correlation. Nilai yang dilihat adalah Alpha, pada bagian kiri bawah.<br /><br />Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul<br />1. Bagaimana perlakuan terhadap butir pertanyaan yang tidak valid?<br />Jawab: Butir yang tidak valid berarti tidak mampu mengukur suatu konstruk yang akan diukur, sehingga sebaiknya dikeluarkan dari model penelitian.<br /><br />2. Butir-butir pertanyaan sudah valid semua, tetapi mengapa tidak reliabel?<br />Jawab: Meskipun ada kecenderungan bahwa jika semua butir sudah valid akan reliabel, akan tetapi hal tersebut tidak merupakan suatu jaminan. Upaya yang dapat dilakukan agar menjadi reliabel adalah dengan menggunakan pengujian reliabilitas yang lain, atau memodifikasi indikator yang dipergunakan.<br /><br />3. Kuesioner sudah valid dan reliabel, tetapi mengapa hipotesis tidak diterima?<br />Jawab: Tidak ada hubungan antara uji validitas dan reliabilitas dengan penerimaan hipotesis. Uji validitas dan reliabilitas hanya untuk melihat apakah alat ukur yang dipergunakan (kuesioner) sudah layak dipergunakan atau belum.<br /><br />4. Metode pengujian mana yang paling tepat?<br />Jawab: Tidak ada ketentuan yang pasti dan tergantung dari model yang dipergunakan dalam penelitian.<br /><br />5. Bolehkan pengujian Alpha Cronbach dipergunakan untuk kuesioner dengan jawaban benar dan salah?<br />Jawab: Tidak boleh. Alpha Cronbach tidak dapat digunakan untuk menguji reliabilitas kuesioner dengan skala nominal (benar/salah)<br /><br />6. Berapakah jumlah indikator yang ideal dalam mengukur suatu konstruk/variabel?<br />Jawab: Tidak ada ketentuan yang pasti. Semakin banyak akan semakin baik, akan tetapi memerlukan tenaga yang lebih besar dan mungkin tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Untuk model dengan SEM, disarankan minimal 3 indikator setiap konstruk (tetapi bukan merupakan suatu keharusan)<br /><br />Untuk pertanyaan yang lain, silahkan kirim melalui komentar. Terima kasih.<br /></div></div></div>smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-89104270030823974452011-01-02T09:40:00.001-08:002011-01-03T22:02:33.767-08:00Regresi Linear<div><div style="border: medium none; overflow: hidden; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; text-align: left; text-decoration: none;"><div style="text-align: justify;">Regresi linear adalah alat statistik yang dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel. Variabel yang mempengaruhi sering disebut variabel bebas, variabel independen atau variabel penjelas. Variabel yang dipengaruhi sering disebut dengan variabel terikat atau variabel dependen.</div> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Secara umum regresi linear terdiri dari dua, yaitu regresi linear sederhana yaitu dengan satu buah variabel bebas dan satu buah variabel terikat; dan regresi linear berganda dengan beberapa variabel bebas dan satu buah variabel terikat. Analisis regresi linear merupakan metode statistik yang paling jamak dipergunakan dalam penelitian-penelitian sosial, terutama penelitian ekonomi. Program komputer yang paling banyak digunakan adalah SPSS (<i>Statistical Package For Service Solutions</i>).</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;"><b>Regresi Linear Sederhana</b></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Persamaan umumnya adalah:</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="center">Y = a + b X.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a adalah konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Langkah penghitungan analisis regresi dengan menggunakan program SPSS adalah: Analyse --> regression --> linear. Pada jendela yang ada, klik variabel terikat lalu klik tanda panah pada kota dependent. Maka variabel tersebut akan masuk ke kotak sebagai variabel dependen. Lakukan dengan cara yang sama untuk variabel bebas (independent). Lalu klik OK dan akan muncul output SPSS.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"><b>Interpretasi Output</b></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Koefisien determinasi</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians variabel terikatnya. Mempunyai nilai antara 0 – 1 di mana nilai yang mendekati 1 berarti semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians variabel terikatnya.