Minggu, 23 September 2012

Cara Menulis Daftar Pustaka



Cara Menulis Daftar Pustaka – adalah sebuah pengetahuan yang harus dimiliki oleh siapa saja yang bergerak di bidang akademik, khususnya bagi mereka yang sedang atau akan menuliskan sebuah tulisan ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau jurnal-jurnal penelitian.

Ada bagian penting yang harus diketahui yaitu cara menulis daftar pustaka. Sebagaimana yang diketahui bahwa daftar pustaka diharuskan ada sebagai syarat sebuah penulisan, sebab tulisan yang dibuat sudah seharusnya merujuk pada teori-teori sebelumnya.

Adapun contoh cara menulis daftar pustaka kali ini dibedakan berdasarkan sumber pustaka yang diambil. Contohnya sebagai berikut:

Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari JURNAL:

Jamet, R., Guillet, B., Robert, M., Ranger, J., Veneau, G., 1996. Study of current dynamics of soils from a podzol–oxisol sequence in Tahiti (French polynesia) using the testmineral technique. Geoderma 73, 107–124.
Keterangan Warna:
Merah  : Nama Penulis/Penyusun Jurnal
Hitam    : Tahun
Biru        : Judul Tulisan
Hijau      : Nama Jurnal (dimiringkan)
Orange : Volume Jurnal
Ungu     : Halaman Tulisan di Dalam Jurnal

Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari BUKU:

Yazid, E. dan Nurjanti,L. 2006. Penentuan Praktikum Biokimia. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Keterangan Warna:
Merah  : Nama Penulis/Penyusun Buku
Hitam    : Tahun
Biru        : Judul Buku
Orange : Penerbit Buku
Ungu     : Kota Tempat Buku Diterbitkan

NB: Untuk buku, silakan cantumkan edisi, volume atau editor jika buku tersebut menyediakan hal seperti itu dengan meletakkannya pada posisi setelah penulisan judul buku.

Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari Internet

Prabawati, Sulusi., 2008. Mengembalikan Pamor Sagu sebagai Pangan Papua. (http:www. bb_pascapanen@litbang.deptan.go.id, diakses 18 Agustus 2008 pukul 20.13 WIB)
Keterangan Warna:
Merah  : Nama Penulis
Hitam    : Tahun
Biru        : Judul Tulisan
Hijau      : URL tulisan
Ungu     : Tanggal dan Jam Akses Tulisan di Internet (baik itu hanya membaca atau mengunduh tulisan)

Cara menulis daftar pustaka yang bersumber dari Skripsi, Tesis, Disertasi atau Laporan Tugas Akhir

Kartini, dkk., 2004. Pemanfaatan Tepung Sagu Untuk Produksi Senyawa Prebiotik Pada Ternak DOC (Daily Old Chicken). Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Keterangan Warna:
Merah  : Nama Penulis/Penyusun
Hitam    : Tahun
Biru        : Judul Tulisan
Hijau      : Jenis Tulisan
Ungu     : Instansi yang mengeluarkan tulisan tersebut

NB: Penulis yang lebih dari 3 orang, sebaiknya digunakan (dkk-Indonesia atau et.al-Inggris) dengan mengutamakan ketua sekaligus penggagas ide dari penulisan tersebut.

Demikian cara menulis daftar pustaka yang telah saya lakukan selama ini dari berbagai sumber dan bimbingan dari orang-orang yang berkompeten mengenai daftar pustaka ini.


sumber: http://chemistrahmah.com/cara-menulis-daftar-pustaka.html
gambar: http://semangatyanghidup.blogspot.com

Sabtu, 22 September 2012

Tips Bimbingan Skripsi




Berbagai tantangan harus dihadapi untuk menjadi sarjana. Banyak mahasiswa yang mengatakan bahwa tantangan terbesar adalah ketika dalam proses penulisan skripsi. Namun, kita bisa menyiasatinya, sehingga bimbingan skripsi bisa jadi lancar.

Skripsi Lancar
Memilih tema, menentukan judul, sampai membuat outline jadi aspek penting saat membuat skripsi. Supaya nggak terjebak dan bingung sendiri, jangan sungkan minta bantuan dosen pembimbing.

Usahakan untuk memilih waktu di sela-sela jam mengajar beliau–walaupun sebentar, supaya kita nggak ketinggalan jauh. Mesti rela juga tahan lapar kalau dosen memberi waktu bimbingan saat waktu makan siang. Namanya juga kita yang butuh, apapun harus rela dikorbankan, dong?

Ambil Hati Dosen
Susahnya ketemu dosen–apalagi kalau beliau terkenal killer. Ajak beliau untuk memberi bimbingan skripsi di kafe, jangan lupa traktir segelas kopi dan kue. Suasana santai bikin dosen lebih nyaman memberikan bimbingan skripsi, kita juga nggak akan segan-segan untuk berkonsultasi.

Gunakan Teknologi
Saat ini bimbingan skripsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mahasiswa tidak harus bertatap muka secara langsung tetapi bisa juga menggunakan media elektronik untuk berkomunikasi seperti handphone dan internet.
Jadi mahasiswa dapat melakukan bimbingan skripsi melalui sms, telepon atau chatting di internet. Selain itu, untuk menghemat pengeluaran, terutama untuk menekan biaya yang digunakan untuk mengeprint draft skripsi, mahasiswa dapat mengirimkan file skripsi mereka melalui email. Namun tentu saja tidak semua dosen pembimbing bersedia memberikan bimbingan dengan cara tersebut. Anda harus pandai-pandai melobi dosen anda untuk mempermudah penyelesaian skripsi anda.

Siapkan Materi
Untuk memperlancar proses penyusunan skripsi anda, pada saat bimbingan skripsi anda harus siap dengan materi yang akan anda konsultasikan, serta perkembangan dari hasil kerja anda.
Jangan sampai anda datang ke dosen pembimbing anda tanpa membawa materi apapun. Tentu saja dosen anda bisa marah besar. Agar bimbingan skripsi anda efektif, anda dapat membuat janji dengan dosen pembimbing minimal tiga kali seminggu. Anda harus bisa menunjukkan bahwa anda bersungguh-sungguh dalam mengerjakan skripsi anda. Semakin sering anda melakukan bimbingan skripsi, maka akan semakin cepat pula proses penyusunan skripsi anda.

