Salah satu pertanyaan penting
dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang melakukan
penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum memahami
makna dan tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya
penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul
persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan,
tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan
disertasi. Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki
pemahaman yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah
triangulasi perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya.
Berikut uraian ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman
penulis selama ini.
Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena
yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat
tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal
dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat
kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek
kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut
pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias
yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Sebagaimana diketahui dalam
penelitian kualitatif peneliti itu sendiri merupakan instrumen
utamanya. Karena itu, kualitas penelitian kualitatif sangat tergantung pada
kualitas diri penelitinya, termasuk pengalamannya melakukan penelitian
merupakan sesuatu yang sangat berharga. Semakin banyak pengalaman seseorang
dalam melakukan penelitian, semakin peka memahami gejala atau fenomena yang
diteliti. Namun demikian, sebagai manusia, seorang peneliti sulit terhindar
dari bias atau subjektivitas. Karena itu, tugas peneliti mengurangi
semaksimal mungkin bias yang terjadi agar diperoleh kebenaran utuh. Pada
titik ini para penganut kaum positivis meragukan tingkat ke’ilmiah’an
penelitan kualitatif. Malah ada yang secara ekstrim menganggap
penelitian kualitatif tidak ilmiah.
Sejarahnya, triangulasi
merupakan teknik yang dipakai untuk melakukan survei dari tanah daratan dan
laut untuk menentukan satu titik tertentu dengan menggunakan
beberapa cara yang berbeda. Ternyata teknik semacam ini terbukti mampu
mengurangi bias dan kekurangan yang diakibatkan oleh pengukuran dengan satu
metode atau cara saja. Pada masa 1950’an hingga 1960’an, metode tringulasi
tersebut mulai dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk
meningkatkan pengukuran validitas dan memperkuat kredibilitas temuan
penelitian dengan cara membandingkannya dengan berbagai pendekatan yang
berbeda.
Karena menggunakan terminologi
dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik (kuantitatif),
seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang perdebatan cukup
panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri. Alasannya, selain
mirip dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode yang berbeda-beda
memang dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda, tetapi toh juga
akan menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi perdebatan
sengit, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin
lazim dipakai dalam penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi
bias dan meningkatkan kredibilitas penelitian.
Dalam berbagai karyanya,
Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau
kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling
terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini,
konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang.
Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi
metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut
penjelasannya.
1. Triangulasi metode dilakukan
dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda.
Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode
wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang
handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa
menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti
menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang
berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai
perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati
kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau
informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan
kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa
teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu
dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
2. Triangulasi antar-peneliti
dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan
analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai
informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa
orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman
penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru
merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data
adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation),
dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara
itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya
akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai
fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan
pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
4. Terakhir adalah triangulasi
teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau
thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual
peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi
teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu
menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang
telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut
memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan
perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan
hasil yang jauh berbeda.
Mengakhiri tulisan ini, saya
ingin menyatakan bahwa triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian
kualitatif, kendati pasti menambah waktu dan beaya seta tenaga. Tetapi harus
diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik
mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul.
Bagaimana pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas
fenomena yang diteliti merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh
setiap peneliti kualitatif. Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk
menangkap arti (meaning) atau memahami gejala, peristiwa, fakta,
kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai peristiwa sosial dan
kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan bukan untuk
menjelaskan (to explain) hubungan antar-variabel atau membuktikan
hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Kedalaman
pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif
digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena
itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh berbeda.
Selamat mencoba!
|
0 komentar:
Posting Komentar