</p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Nilai t hitung dan signifikansi</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Nilai t hitung > t tabel berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, atau bisa juga dengan signifikansi di bawah 0,05 untuk penelitian sosial, dan untuk penelitian bursa kadang-kadang digunakan toleransi sampai dengan 0,10. </p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Persamaan regresi</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Sebagai ilustrasi variabel bebas: Biaya promosi dan variabel terikat: Profitabilitas (dalam juta rupiah) dan hasil analisisnya Y = 1,2 + 0,55 X. Berarti interpretasinya:</p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Jika besarnya biaya promosi meningkat sebesar 1 juta rupiah, maka profitabilitas meningkat sebesar 0,55 juta rupiah.</p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Jika biaya promosi bernilai nol, maka profitabilitas akan bernilai 1,2 juta rupiah.</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Interpretasi terhadap nilai intercept (dalam contoh ini 1,2 juta) harus hati-hati dan sesuai dengan rancangan penelitian. Jika penelitian menggunakan angket dengan skala likert antara 1 sampai 5, maka interpretasi di atas tidak boleh dilakukan karena variabel X tidak mungkin bernilai nol. Interpretasi dengan skala likert tersebut sebaiknya menggunakan nilai <i>standardized coefficient</i> sehingga tidak ada konstanta karena nilainya telah distandarkan.</p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Contoh: Pengaruh antara kepuasan (X) terhadap kinerja (Y) dengan skala likert antara 1 sampai dengan 5. Hasil output yang digunakan adalah <i>standardized coefficients</i> sehingga Y = 0,21 X dan diinterpretasikan bahwa peningkatan kepuasan kerja akan diikuti dengan peningkatan kinerja atau penurunan kepuasan kerja juga akan diikuti dengan penurunan kinerja. Peningkatan kepuasan kerja dalam satu satuan unit akan diikuti dengan peningkatan kinerja sebesar 0,21 (21%). </p><br /><b>Regresi Linear Berganda</b> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Analisis regresi linear berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linear sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah:</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="center">Y = a + b<sub>1</sub> X<sub>1</sub> + b<sub>2</sub> X<sub>2</sub> + .... + b<sub>n</sub> X<sub>n</sub>.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Dengan Y adalah variabel bebas, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah konstanta (intersept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Interpretasi terhadap persamaan juga relatif sama, sebagai ilustrasi, pengaruh antara motivasi (X1), kompensasi (X2) dan kepemimpinan (X3) terhadap kepuasan kerja (Y) menghasilkan persamaan sebagai berikut:</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="center">Y = 0,235 + 0,21 X1 + 0,32 X2 + 0,12 X3</p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Jika variabel motivasi meningkat dengan asumsi variabel kompensasi dan kepemimpinan tetap, maka kepuasan kerja juga akan meningkat</p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Jika variabel kompensasi meningkat, dengan asumsi variabel motivasi dan kepemimpinan tetap, maka kepuasan kerja juga akan meningkat.</p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Jika variabel kepemimpinan meningkat, dengan asumsi variabel motivasi dan kompensasi tetap, maka kepuasan kerja juga akan meningkat.</p> </li></ol> <p style="text-indent: 0.99cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Interpretasi terhadap konstanta (0,235) juga harus dilakukan secara hati-hati. Jika pengukuran variabel dengan menggunakan skala Likert antara 1 sampai dengan 5 maka tidak boleh diinterpretasikan bahwa jika variabel motivasi, kompensasi dan kepemimpinan bernilai nol, sebagai ketiga variabel tersebut tidak mungkin bernilai nol karena Skala Likert terendah yang digunakan adalah 1.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Analisis regresi linear berganda memerlukan pengujian secara serempak dengan menggunakan F hitung. Signifikansi ditentukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel atau melihat signifikansi pada output SPSS. Dalam beberapa kasus dapat terjadi bahwa secara simultan (serempak) beberapa variabel mempunyai pengaruh yang signifikan, tetapi secara parsial tidak. Sebagai ilustrasi: seorang penjahat takut terhadap polisi yang membawa pistol (diasumsikan polisis dan pistol secara serempak membuat takut penjahat). Akan tetapi secara parsial, pistol tidak membuat takut seorang penjahat. Contoh lain: air panas, kopi dan gula menimbulkan kenikmatan, tetapi secara parsial, kopi saja belum tentu menimbulkan kenikmatan.