Anti Cemas
Skripsi hampir beres, sidang skripsi tinggal selangkah lagi, nih. Daripada cemas sampai nggak bisa tidur, segera konsultasi dengan dosen pembimbing. Tanyakan seperti apa jalannya sidang skripsi dan apa saja yang harus dipersiapkan–mulai dari materi skripsi, fisik, sampai mental. Jangan lupa minta dukungan dari beliau yang saat sidang nanti juga akan mendampingi kita. Jika saat sidang nanti kita mentok dan nggak bisa menjawab, beliau pasti turun tangan, deh. (*/hijrah) 


sumber:http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=24647

Selasa, 18 September 2012

4 Tips Menyelesaikan Skripsi untuk Mahasiswa Penakut




Bermacam masalah biasanya mewarnai perjalanan mahasiswa dalam perjuangannya pada fase akhir studi yang digeluti. Masalah dalam penyelesaian skripsi bisa datang dari banyak aspek, biasanya dari penentuan rumusan masalah, kelengkapan literatur, sampai dengan dosen yang mengawasi mahasiswa dalam pengerjaan skripsi yang biasa kita kenal sebagai dosen pembimbing.

1) Usahakan noticeable

Kamu bukan mahasiswa terkenal, kutu buku, atau seorang yang introvert? Enggak perlu risau. Yang perlu kamu lakukan cukup menjadi 'noticeable' atau dikenal. Caranya mudah, perkenalkan namamu, jurusan yang kamu ambil dan topik skripsi yang akan kamu angkat. Pastikan pekenalan ini dimulai pada timing yang tepat. Sebelum dosen mulai mengajar, setelah makan siang, atau saat awal bimbingan. Biasanya pembimbing akan lebih memperhatikan skripsi mahasiswa yang dia kenal cukup baik.

2) Jalin Komunikasi

Mintalah nomor kontak lengkap dosen pembimbingmu, dari nomor ponsel, nomor telepon rumah, alamat email hingga alamat rumah dan kantornya. Percaya, deh, pasti kamu akan butuh menghubunginya di luar jam kuliah atau bimbingan.

Dosen pembimbing bisa dikatakan cukup sibuk karena dia tak hanya mengurusi skripsimu. Cari waktu yang tepat untuk ngobrol topik lain, biasanya saat dosen tidak sedang mengajar atau menunggu jam bimbingan.

3) Prinsip "Putus Urat Malu"\

Berani bertanya untuk kelengkapan data skripsimu, semisal literatur rujukan, teknis pengumumpulan data, pemilihan sampel, sampai dengan prosedur penelitian. Jika merasa yakin dengan data atau argumentasimu, kemukakan saja, minta kritik dan sarannya. Catat semua kritik dan sarannya, hal itu berguna saat sidang. Bawakan dosenmu buah atau kudapan saat jam bimbingan, kalaupun tidak dimakan atau bahkan dimarahi, cuek saja.

4) Selesaikan Cepat dan Tepat

Jika kamu bisa mengerjakan skripsimu lebih awal dari yang dijadwal, itu bagus. Kamu akan punya waktu lebih banyak dengan pembimbingmu untuk berdiskusi mengenai kekuranganmu. Akan tetapi lebih baik lagi jika kamu mengerjakannya dengan tepat, baik data maupun teknis penulisan.

Ingat, pekerjaan dosen bukan hanya mengurusi skripsimu, jadi jika kamu bisa menyelesaikan dengan cepat dan tepat itu akan meringankan bebannya. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikapnya, bukan hanya padamu, tetapi juga pada skripsimu.


sumber: http://www.ronywijaya.web.id/2011/07/4-tips-menyelesaikan-skripsi-untuk.html

 


Senin, 17 September 2012

Peran Teori dalam Penelitian



Salah satu poin penting dalam penelitian ialah dasar teori yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian. Lalu apakah ‘teori’ itu? Apa yang tidak termasuk dalam teori? Apa saja contoh-contoh teori dalam penelitian? Untuk apa teori dalam penelitian?

Teori adalah suatu kumpulan pernyataan yang secara bersama menggambarkan (describe) dan menjelaskan (explain) fenomena yang menjadi fokus penelitian.

Perlu dipahami bahwa literature review, daftar pustaka, data penelitian, grafik, hasil penelitian sebelumnya, adalah bukan termasuk dalam definisi teori.

Contoh teori yang digunakan dalam beberapa area penelitian di lingkup ilmu sosial misalnya:
- pendidikan: teori perkembangan moral siswa, teori siklus karir guru
- psikologi: teori attribusi (attribution), teori penguatan (reinforcement), teori pembelajaran, dan teori konstruk pribadi.
- sosiologi: teori acuan kelompok, teori stratifikasi sosial, teori kepribadian vocational.
- management: teori kepemimpinan, resource-based view, teori reseource-dependence, teori absorptive capacity.
- akuntansi: teori keagenan (agency theori), teori stewardship.

Lalu apa peran dari teori? Apakah setiap penelitian harus menggunakan teori?
Sebelum membahas ini, perlu dipahami dua jenis penelitian: penelitian deskriptif (description) dan penelitian penjelasan (explanation).

Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengumpulkan, menyusun dan meringkas informasi tentang hal yang menjadi fokus penelitian. Deskripsi disini ialah untuk menggambarkan apa yang telah terjadi, atau bagaimana sesuatu terjadi, atau seperti apakah suatu peristiwa, orang atau kejadian itu.

Penelitian penjelasan (explanation) dilakukan untuk menjelaskan dan mempertimbangkan informasi deskriptif. Ini dilakukan untuk mencari alasan atas sesuatu, menunjukkan mengapa dan bagaimana sesuatu itu.
Dari sini dapat dilihat jika penelitian penjelasan (explanation) bisa mencakup penelitian deskriptif. Namun, penelitian deskriptif tidak mencakup penelitian penjelasan (explanation).

Dalam konteks penelitian penjelasan (explanation), satu atau lebih teori dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian penjelasan berkenaan dengan menguji atau memverifikasi teori atau menghasilkan teori, atau bisa keduanya. Sedangkan dalam penelitian deskriptif tidak dibutuhkan teori, karena penelitian hanya bertujuan untuk menggambarkan hal-hal yang menjadi fokus studi.

Baik penelitian deskriptif atau explanation dibutuhkan dalam penelitian. Tidak ada yang lebih baik satu dibandingkan dengan lainnya. Lebih pada tujuan penelitian dan tingkat perkembangan penelitian dalam area penelitian terkait.

Untuk area penelitian yang relatif baru (misalnya, bagaimana peran Internet dalam menunjang proses belajar-mengajar di dalam kelas), penelitian deskriptif dapat digunakan. Untuk area penelitian yang telah berkembang (misal hubungan antara tingkat kelas sosial dengan prestasi siswa) digunakan penelitian yang bersifat penjelasan (explanation).

Peran teori dalam penelitian ialah memberi justifikasi pemilihan dan penggunaan variabel dalam model penelitian dalam menjawab pertanyaan penelitian. Lebih jauh, fungsi dari teori ialah menggambarkan dan menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

Demikian. Semoga ada manfaatnya.

sumber: http://syaifulali.wordpress.com/2010/01/24/apa-peran-teori-dalam-penelitian/
gambar: desintesis.blogspot.com

Minggu, 16 September 2012

Diagram Tulang Ikan

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode / tool di dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan cause effect diagram. Khusus di dalam kasus penyusunan rencana penelitian, rekan-rekan mahasiswa sering kesulitan di dalam memformulasikan perencanaan urutan serta metode penelitiannya ke dalam ilustrasi skema kerangka penelitian. Dengan demikian, teknik diagram tulang ikan ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.


Diagram Tulang Ikan

Penemu diagram tulang ikan adalah seorang ilmuwan jepang pada tahun 60-an bernama Dr. Kaoru Ishikawa, kelahiran 1915 di Tokyo Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo. Karena itulah sering juga diagram tulang ikan ini disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga diperkirakan sebagai orang pertama yang memperkenalkan tujuh alat atau metode pengendalian kualitas (7 tools). Yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, dan flowchart.
Kenapa di sebut sebagai diagram tulang ikan? Karena bentuknya menyerupai tulang ikan yang bagian moncong kepalanya menghadap ke kanan. Diagram ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Umumnya penggunaan fishbone adalah untuk disain produk dan mencegah kualitas produk yang jelek (defect). Mekanisme penggunaan metoda diagram tulang ikan ini adalah melalui pengklasifikasian sesuai dengan sebab-sebab, berikut adalah beberapa pendekatannya.
 •    Pendekatan The 4 M’s (digunakan untuk perusahaan manufaktur) :
•    Machine (Equipment), Method (Process/Inspection), Material (Raw,Consumables etc.), Man power.•    Pendekatan The 8 P’s (digunakan pada industri jasa) :
•    People, Process, Policies, Procedures, Price, Promotion, Place/Plant, Product
    Pendekatan The 4 S’s (digunakan pada industri jasa) :
•    Surroundings , Suppliers, Systems, Skills
    Pendekatan 4 P (pendekatan manajemen pemasaran)
•    Price , Product, Place, Promotion


 Langkah-langkah untuk belajar dan menerapkan diagram tulang ikan adalah :
1.    Fokuskan pada satu hal akibat yang diamati, di ruang lingkup yang lebih kecil dahulu. Kemudian hal yang besar jika sudah terlatih.
2.    Sebab lebih dari satu. Sehingga jangan berhenti untuk bertanya mengapa? Penentuan sebab-sebab juga bisa dengan branstorming.
3.    Buatlah usulan perbaikan jangka pendek dan jangka panjang dari sebab-sebab permasalahan.
4.    Kerja tim dan dukungan kepemimpinan adalah hal penting.
5.    Teruslah berlatih.

Sebagai gambaran sebuah diagram tulang ikan misalnya adalah mengenai pencarian solusi mengapa produk sebuah mobil di industri manufaktur tidak bisa berjalan. Sebab-sebabnya dipilah sesuai dengan pendekatan jenis kelamin operator perakitan (pria atau wanita), lingkungan, metode dan bahan. Semakin dekat garis sebab dengan akibat, semakin perlu diperhatikan. Faktor lingkungan dipilah lagi menjadi dua sub bagian. Yakni faktor temperatur dan cahaya. Diperkirakan cahaya terlalu banyak dan temperatur terlalu rendah. Demikian seterusnya dilakukan analisis yang sama terhadap sebab-sebab yang ada. Kemudian setelah diketahui betul sebab-sebab yang ada, maka dapat dibuat kerangka pemecahan masalahnya dan diakhiri dengan adanya perbaikan lingkungan kerja, metode dan bahan.

Diagram ini memang lebih banyak diterapkan oleh departemen kualitas di perusahaan manufaktur atau jasa. Tapi di sektor lain sebenarnya juga bisa, seperti pelayanan masyarakat, sosial dan bahkan politik. Karena sifat metode ini mudah dibuat dan bersifat visual. Walaupun kelemahannya ada pada subjektivitas si pembuat.

Dari pengertian di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain bisa digolongkan dalam beberapa bagian: material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat, ketika sudah ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”

Diagram Sebab Akibat

Bagian yang penting berikutnya adalah Ishikawa telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan dalam menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kebiasaan untuk mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang dihadapi boleh diikuti dimana brainstorming mengenai permasalahan yang sedang dihadapi sangatlah penting. Semua anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.

Ini tentu bisa dimaklumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh. Masalah-masalah klasik di industri manufaktur seperti:
•    keterlambatan proses produksi
•    tingkat defect (cacat) produk yang tinggi
•    mesin produksi yang sering mengalami trouble
•    output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi
•    produktivitas yang tidak mencapai target
•    complain pelanggan yang terus berulang
dan segudang masalah besar dan rumit lainnya, perlu ditangani dengan benar.

Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif. Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali. Oleh sebab itu menggali masalah harus sampai ke akarnya sehingga masalah dituntaskan. (Wir)
 
sumber: vibizmanagement.com

Sabtu, 15 September 2012

STRATEGI TINGKATAN BISNIS – BUSINESS LEVEL STRATEGY (BLS)



BLS (Business Level Strategy) adalah langkah yang ditempuh oleh para manager dalam memanfaatkan sumberdaya dan kompetensi perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif terhadap pesaing di dalam suatu industri. Dasar perumusan BLS ialah kebutuhan pelanggan (apa yang diinginkan), kelompok pelanggan (siapa yang membutuhkan), dan distinctive competencies (kompetensi yang menonjol) untuk merespons kebutuhan pelanggan.


1. Diferensiasi Produk berdasarkan Kebutuhan Pelanggan

Kebutuhan pelanggan adalah keinginan pelanggan yang dapat dipuaskan dengan barang atau jasa. Diferensiasi produk adalah proses penciptaan keunggulan kompetitif melalui disain produk atau jasa; setiap perusahaan sampai batas tertentu harus berupaya memproduksi produk dalam berbagai bentuk, mutu, disain dsb. sesuai keinginan berbagai kelompok
masyarakat yang tingkat pendapatan dan seleranya berbeda-beda.

2. Segmentasi Pasar yg muncul oleh adanya Kelompok Pelanggan

Segmentasi pasar adalah pengelompokan pelanggan berdasar kebutuhan atau preferensi (keinginan). Ini diadopsi dalam strategi penciptaan keunggulan kompetitif. Misalnya, General Motors mengelompokkan pelanggan berdasar income dan membuat mobil sesuai dengan
income tersebut.