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Penggunaan metode analisis regresi linear berganda memerlukan asumsi klasik yang secara statistik harus dipenuhi. Asumsi klasik tersebut meliputi asumsi normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan asumsi linearitas (akan dibahas belakangan).</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam analisis regresi linear berganda adalah 1) koefisien determinasi; 2) Uji F dan 3 ) uji t. Persamaan regresi sebaiknya dilakukan di akhir analisis karena interpretasi terhadap persamaan regresi akan lebih akurat jika telah diketahui signifikansinya. Koefisien determinasi sebaiknya menggunakan <i>adjusted R Square</i> dan jika bernilai negatif maka uji F dan uji t tidak dapat dilakukan.</p><b><br />Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul</b> <ol><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Dalam uji regresi sederhana apakah perlu menginterpretasikan nilai F hitung?</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Uji F adalah uji kelayakan model (<i>goodness of fit</i>) yang harus dilakukan dalam analisis regresi linear. Untuk analisis regresi linear sederhana Uji F boleh dipergunakan atau tidak, karena uji F akan sama hasilnya dengan uji t.</p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Kapan menggunakan uji dua arah dan kapan menggunakan uji dua arah?</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Penentuan arah adalah berdasarkan masalah penelitian, tujuan penelitian dan perumusan hipotesis. Jika hipotesis sudah menentukan arahnya, maka sebaiknya digunakan uji satu arah, tetapi jika hipotesis belum menentukan arah, maka sebaiknya menggunakan uji dua arah. Penentuan arah pada hipotesis berdasarkan tinjauan literatur. Contoh hipotesis dua arah: Terdapat pengaruh antara kepuasan terhadap kinerja. Contoh hipotesis satu arah: Terdapat pengaruh positif antara kepuasan terhadap kinerja. Nilai t tabel juga berbeda antara satu arah dan dua arah. Jika menggunakan signifikansi, maka signifikansi hasil output dibagi dua terlebih dahulu, baru dibandingkan dengan 5%. </p><ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Apa bedanya korelasi dengan regresi?</p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"> Korelasi adalah hubungan dan regresi adalah pengaruh. Korelasi bisa berlaku bolak-balik, sebagai contoh A berhubungan dengan B demikian juga B berhubungan dengan A. Untuk regresi tidak bisa dibalik, artinya A berpengaruh terhadap B, tetapi tidak boleh dikatakan B berpengaruh terhadap A. Dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah itu (hubungan dan pengaruh) sering dipergunakan secara rancu, tetapi dalam ilmu statistik sangat berbeda. A berhubungan dengan B belum tentu A berpengaruh terhadap B. Tetapi jika A berpengaruh terhadap B maka pasti A juga berhubungan dengan B. (Dalam analisis lanjut sebenarnya juga ada pengaruh yang bolak-balik yang disebut dengan <i>recursive</i>, yang tidak dapat dianalisis dengan analisis regresi tetapi menggunakan <i>structural equation modelling</i>).</p><span></span></div></div>smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542521098996228224.post-30705812003833027012011-01-02T09:37:00.000-08:002011-01-02T09:38:52.967-08:00Uji Asumsi Klasik<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;">Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dapat dipergunakan pada analisis regresi linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Uji asumsi klasik juga tidak perlu dilakukan untuk analisis regresi linear yang bertujuan untuk menghitung nilai pada variabel tertentu. Misalnya nilai return saham yang dihitung dengan market model, atau market adjusted model. Perhitungan nilai return yang diharapkan dilakukan dengan persamaan regresi, tetapi tidak perlu diuji asumsi klasik.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Setidaknya ada lima uji asumsi klasik, yaitu uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji autokorelasi dan uji linearitas. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi persyaratan. Kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">1. Uji Normalitas</span><br /><span style="font-family: arial;">Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Pengertian normal secara sederhana dapat dianalogikan dengan sebuah kelas. Dalam kelas siswa yang bodoh sekali dan pandai sekali jumlahnya hanya sedikit dan sebagian besar berada pada kategori sedang atau rata-rata. Jika kelas tersebut bodoh semua maka tidak normal, atau sekolah luar biasa. Dan sebaliknya jika suatu kelas banyak yang pandai maka kelas tersebut tidak normal atau merupakan kelas unggulan. Pengamatan data yang normal akan memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan kebanyakan mengumpul di tengah. Demikian juga nilai rata-rata, modus dan median relatif dekat.