Pada dasarnya terdapat 3 strategi untuk segmentasi pasar
(a) Mengabaikan perbedaan kebutuhan pelanggan, semua pelanggan sama.
(b) Mengelompokkan pasar dan membuat produk untuk setiap kelompok.
(c) Memperhatikan kelompok pelanggan dan memilih satu kelompok sebagai target.

3. Distinctive competencies adalah kompetensi menonjol dan unik yang dimiliki perusahaan, dan dapat dimanfaatkan untuk memenangkan persaingan dalam memuaskan pelanggan. Kompetensi ini meliputi efisiensi, mutu, inovasi, dan respon pada pelanggan.

"Memilih BLS Generik"

1. Strategi keunggulan biaya (cost leadership)

Memproduksi sesuatu lebih murah dibanding pesaing Menjual lebih murah tetapi menghasilkan laba yang sama. Bila persaingan meningkat, akan lebih unggul karena dapat menurunkan harga dan masih menghasilkan laba. Bagaimana mencapai cost leadership ?
- Memfokus pada kompetensi manufaktur dan manajemen material yang efisien.
- Mengurangi perhatian pada diferensiasi produk dan segmentasi pasar.

Cost leadership dalam konteks Porter's 5 Forces Model :
- Relatif aman dari pesaing dan dari gangguan supplier, buyers dan substitut.
- Kelemahannya adalah : pesaing dapat memproduksi murah, dan selera pelanggan dapat berubah.

2. Strategi Diferensiasi

Menciptakan keunggulan kompetitif dengan produk yang unik dan sesuai selera pelanggan. Keunikan dapat diciptakan melalui: mutu, inovasi, dan respon pelanggan. Diferensiasi umumnya dilakukan sesuai segmentasi pasar, yaitu membuat produk yang unik di setiap segmen. Broad differentiator, hanya melayani segmen tertentu sesuai kompetensi yang dimiliki perusahaan. Misalnya Sony membuat 24 model TV untuk berbagai segmen; harganya di setiap segmen; selalu lebih mahal dibanding TV lain. Mercedez tidak berminat mengisi semua segmen pasar. Distinctive competency dari diferensiator bersumber pada inovasi dan teknologi karena itu R & D di sini sangat penting di samping fungsi sales.

Kelebihan strategi diferensiasi :
- Brand loyalty melindunginya dari pesaing
- Supliers dan buyers umumnya bukan ancaman
- Ancaman substitut tergantung pada derajat keunikan substitut yang dapat mengancam brand loyalty, dan perbedaan harga
Kelemahan strategi diferensiasi : Kemampuan mempertahankan keunikan di alam kemajuan teknologi; bila keunikan pada penampilan fisik, mudah ditiru. Keunikan yang intangibles (tidak berwujud) lebih kuat.

3. Strategi Cost-Leadership dan Diferensiasi

Kemajuan teknologi produksi seperti FMT memungkinkan perusahaan mengadopsi strategi cost leadership dan diferensiasi sekaligus. Artinya, memproduksi beragam model dengan biaya yang relatif murah. Misalnya penggunaan robot mengurangi biaya produksi meski volume relatif kecil. Reduksi biaya di Chrysler dilakukan dengan dengan menerapkan standardisasi banyak component parts. Industri mobil juga menyediakan opsi berupa paket. Juga penerapan JIT dalam logistik.

4. Strategi Fokus

Memfokus pada segmen pasar tertentu; perusahaan melakukan spesialisasi. Misalnya
pasar "orang kaya", petualang, vegetarian, mobil balap, mobil pedesaan, dll.
Setelah memilih segmen pasar yang diinginkan, strategi fokus diimplementasikan melalui
pendekatan diferensiasi atau cost leadership. Pada hakekatnya perusahaan dengan strategi fokus adalah cost leader atau diferensiator khusus.
Bila perusahaan menggunakan pendekatan low-cost, berarti bersaing dengan cost leader. Misalnya memfokus pada small-volume custom products yang memiliki keunggulan biaya dan membiarkan large-volume pada cost leader.
Bila memakai pendekatan diferensiasi maka akan bersaing dengan diferensiator. Misalnya Porche bersaing dengan GM di segmen pasar mobil sport.
Kelebihan strategi focus, adalah aman terhadap buyers, substitut, maupun pesaing karena keunikan produk dan brand loyalty tapi agak lemah terhadap supplier karena membeli inputs dalam volume kecil. Kelemahan lain adalah, harga produk selalu tinggi dan bila selera dan preferensi pelanggan berubah, sangat sulit berpindah segmen.

Stuck-in-the-middle terjadi jika perusahaan telah memilih produk / pasar sedemikian rupa
tapi kemudian dengan perubahan lingkungan pasar ternyata tidak mampu menciptakan atau mempertahankan keunggulan kompetitif. Contoh: Holiday Inn pada tahun 1980-an, tapi dengan strategi baru, bisa keluar dari kemelut ini. Semula focuser kemudian menjadi broad differentiator. Misalnya perusahaan penerbangan People Express (murah, niche sempit) tapi tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, ditelan oleh Texas Air.

"Strategi Investasi pada Business Level"

Strategi investasi adalah langkah-langkah alokasi sumberdaya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan terkait erat dengan BLS. Besar investasi untuk berbagai strategi berturut-turut ialah : cost leadership & differentiation, differentiation, cost leadership, dan focus.

Dua faktor yang menetukan strategi investasi: posisi perusahaan dalam industri dan siklus hidup (life-cycle) industri dimana perusahaan bersaing.


(a) Posisi kompetitif
- Posisi bersaing perusahaan dapat dilihat dari 2 hal yaitu market share dan sifat distinctive competencies yang dimiliki.
- Makin besar pangsa pasar, makin kuat posisi bersaing, investasi semakin menjanjikan.
- Keunikan, kekuatan, dan banyaknya distinctive competencies yang dimiliki perusahaan membuat posisi bersaingnya kuat dan investasinya lebih menjanjikan.

(b) Efek Life-cycle Industri
Setiap fase industri memiliki lingkungan industri yang berbeda dan peluang serta ancaman yang berbeda. Persaingan paling kuat terjadi pada fase shakeout dan yang paling kecil persaingan pada fase embrionik. Karena itu setiap fase industri memiliki implikasi investasi yang berbeda.

"Memilih Strategi Investasi pada Berbagai Fase Dalam Lifecycle Perusahaan"












 (a) Fase embrionik
Kebutuhan investasi tinggi karena diperlukan untuk membentuk keunggulan kompetitif
strategi investasi yang sesuai ialah share-building strategy. Sasaran utama ialah membangun market share dan menciptakan keunggulan kompetitif yang unik dan stabil. Memerlukan sumberdaya besar untuk membangun kompetensi R & D dan marketing.

(b) Fase pertumbuhan
Tugas utama perusahaan ialah melakukan konsolidasi dan menciptakan basis kuat untuk survive. Strategy investasi yang sesuai ialah growth strategy. Sasaran utama ialah mempertahankan / meningkatkan posisi bersaing karena banyak pesaing ingin masuk.
Untuk menjadi diferensiator diperlukan investasi untuk R & D.
Cost leadership memerlukan investasi untuk pengembangan state-of-the-art machinery.
Perusahaan yang memiiki posisi bersaing rendah akan menganut market concentration strategy; mereka melakukan spesiaisasi tertentu atau menganut strategi fokus untuk konsolidasi dan mengurangi investasi.

(c) Fase shakeout
Karena persaingan yang semakin ketat perusahaan yang kuat butuh share-increasing strategy untuk menarik pelanggan dari perusahaan lemah atau yang keluar. Bagi cost leader, butuh investasi untuk cost control. Bagi diferensiator. investasi perlu untuk marketing dan after sales service. Perusahaan lemah akan menganut market concentration strategy (spesialisasi di segmen atau produk tertentu); perusahaan yang akan keluar menganut harvest atau liquidation
strategy.

(d) Fase maturity
Di sini strategy investasi sangat tergantung pada situasi persaingan yang terjadi. Bila persaingan ketat, perusahaan perlu investasi untuk mempertahankan posisi atau hold-andmaintain strategy. Diferensiator mungkin akan investasi untuk meningkatkan after sales service. Cost leader mungkin akan melakukan investasi dalam penerapan teknologi mutakhir. Banyak juga perusahaan yang sudah merasa mapan dan mengadopsi profit strategy yaitu berupaya memaksimalkan laba dari investasi sebelumnya dan investasi relatif kecil.

(e) Fase decline (menurun)
Ketika demand mulai menurun. perusahaan mulai melakukan market concentration strategy yaitu konsolidasi produk dan pasar. Ada juga perusahaan yang menganut asset reduction strategy (harvest strategy), membatasi dan mengurangi investasi, dan mengambil semaksimal mungkin hasil dari investasi sebelumnya. Perusahaan bersiap-siap keluar dari industri.
Perusahaan yang posisinya lemah mungkin menganut turnaround strategy (strategi “balik”,
atau mengubah sama sekali starteginya) mencari strategi baru yang lebih mantap berdasarkan perhitungan biaya. Bila turnaround tidak mungkin, perusahaan biasanya melakukan liquidation dan divesture yakni keluar dari industri melalui likuidasi asset atau menjual bisnis. (Wir)

 ______________________ 
Buku teks utama:
Charles W J Hill & Gareth R Jones: Strategic Management Theory, An Integrated
Approach. Houghton Mifflin Company, Boston, New York. Fourth
Edition (1998); Fifth Edition (2001)
Instructor: Prof. Rudy C Tarumingkeng, PhD




Jumat, 14 September 2012

Perumusan Masalah dan Penentuan Metode Penelitian


Salah satu komponen yang sangat penting dan menentukan kualitas sebuah penelitian ilmiah adalah rumusan masalah. Dalam hal ini yang dimaksud masalah adalah masalah ilmiah penelitian (scientific research problems). Masalah penelitian inilah yang akan dipecahkan atau dicarikan solusinya melalui suatu proses penelitian ilmiah.


Berbeda dengan rumusan-rumusan masalah pada umumnya, seperti laporan-laporan proyek, dalam penelitian ilmiah dituntut untuk memenuhi beberapa kriteria, antara lain masalah dirumuskan dengan kalimat tanya, sebaiknya hindari kata tanya “sejauh manakah” atau “seberapa besarkah”, dsb. Kriteria lain adalah setiap rumusan masalah minimal terdapat dua faktor atau variabel yang dihubungkan atau dibedakan, dan terakhir adalah variabel-variabel tersebut harus dapat diukur dan di-manage (measurable and managable).

Agar dapat diukur maka variabel-variabel tersebut harus konseptual, artinya variabel tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan. Variabel dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.

Hal lain yang perlu diperhatikan peneliti adalah dalam menentukan atau memilih variabel. Berdasarkan namanya, variabel memiliki ciri harus bervariasi. Insentif disuatu perusahaan atau institusi untuk golongan yang sama bukan variabel, tetapi fakta karena besarnya sama untuk golongan atau jenjang (level of job) yang sama. Kinerja (performances) adalah variabel karena setiap orang memiliki level of perfomances yang berbeda, demikian juga motivasi kerja atau kepuasan kerja, jelas dapat dipakai sebagai variabel karena tiap orang memiliki variabel tersebut yang bervariasi.



Namun ada juga peneliti kadang keliru menyebut misalnya kebijakan sebagai variabel sebab kebijakan disuatu perusahaan atau lembaga tidak akan dan tidak pernah bervariasi. Jadi dalam hal ini para peneliti harus secara logis menentukan berkaitan dengan apa yang hendak diukur terhadap kata kebijakan tersebut atau apa yang bervariasi terhadap kebijakan itu, seperti mungkin persepsi karyawan terhadap kebijakan atau penilaian atau pemahaman karyawan, jadi dalam hal ini yang bervariasi tentu persepsinya, penilaiannya atau pemahamannya terhadap kebijakan tersebut.



Oleh karena itu, apabila ditanya apa variabelnya maka jawabannya adalah persepsi atau pemahaman, sehingga peneliti dituntut untuk mencari teori-teori tentang persepsi atau pemahaman terhadap kebijakan. Jadi variabelnya bukan kebijakan, karena kebijakan tidak bervariasi. Faktor the naming variable sangat mempengaruhi peneliti dalam menentukan teori-teori yang akan diterapkan dalam sebuah karya ilmiah baik itu skripsi, tesis bahkan disertasi. Demikian juga contoh-contoh lain seperti budaya organisasi, iklim organisasi, konpensasi, rekrutmen, gaji, pemberdayaan, dsb.

Dalam penelitian ilmiah, variabel pada umumnya ada dua yaitu variabel bebas (independent variable) yang dapat mempengaruhi atau lebih dulu terjadi terhadap variabel lain yang disebut variabel terikat (dependent variable). Variabel terikat inilah yang menentukan the main topic seorang peneliti yang mencerminkan spesialisasinya.