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov. Tidak ada metode yang paling baik atau paling tepat. Tipsnya adalah bahwa pengujian dengan metode grafik sering menimbulkan perbedaan persepsi di antara beberapa pengamat, sehingga penggunaan uji normalitas dengan uji statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa pengujian dengan uji statistik lebih baik dari pada pengujian dengan metode grafik.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (misalnya signifikansi Kolmogorov Smirnov sebesar 0,049) maka dapat dicoba dengan metode lain yang mungkin memberikan justifikasi normal. Tetapi jika jauh dari nilai normal, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: melakukan transformasi data, melakukan trimming data outliers atau menambah data observasi. Transformasi dapat dilakukan ke dalam bentuk Logaritma natural, akar kuadrat, inverse, atau bentuk yang lain tergantung dari bentuk kurva normalnya, apakah condong ke kiri, ke kanan, mengumpul di tengah atau menyebar ke samping kanan dan kiri.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">2. Uji Multikolinearitas</span><br /><span style="font-family: arial;">Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan variabel bebasnya motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja dengan variabel terikatnya adalah kinerja. Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh antara motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Jadi tidak boleh ada korelasi yang tinggi antara motivasi dengan kepemimpinan, motivasi dengan kepuasan kerja atau antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson antara variabel-variabel bebas, atau dengan melihat eigenvalues dan condition index (CI).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut:</span><br /><span style="font-family: arial;">1. Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi.</span><br /><span style="font-family: arial;">2. Menambah jumlah observasi.</span><br /><span style="font-family: arial;">3. Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural, akar kuadrat atau bentuk first difference delta.</span><br /><span style="font-family: arial;">4. Dalam tingkat lanjut dapat digunakan metode regresi bayessian yang masih jarang sekali digunakan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">3. Uji Heteroskedastisitas</span><br /><span style="font-family: arial;">Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang dapat digunakan adalah uji Glejser, uji Park atau uji White.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">4. Uji Autokorelasi</span><br /><span style="font-family: arial;">Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi bulanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Data tingkat inflasi pada bulan tertentu, katakanlah bulan Februari, akan dipengaruhi oleh tingkat inflasi bulan Januari. Berarti terdapat gangguan autokorelasi pada model tersebut. Contoh lain, pengeluaran rutin dalam suatu rumah tangga. Ketika pada bulan Januari suatu keluarga mengeluarkan belanja bulanan yang relatif tinggi, maka tanpa ada pengaruh dari apapun, pengeluaran pada bulan Februari akan rendah.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson, uji dengan Run Test dan jika data observasi di atas 100 data sebaiknya menggunakan uji Lagrange Multiplier. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">5. Uji Linearitas</span><br /><span style="font-family: arial;">Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji ini jarang digunakan pada berbagai penelitian, karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoretis bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan antar variabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah elastisitas.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear atau tidak, uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment bahwa hubungan tersebut bersifat linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada. Uji linearitas dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau uji Lagrange Multiplier.</span><br /><br /></div>smartconsultinghttp://www.blogger.com/profile/11854757495140628246noreply@blogger.com0