Berdasarkan pengalaman membimbing mahasiswa, khususnya mahasiswa program doktor, banyak ditemukan adanya ketidakkonsistenan antara rumusan masalah dengan penentuan metode penelitian. Sebagai contoh, bagaimanakah hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan? Ternyata metode yang dipilih peneliti survei dengan analisis regresi korelasi, jadi jenis penelitiannya kuantitatif padahal penelitian merumuskan masalah menggunakan kata tanya bagaimanakah yang mencerminkan adanya suatu proses yang ingin dipecahkan peneliti. Dalam hal ini jenis penelitian yang tepat adalah kualitatif.

Apabila kata tanya bagaimanakah diganti dengan apakah sehingga menjadi apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan, maka jenis penelitiannya kuantitatif dengan metode survei dan analisisnya regresi korelasi yang bersifat non kausal.


Contoh lain sebagai berikut:

1. Bagaimanakah mengembangkan model instruksional dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika untuk anak SD kelas IV? Jenis penelitian ini dapat berupa developmental research atau R and D yang dilanjutkan dengan pengujian keefektifan model yang telah dikembangkan tersebut melalui eksperimen.

2. Bagaimanakah cultural cohesiveness dapat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan di institusi X? Jenis penelitian yang dipilih adalah kualitatif dengan langkah-langkah yang lengkap termasuk triangulasi dengan menekankan pada observasi yang unobtrusive, sampai ditemukan sesuatu yang unique. Tanpa uniqeness dan observasi terhadap proses maka penelitian kualitatif hanya sebuah ilusi.

3. Apakah komitmen berpengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi? Contoh ini berkaitan dengan studi kausal non eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif, metode survei dengan analisis jalur (path analysis) untuk menguji model.

4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar genetika antara yang diajar dengan alat peraga dan siswa lain yang diajar dengan ceramah, apabila motivasi belajar siswa dikontrol? Masalah seperti ini harus dipecahkan melalui penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Apabila the main effect memiliki dua level demikian juga simple effect dengan dua level, maka disain ekespeimennya adalah 2 x 2 factorial. Eksperimen yang dipilih karena variabel bebasnya dapat dimanipulasi menjadi beberapa level, sehingga memungkinkan peneliti melakukan treatment. Analisnya menggunakan ANOVA two way.


sumber: http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2010/01/perumusan-masalah-dan-penentuan-metode.html
sumber gambar: anneahira.com

Kamis, 13 September 2012

Tips sukses menghadapi sidang skripsi


1. Pelajari Materi Sidang. Pelajari mata kuliah yang berhubungan dengan skripsi Anda. Pertanyaan dari penguji pasti tidak jauh-jauh dari skripsi Anda. Selama tenang, Anda pasti bisa menjawab semua pertanyaan dari mereka. Siapkan bahan pembuka sebagus mungkin yang mencakup kesimpulan isi skripsi Anda. Jangan lupa latihan di depan cermin sebelum maju.
2. Pertahankan Argumentasi. Cobalah untuk mempertahankan argumentasi, karena dosen bisa melihat apakah Anda benar-benar melakukan penelitian atau tidak. Tapi jangan sampai bersikap defensif. Karena hal tersebut bisa membuat suasana sidang menjadi ‘panas’ karena perdebatan. Ada kalanya Anda menerima pendapat mereka sebagai masukan skripsi Anda.
4. Sportif. Sikap sportif tidak hanya ada pada kamus olahraga, pada sidang skripsi pun Anda harus dapat bersikap sportif. Kalau Anda tidak bisa menjawab, jujur saja Anda sampaikan bahwa Anda memeng tidak tahu. Yang penting tetap tenang, karena sekalinya Anda tegang dan grogi, Anda bisa blank di depan para dosen penguji.
3. Cairkan Suasana. Tanya senior Anda tentang karakteristik dosen penguji yang terlibat dalam skripsi Anda. Untuk mencairkan suasana, Anda bisa membawa camilan atau kue-kue kecil untuk para dosen penguji ketika sidang berlangsung. Secara personal, beberapa dosen penguji menyukai hal tersebut dan akan menilai ‘keluwesan’ Anda. Tapi jangan sampai hal ini seakan-akan masuk dalam ‘gratifikasi’.
Saat ini telah banyak penyedia jasa bimbingan penyusunan skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian yang menawarkan jasa pendampingan dan asistensi selama anda melaksanakan penyusunan, pengolahan data dan penulisan penelitian. Untuk itu seleksi dan pelajari terlebih dahulu dengan cermat konsultan yang jasanya akan anda gunakan. Tanyakan kepada teman, saudara, atau kakak angkatan yang juga pernah menjadi kliennya mengenai profesionalisme kerjanya,  fasilitas apa saja yang diberikan, hingga harga dan after-sales-service (garansi dan pelayanan tambahan) yang akan anda dapatkan apabila menggunakan jasa konsultan bimbingan tugas akhir tersebut.  Pilihlah jasa konsultan tugas akhir yang menyediakan slot waktu untuk simulasi sidang dan garansi revisi setelah sidang. 
Demikian beberapa tips yang bisa anda implementasikan di dalam menghadapi sidang skripsi mmaupun disertasi. 
Semoga sukses!

(WIR; diolah dari sumber : tipsanda.com

Selasa, 11 September 2012

Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif








Salah satu pertanyaan penting dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum memahami  makna dan  tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan, tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan  disertasi.  Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki pemahaman yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah triangulasi perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya. Berikut uraian ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman penulis selama ini.

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan  dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.  Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak  mungkin bias  yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Sebagaimana diketahui dalam penelitian kualitatif peneliti itu sendiri  merupakan instrumen utamanya. Karena itu, kualitas penelitian kualitatif sangat tergantung pada kualitas diri penelitinya, termasuk pengalamannya melakukan penelitian merupakan sesuatu yang sangat berharga. Semakin banyak pengalaman seseorang dalam melakukan penelitian, semakin peka memahami gejala atau fenomena yang diteliti. Namun demikian, sebagai manusia, seorang peneliti sulit terhindar dari bias atau subjektivitas. Karena itu, tugas peneliti mengurangi semaksimal mungkin bias yang terjadi agar diperoleh kebenaran utuh. Pada titik ini para penganut kaum positivis meragukan tingkat ke’ilmiah’an  penelitan kualitatif. Malah ada yang secara  ekstrim menganggap penelitian kualitatif tidak ilmiah.

Sejarahnya, triangulasi merupakan teknik yang dipakai untuk melakukan survei dari tanah daratan dan laut untuk menentukan  satu titik tertentu  dengan menggunakan beberapa cara yang berbeda. Ternyata teknik semacam ini terbukti mampu mengurangi bias dan kekurangan yang diakibatkan oleh pengukuran dengan satu metode atau cara saja. Pada masa 1950’an hingga 1960’an, metode tringulasi tersebut mulai dipakai  dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk meningkatkan pengukuran validitas dan memperkuat kredibilitas temuan penelitian dengan cara membandingkannya dengan  berbagai pendekatan yang berbeda.
Karena menggunakan terminologi dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik (kuantitatif), seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang perdebatan cukup panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri. Alasannya, selain mirip dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode yang berbeda-beda memang dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda, tetapi toh juga akan menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi perdebatan sengit, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin lazim dipakai dalam penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi bias dan meningkatkan kredibilitas penelitian.

Dalam berbagai karyanya,  Norman K. Denkin  mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1)  triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut penjelasannya.

1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data  dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.

2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan  bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.

3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan  pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara  itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.

4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement.  Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu  menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika  perbandingannya  menunjukkan hasil yang jauh berbeda.

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyatakan bahwa triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian kualitatif, kendati pasti menambah waktu dan beaya seta tenaga. Tetapi harus diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul. Bagaimana pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang diteliti  merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti kualitatif. Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk menangkap arti (meaning) atau memahami gejala, peristiwa, fakta, kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai peristiwa sosial dan kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan bukan untuk  menjelaskan (to explain) hubungan antar-variabel atau membuktikan hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Kedalaman pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh berbeda. Selamat mencoba!


http://www.mudjiarahardjo.com/beranda/270.html?task=view

Senin, 10 September 2012

Apakah Metode Penelitian Kualitatif Ilmiah?


(Bahan Kuliah Metpen, Program S1, S2, dan S3)

Kendati metode penelitian kualitatif sudah dipakai sejak tahun 1960’an di berbagai bidang seperti pendidikan, politik, psikologi, sejarah, antropologi, ekonomi,  komunikasi, studi media dan ilmu-ilmu humaniora (bahasa, sastra, seni, filsafat dan agama) dan terbukti handal untuk menjawab masalah yang tidak bisa dijangkau oleh metode penelitian kuantitatif, pertanyaan sebagaimana judul di atas tetap saja muncul hingga saat ini. Sebagai peminat metodologi penelitian, pada saat ujian disertasi untuk menyelesaikan studi doktor saya pun pernah ditanya ‘mengapa anda hanya meneliti empat orang sebagai subjek penelitian dan apakah hasilnya bisa digeneralisasikan, dan apakah model penelitian semacam itu ilmiah?’. 

Pertanyaan semacam itu sudah saya duga sebelumnya, sehingga dengan gampang saya menjawabnya. Saya memulai dengan memberikan argumen tentang nalar dasar metode penelitian kualitatif di bawah payung paradigma interpretif (maaf, bukan interpretatif – sebagaimana yang sering saya baca dan dengar dari para mahasiswa dan dosen). Interpretif dan interpretatif merupakan dua istilah yang maknanya jauh berbeda. Interpretif merupakan istilah dalam filsafat ilmu untuk menggambarkan cara pandang yang kontras dengan positivistik, sedangkan interpretatif, menurut  Given (2008: 458), merupakan proses memberi makna temuan penelitian menjadi bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.

Sepertinya tidak puas dengan jawaban yang saya sampaikan, penguji melanjutkan dengan pertanyaan ‘bukankah analisis data anda sebenarnya hanya hasil pikiran anda yang subjektif, sehingga sulit disebut ilmiah?’. Lagi-lagi saya menjawabnya juga dengan berpedoman pada nalar dasar penelitian kualitatif, bahwa peneliti memang instrumen utama penelitian. Sebagai instrumen utama, dia yang mencari tema, menyusun desain, membaca teori yang relevan, merumuskan fokus dan tujuan, mengumpulkan data, menganalisis data hingga membuat kesimpulan. Bahkan dia sendiri pula yang menentukan bahwa datanya sudah cukup dan penelitiannya sudah selesai atau belum. Tetapi perlu disadari bahwa melakukan semua tahapan dan proses penelitian secara sendiri tidak  berarti melakukan sesuatu dengan semau dan sendirinya. Ada rambu-rambu dan pedoman yang harus dijadikan pegangan sebagaimana kegiatan ilmiah yang lain.

Rambu dan pedoman itu sudah dikembangkan oleh para penggagas metode penelitian kualitatif sejak awal metode tersebut dipakai oleh para pakar di lingkungan aliran Chicago (school of Chicago) --- sekarang menjadi Universitas Chicago. Semula metode ini hanya dipakai dalam bidang antropologi dan sosiologi. Rambu-rambu yang dimaksud meliputi cara pandang (paradigm), hakikat, tujuan dan proses serta prosedur yang dilalui. Kesemuanya memang berbeda sangat tajam dengan metode penelitian kuantitatif yang sudah ada jauh sebelumnya. Saya sadar bahwa penguji yang menyampaikan pertanyaan kepada saya pada saat ujian disertasi memang berasal dari fakultas kedokteran dan selama ini bergelut dalam dunia positivistik. Para penanya itu tidak salah, tetapi mereka memang berada dalam alam pikiran yang berbeda dengan yang saya lakukan. Karena itu, adalah tugas saya sebagai orang yang diuji untuk menjelaskan dengan cara yang arif.

Kembali ke judul tulisan di atas ‘apakah metode penelitian kualitatif ilmiah?’. Jika yang dimaksudkan ilmiah adalah ketersediaan data yang konkret atau empirik dan dapat diukur dengan angka dalam rumus statistik, jelas metode penelitian kualitatif tidak ilmiah. Sejak awal kelahirannya, metode penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menangkap arti secara mendalam dari suatu peristiwa, gejala, fakta, realitas dan masalah tertentu. Justru untuk memperoleh arti yang mendalam itu tidak mungkin dilalui hanya dengan melihat yang tampak (empirik) lewat kuesioner dan uji laboratorium dan analisis statistik. Kedalaman makna hanya bisa dilalui dengan wawancara mendalam dan obervasi menyeluruh pada peristiwa yang diteliti.

Selanjutnya jika yang dimaksud ilmiah adalah bahwa hasil penelitian bisa digeneralisasikan, maka  metode penelitian kualitatif tidak bisa digolongkan sebagai karya ilmiah. Sebab, tujuan penelitian kualitatif memang tidak untuk membuat generalisasi dari temuan yang diperoleh. Istilah generalisasi (generalization) tidak dikenal dalam penelitian kualitatif. Sebagai padanannya dikenal istilah transferabilitas (transferability) dalam penelitian kualitatif. Tetapi maknanya sangat berbeda. Jika generalisasi merupakan rumusan atau temuan penelitian yang dapat berlaku dan diperlakukan secara umum bagi semua populasi yang diteliti, maka transferabilitas artinya adalah hasil penelitian kualitatif bisa berlaku dan diberlakukan di tempat lain manakala tempat lain yang dimaksudkan itu memiliki ciri-ciri yang mirip atau kurang lebih sama dengan tempat atau subjek penelitian diteliti. Selain itu, menurut Jensen (dalam Given, 2008: 886), transferabilitas juga diartikan sebagai proses menghubungkan temuan yang ada dengan praktik kehidupan dan perilaku nyata dalam konteks yang lebih luas.

Dalam penelitian kuantitatif yang jumlah populasi atau partisipannya  besar biasanya peneliti menggunakan sampel. Karena itu, sampel yang dipilih harus memenuhi syarat keterwakilan agar hasilnya dapat berupa generalisasi. Semakin sampelnya representatif, maka semakin tinggi peluang generalisasi yang dihasilkan, dan sebaliknya. Dengan demikian, pertanyaan berapa jumlah populasi dan sampel yang diteliti sangat wajar dan seharusnya memang begitu.

Sebaliknya, transferabilitas dapat diperoleh jika peneliti bisa menggali kedalaman informasi dan mampu mengabstraksikan temuan substantif menjadi temuan formal berupa thesis statement. Sebagaimana pernah dikupas dalam tulisan-tulisan sebelumnya, yang dimaksudkan dengan temuan substantif  adalah rumusan yang diperoleh peneliti sebagai jawaban atas fokus penelitian yang diajukan di awal. Dengan demikian, ketika peneliti kualitatif sudah berhasil merumuskan temuan sebenarnya penelitian belum bisa dikatakan selesai. Sebab, ia masih harus menyelesaikan satu tahapan --- yang justru  sangat penting ---, yakni merumuskan temuan substantif menjadi temuan formal. Bagi penelitian untuk kepentingan penulisan disertasi, rumusan temuan formal wajib dilakukan.

Ada dua hal yang mesti diperhatikan oleh peneliti kualitatif untuk meningkatkan transferabilitas, yaitu: (1) seberapa dekat subjek yang diteliti atau informan yang diwawancarai dengan konteks atau tema  yang diteliti, dan (2) batasan kontekstual (contextual boundaries) dari temuan. Menurut Jensen (dalam Given, 2008: 886), ada dua strategi yang bisa dipakai peneliti untuk meningkatkan derajad transferabilitas, yakni: (1) ketersediaan data yang memadai (thick description of data), dan (2) pemilihan subjek atau partisipan yang dipilih secara purposif. Yang dimaksud dengan deskripsi data yang memadai (thick) jika peneliti bisa menyediakan informasi yang lengkap mengenai konteks, partisipan (subjek dan informan), dan desain penelitian yang jelas sehingga pembaca bisa membuat kesimpulan mengenai transferabilitas yang dihasilkan. Untuk memenuhi harapan itu, pilihlah informan yang menguasai tema yang diteliti. Dengan demikian, pertanyaan  berapa banyak subjek dan informan dalam penelitian kualitatif --- sebagaimana saya alami --- sama sekali  tidak relevan. Yang menjadi persoalan bukan jumlah subjek dan informan penelitiannya, melainkan kedalaman informasi yang diperoleh.

Berikutnya lagi terkait dengan teori. Jika yang dimaksud ilmiah ialah ketiadaan pembuktian teori, maka metode penelitian kualitatif jelas tidak ilmiah. Sebab, metode kualitatif memang tidak dimaksudkan untuk membuktikan dan menguji teori, melainkan mengembangkan teori. Mengembangkan tidak berarti  membuat teori yang baru sama sekali. Menghaluskan teori atau konsep yang sudah ada sebelumnya oleh peneliti terdahulu bisa disebut sebagai pengembangan teori.
Setelah teori pertanyaan lainnya menyangkut hipotesis. Jika yang dimaksudkan ilmiah ialah ketersediaan hipotesis, maka jelas pula bahwa metode penelitian kualitatif tidak tergolong kerja ilmiah. Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang harus dilengkapi dengan hipotesis untuk selanjutnya dibuktikan, maka metode penelitian kualitatif sebagaimana dinyatakan Devis (dalam Given, 2008: 408)  tidak memerlukan hipotesis. Kalaupun ada, hipotesis itu bukan untuk dibuktikan, melainkan sebagai  panduan agar penelitian bisa fokus ke tema atau isu tertentu. Semakin peneliti bisa terfokus pada isu tertentu, semakin dia memperoleh pemahaman yang mendalam. Sekadar mengingatkan, hipotesis adalah dugaan sementara atau atau pernyataan tentatif mengenlzaimai hubungan antarvariabel, antara variabel bebas dan variabel terikat.

Istilah ‘variabel’ pun sebenarnya tidak begitu relevan dipakai dalam metodologi penelitian kualitatif karena topik atau masalah yang diangkat di dalam penelitian kualitatif tidak bisa dipisah-pisah menjadi bagian-bagian yang lazimnya disebut ‘variabel’ dalam tradisi positivistik.

Yang terakhir menyangkut proses dan prosedur penelitian. Jika yang dimaksud ilmiah adalah proses penelitian harus berlangsung secara linier, maka jelas penelitian kualitatif tidak bisa disebut ilmiah. Sebab, proses penelitian kualitatif tidak berlangsung secara linier, melainkan siklus. Siklus artinya tahapan-tahapan penelitian mulai identifikasi masalah, pengumpulan data, hingga analisis dan penyimpulan data bisa berlangsung tidak berurutan. Misalnya, ketika peneliti sampai pada tahap analisis data dan ternyata informasi terkait data tersebut tidak lengkap, atau lengkap tetapi tidak jelas, maka peneliti bisa melakukan pengumpulan  data kembali. Fokus penelitian pun bisa diubah ketika di lapangan peneliti menemukan isu yang lebih penting dan menarik untuk diangkat. Bahkan saya teringat ada judul penelitian disempurnakan setelah semua selesai untuk disesuaikan dengan hasil akhir penelitian dan untuk kepentingan publikasi yang lebih luas.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan mengajukan kembali pertanyaan sebagaimana judul di atas, tetapi menyerahkan jawabannya kepada para pembaca, termasuk menilai apakah tulisan ini ilmiah atau tidak.



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More